Sang Aji : Selamat datang...ehm..enaknya saya panggil apa ya? Kangmas..Pak, Mister, Sir, Sayyid, Tuan..atau apa ya..?
Rahwana : Kira-kira ‘njenengan’ sendiri sukanya manggil apa? (sambil tersenyum simpul memancarkan kearifan yang tiada taranya)
Sang Aji : aduh... sampeyan ini kok emang HALP ya..?
Rahwana : HALP? Apaan tuh?
Sang Aji : High Attitude Low Profile..meski sempat menjadi seorang Raja bahkan Diraja Alengka tapi tetap aja low profile gitu..
Rahwana : Hahaha..jangan terlalu memuji ah.. sejarah sendiri telah memojokkanku sebagai tokoh antagonis sepanjang masa..wajah saya telah diingat oleh kehidupan ini selama berabad-abad sebagai pesakitan.......(air muka Rahwana tampak mulai berubah, matanya terlihat mulai berkaca-kaca).
Rahwana : oya.. panggil nama saja, Ravi..nama kecilku (tampak kembali tersenyum). Trus saya panggil anda apa?
Sang Aji : panggil Aji saja, biar lebih akrab
Saya pun tersenyum..dalam hati kecil seolah tak percaya seorang sosok yang terlihat arif, berwibawa, cerdas dan supel ini dikenang sebagai penjahat cinta sepanjang masa. Membayangkan Weda dan Sastra menggambarkan lelaki gagah di depan saya ini sebagai sosok berkepala sepuluh (Dasamukha), tetapi..kenyataannya, saya sangat terkesan dengan sikapnya yang santun dan low profile. Seandainya saya jadi wanita, tentu akan kuuber-uber dia walau sampe ke selangkangan onta sekalipun.
Rahwana : ehm ehm..mas Aji..jadi nggak nih interviewnya?
Sang Aji : Oh ya..eh jadi..jadi dunk..masa’ ga jadi sih..
O ya..selamat datang di studio saya, Matawana Studio.. tempat mojok dalam inspirasi sepanjang malam.
Rahwana : Matawana Studio? I like that name? Apa artinya?
Sang Aji : Matawana..diambil dari bahasa Ambon yang berarti “begadang” alias “melekan” (saya menjawab dengan nada bangga..kapan lagi nih bisa promosi studio pribadi kalo nggak saat ini).
Rahwana : Hahahaha..sound like my name..Rahwana..Matawana
Sang Aji : Ravi..kita mulai aja ya..kalo boleh tanya nih, sejarah singkat diri anda..asal usul..otobiografi singkat gitu?
Rahwana : well..mungkin sama bila anda bertanya pada kambing..siapa dirimu kambing? Kambing pun akan menjelaskan bahwa ia anak dari bapak dan ibu kambing, keponakannya paman kambing, temannya teman kambing, ipar dari adik perempuan dan menantunya kambing...
Sang Aji : maksud anda?
Rahwana : saya adalah korban sejarah mas Aji..korban pakem yang harus selalu begitu..bila saya telah dicap sebagai rakshasa..seorang butho..seorang pecundang cinta..penjahat perang..maka selamanya akan gitu.. apa bedanya lagi sekarang?
Sang Aji : mungkin mindset anda sendiri yang menghendaki demikian. Sejarah bisa diluruskan..buku bisa diralat, dirilis ulang, dimark up..di zaman sekarang..memperbaiki citra diri sudah lebih populer dibandingkan operasi permak wajah dengan bedah plastik.
Rahwana : ehm (berpikir sejenak) ..saya dilahirkan oleh seorang ibu bernama Kaikesi, putri Raja Sumali dari Detya. Sebagaimana mencintai ibu saya, sedemikian pula lah saya memperlakukan wanita-wanita lain di sekitar saya. Ayah saya bernama Wisrawa, ibu dan ayah adalah pasangan yang harmonis dan saling mencintai.. pada saat lahir ayah saya memberikan kalung ‘dasanana’, simbol penguasaan ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas.. karena itulah ayah dan keluarga kerajaan menjuluki saya sebagai Dasamukha..artinya yang berkepala sepuluh.
Sang Aji : wah..suatu wasana baru bagi saya..berarti yang selama ini digambarkan Dasamukha sebagai sosok raksasa atau iblis berkepala sepuluh tidak benar?
Rahwana : itulah mas Aji..manusia seringkali tersesat oleh harafiah saja.. tidaklah mungkin Sang Hyang Wenang menjadikan saya terlahir sebagai orang yang berkepala sepuluh. Dasamukha hanyalah kiasan karena ayah berhasil mendidik saya menjadi lelaki yang menguasai banyak perbendaharaan ilmu pengetahuan. Saya juga dijuluki Dasagriva, bukan berarti leher saya ada sepuluh lho..logikanya bagaimana? Dasagriva kiasan karena saya mampu menguasai sepuluh bahasa di dunia.
Sang Aji : oh begitu..ehmm..semakin kagum saya pada anda tuan Ravi..
