Kewajiban membayar zakat fitrah seusai menjalankan ibadah puasa pada bulan ramadhan ini tidak diragukan lagi. Banyak hadist-hadist yang menjelaskan secara implisit tentang kewajiban ini. Kini yang kadang menjadi persoalan adalah tata cara pembayaran zakat fitrah itu sendiri.
Masalah waktu sebetulnya sudah tidak banyak dipertanyakan orang lagi. Orang sudah banyak yang tahu waktu yang afdhol untuk membayar zakat fitrah itu adalah setelah terbenam matrahari pada akhir bulan Ramadhan sampai besok paginya, yaitu menjelang sholat 'Idul Fitri. Dan ini sejalan dengan tujuan pertama di syari'atkannya zakat fitrah ini. Di samping untuk membersihkan puasa seseorang dari cacat dan noda, juga bertujuan untuk menggembirakan hati orang miskin agar pada hari itu tidak ada lagi orang yang meminta-minta karena kelaparan.
Kini yang menjadi masalah, bagaimana kalau pembayaran zakat fitrah itu dilakukan di luar batas waktu yang sudah ditentukan. Katakanlah dua atau tiga hari sebelum itu, sebelum akhir Ramadhan. Jawabannya BOLEH dan pembayaran itu dianggap SYAH dan tidak bertentangan dengan hukum syara'.
Menurut jumhur Fuqoha, maksudnya sebagian besar pakar-pakar hukum Islam, seperti halnya Imam Malik, Ahmad bin Hambali dan lain-lain, boleh memajukan pembayaran zakat fitrah sebelum hari raya. Bukan saja sehari atau dua hari sebelum labaran, tapi diawal bulan Ramadhan pun, boleh membayar zakat fitrah. Dan dianggap syah pembayarannya. Demikian pendapat Imam Syafi'i, dan termasuk Imam Abu Hanifah. Tegasnya boleh membayar zakat fitrah diawal bulan Ramadhan.
Kemudian bagaimana pula kalau sebaliknya? yaitu setelah berakhirnya batas waktu yang sudah ditetapkan? Katakanlah dua atau tiga hari setelah sholat 'Idul Fitri? Jawabannya, jelas TIDAK SYAH. jangankan dua atau tiga hari kemudian, begitu usai sholat 'Idul Fitri saja pun sudah tidak syah lagi dan sudah tidak dianggap zakat fitrah. Akan tetapi menjadi shodaqoh biasa. Inilah yang dimaksudkan dengan mendapat pahala akan tetapi tidak bisa untuk melunasi hutang atau kewajiban terhadap pembayaran zakat fitrah. Mengenai pembayaran zakat fitrah setelah sholah 'Idul Fitri ini dijelaskan oleh Nabi sebagai berikut:
"Barang siapa yang membayar zakat fitrah sebelum sholat itu adalah zakat yang makbul. Akan tetapi barang siapa yang membayarnya sesudah sholat 'Id, maka merupakan shodaqoh biasa"
Sedangkan mengenai jumlah atau ukuran zakat fitrah yang dikeluarkan itu tidak ada masalah. Sudah ada kesepakatan ulama dalam menetapkan jumlahnya. Khusus di Indonesia ini sudah ditetapkan kurang lebih 3,5 liter beras. Bagaimana kalau dibayar dengan uang? Jawabannya boleh dan syah asalakan saja seharga beras yang sudah ditetapkan itu. Adapun beras yang dijadikan sebagai zakat fitrah itu hendaklah sama ukuran nilai atau bagusnya sebagaimana yang biasa di konsumsi atau dimakan oleh mereka yang mengeluarkan zakat (Muzakki).
Namun demikian, tidak ada salahnya kalau kita mengkaji pula tentang zakat fitrah ini di zaman Rosululloh. Sebab bagaimanapun juga, sumber dari segala sumber hukum ini berasal dari Nabi kita Muhammad SAW. Beliaulah yang menjelaskan kepada kita tentang segala sesuatunya ini. Termasuk masalah zakat fitrah.
Kalau saja kita ini terpaku kepada makna harfiah, maka tidak syah membayar zakat fitrah itu dengan uang maupun beras. Sebab Rosululloh SAW tidak pernah melakukannya dan tidak pernah pula memerintahkan hal itu. Yang pernah diperbuat oleh Rosululloh SAW atau yang diperintahkan beliau yaitu satu gantang korma atau gandum. Dan ini jelas termaktub dalam hadist:
"Bahwasannya Rosululloh SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan satu sha' korma atau satu sha' gandum kepada setiap orang merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan dari kaum muslimin"
Maka disini berlaku apa yang disebut dengan Qias. Kalau kita mengkaji Tarekh Tasyari' atau apa yang disebut dengan Ushul Fiqh maka akan kita jumpai 4 sumber hukum Islam:
- Al-Qur'an Al-Kariim
- Al-Hadist
- Ijma'
- Qias