Rahwana : jangan..jangan kagum dulu. Justru saya merasa diberi kehormatan untuk hadir di studio anda..selama ini saya tidak pernah diberi kesempatan untuk bercerita peperangan dengan Sri Rama itu menurut versi saya. Saya merasa ada ketidakadilan sejarah disini..
Sang Aji : untuk itulah saya mengundang anda Rav..
Rahwana : iya iya..terimakasih banyak.
Sang Aji : tapi saya nggak janji lho bisa mengubah persepsi yang telanjur melekat pada diri anda. Saya pernah menulis essay berjudul Kijang Kencana beberapa waktu lalu..namun yahh..ada beberapa pembaca saya yang menentang. Dibilang saya menyalahi pakem lah, menutupi kebobrokan moral lah..memutarbalikkan fakta lah..
Rahwana : ya mas Aji..saya ngerti kok. Toh..Tuhan Maha Adil ya toh mas? Sering saya berdoa “ya Tuhan..tunjukkan yang benar itu benar..”
Sang Aji : laah ini..berarti kan anda juga percaya bahwa diri anda benar?
Rahwana : galibnya..dalam peperangan tidak ada yang benar tidak ada yang salah..namun penyebab peperangan itu yang sangat memukul perasaan saya. Anda sendiri dapat melihat, di dunia ini tidak menjanjikan yang benar itu menang..kemudian kejahatan akan selalu kalah. Banyak contoh mas, kejahatan merajalela..banyak yang jadi korban tetapi keadilan tidak pernah dapat ditegakkan. Bahkan parahnya lagi pihak yang menang akan mencari ayat-ayat, firman Tuhan, undang-undang, konstitusi dan sebagainya untuk menjustifikasi tindakan kesewenangan mereka.
Sang Aji : maaf Rav, saya takut ada yang tersinggung.. boleh anda ceritakan saja peperangan di Alengka atau penyerbuan Hanoman saja supaya interview kita tidak melenceng terlalu jauh.
Rahwana : saya tidak mengkambinghitamkan penulis wiracarita Mpu Walmiki..bisa jadi ia memang dibayar Sri Rama untuk menulis sejarahnya menjadi demikian..tapi saya cukup salut karena ia memasukkan pesan-pesan moral yang mengagumkan dalam Epos tersebut. Jadi ya saya ikhlas saja..mungkin jalannya Tuhan memang demikian..meski saya harus berperan antagonis dalam sejarah. Tapi saya bersyukur dan ikhlas lho mas..toh sejarah tidak menentukan neraka atau nirwana-nya saya. Tuhan Maha Tahu
Sang Aji : ya..saya sepakat dalam hal ini. Tetapi wiracarita tersebut menceritakan bahwa anda, Rav, merebut Dewi Shinta dari Sri Rama..melarikannya ke Alengka dan melukai Jatayu yang mencoba menghalangi tindakan anda saat itu, menurut versi anda bagaimana?
Rahwana : Saya tidak melarikan Dewi Shinta, Mas Aji... kan sudah saya katakan tadi bahwa saya menghormati semua perempuan sebagaimana saya menghormati ibunda saya Kaikesi..
Sang Aji : Lalu, bagaimana yang sebenarnya?
Rahwana : saat itu saya melihat Shinta ditinggal sendirian di tengah belantara karena Rama dan adiknya Laksmana sibuk mengejar Kijang Kencana. Sebagai seorang lelaki yang menghormati wanita, saya trenyuh..kok bisa-bisanya si suami sibuk mengejar Kijang Kencana sementara si istri ditinggal sendirian di hutan? Trus lucunya lagi..Shinta disuruh tidak boleh keluar dari garis lingkaran yang dibuat oleh Rama. Apa nggak kebangetan tuh? Kalo ada harimau lewat tetap aja dia dimakan..
Sang Aji : hmmm..kan ada Jatayu?
Rahwana : Jatayu? Si burung brengsek itu? Dia tidur..mana urus dia sama Shinta. Kalo memang dia menjaga Shinta tidak akan mungkin Shinta sampe gelisah begitu..
Sang Aji : O ya..saya tertarik dengan kata-kata anda tadi.. Rama membuat garis lingkaran yang tak bolehkan Shinta keluar dari garis tersebut..penjelasannya gimana?
Rahwana : sama seperti begini mas.. suami asyik keluar..entah kerja..entah apa, tetapi dia mengekang istrinya dalam batasan-batasan dengan dalil dan dalih apapun.. yang penting istrinya nggak kemana-kemana. Kan brengsek tuh?
Sang Aji : I see.. tapi by the way nih Ravi.. anda sendiri konon mencintai Dewi Shinta?
Rahwana : mas.. orang terlalu picik menilai cinta saya. Saya hanyalah ingin melindungi..kalo memang dulu saya berniat jahat, pastilah kesucian Shinta sudah dapat saya rebut..lha wong banyak kesempatan kok!!
Sang Aji : begini Rav, Mpu Walmiki menceritakan bahwa konon Shinta adalah reinkarnasi dari Wedawati, perempuan istimewa di kehidupan anda sebelumnya?
Rahwana : anda percaya reinkarnasi?
Sang Aji : terlepas dari keyakinan agama.. masih sulit diterima pemahaman saya Rav.
Rahwana : (menghela nafas panjang).. ya.. dia dulu kekasih saya di kehidupan yang sebelumnya.. namun ia memilih lelaku sebagai pertapa. Tapi saya ikhlas kok mas... kemudian setelah saya menemukan ia kembali ternyata ia keburu diperistri oleh Rama. Tapi.. saya sangat bahagia, terlebih bila mengetahui ia telah bahagia.. bagi saya itu sudah cukup. Di masa lalu juga saya mengikhlaskan dirinya menjadi pertapa.
Sang Aji : prinsip yang sangat ksatria..salut buat anda
Rahwana : saya fokus pada karir dan pembangunan negri saya, Alengka. Negri yang sangat makmur, bayangkan saja..rumah yang paling miskin pun tidak berbeda jauh dengan istana Asoka tempat saya dibesarkan. Semua orang memiliki kereta dari emas.. anda dapat mengistilahkannya sebagai “baldhatun thoiyibatun war robbul ghofuur”..dengan cara itu saya dapat mengalihkan perhatian saya dari Shinta
Sang Aji : bisa saya pahami bagaimana perasaan anda ketika negri anda diserang dan dibakar oleh Hanoman. Kata-kata ini adalah empati saya buat anda
Rahwana : thanks bro.. memang Hanoman itu brengsek..ngakunya ksatria tetapi lagaknya kayak preman pasar. Sebenarnya saya malas berperang.. tetapi Hanoman datang tanpa etika.. lebih brengsek lagi Rama..kenapa ia kirim ksatria berwatak kera? Nggak beretika..kasihan rakyat saya mas.. mbok ya o.. kalo datang itu ada unggah-ungguhnya lah.. sampaikan niatnya apa..lha ini? Datang-datang kok bikin kerusuhan..bakar sana..bakar sini.. ya terpaksa saya kirim pengawal saya.
Sang Aji : trus kok malah berperang?
Rahwana : iya..soalnya si brengsek itu laporan ke Rama bahwa saya menolak memberikan Shinta..dan mengadakan perlawanan. Padahal maksud saya bahwa saya keberatan dengan caranya yang membabi buta membakar negri saya. Lebih pedih lagi ketika bulakrowo-nya Sugriwa membunuh putra saya..Aksayakumara
Sang Aji : oke..oke sampai sini saya paham.. namun apakah anda keberatan ketika Rama menaklukan kerajaan anda dan memberikan tahta tersebut pada Wibisana?
Rahwana : tidak..tidak keberatan.. saya tahu Wibisana sangat bijaksana.. beliau dulunya adalah penasehat saya di kerajaan Alengka. Namun saya berharap ia memerintah kerajaan dengan hati nurani, nggak usah kasih-kasih upeti kepada Rama..toh nanti menyengsarakan rakyat saja
Sang Aji : baiklah Ravi.. saya ucapkan terimakasih. Sebelum interview ini saya akhiri.. apakah ada yang ingin anda sampaikan?
Rahwana : pembaca..mungkin anda mengenal saya sebagai pria tanpa hati nurani. Terserah anda menilai bagaimana, neraka dan nirwana saya bukan anda yang menentukan. Jadilah diri sendri, bersikaplah ksatria, dan berusahalah untuk ikhlas pada kehendak Yang Maha Kuasa. Mungkin Tuhan hendak memberikan pelajaran kepada anda melalui catatan sejarah saya.. sekali anda melenceng keluar dari hati nurani..mungkin akibatnya lebih parah daripada yang pernah saya alami
Sang Aji : oke.. Ravi.. kini saatnya saya mengembalikan anda kepada masa dan dunia anda. Apakah anda siap?
Rahwana : ya..saya siap.
Sang Aji : baik..pejamkan mata.. bila saya menghitung satu sampai sepuluh..anda akan masuk pada kondisi ‘tertidur’ yang dalam..lebih dalam dan lebih dalam lagi..hingga pada kondisi trance. Kursi yang anda duduki mengeluarkan gelombang alphamatic yang akan menghantar anda ke alam morphogenic field..lalu ke masa anda ..di Alengka.
Rahwana : ya..lanjutkan saja mas..
Sang Aji : satu.. anda pejamkan mata anda.. dua...anda mulai merasakan sekeliling anda gelap..tiga..anda masuk lebih dalam.. empat..masuk lebih dalam lagi.. lima..ya bagus.. anda mulai mengalami Rapid Eye Movement.. enam..kesadaran anda adalah dunia lain yang bukan disini..tujuh..anda masuk..lebih dalam lagi..delapan..tidak peduli apa yang anda rasakan tapi anda masuk pada kondisi yang lebih dalam dan lebih dalam lagi..sembilan..trance..sepuluh....
BLASSS.. Rahwana lenyap
......................
(Sang Aji, Interview With Rahwana Sang Resi, Matawana Studio 25 September 2009).
Sang Resi = The Saint, orang suci..
Ps : "...bukan kesesatan benar menusuk kalbu, keridhaanmu menerima segala tiba, tak setinggi itu atas debu, dan duka maha tuan bertahta.." (Chairil Anwar)