Beberapa hari lalu, saya melihat program televisi yang menyoroti sebuah kota yang tertib, bersih dan asri. Bagi saya, sejatinya kota sebagai ibukota sebuah negara yang memang sangat layak karena Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) nya memang benar-benar matang, teratur, asri, rapi lagi bersih. Adalah Kota Putrajaya, Malaysia yang dimaksudkan. Wilayah Putrajaya diambil dari Selangor sebesar 46 kmĀ². Kota ini terhubung dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur (Kuala Lumpur International Airport - KLIA) serta Kuala Lumpur dengan KLIA Transit. Letaknya ini juga berada dalam Multimedia Super Corridor, begitu juga dengan Cyberjaya yang terletak di barat Putrajaya.
Meski selintas dalam tayangan di TV, saya begitu memperhatikan detail dari video itu. Betapa hebatnya negara tetangga kita yang notabene masih serumpun dengan Indoensia. Padahal negeri yang kini memiliki menara kembar itu merdeka tak jauh dari merdekanya Bangsa Indonesia yakni pada tahun 1957. Itu artinya selisih 12 tahun lebih muda dengan merdekanya Indonesia tahun 1945. Namun pada detik ini, detik yang sama, Indonesia - Malaysia sangat jauh berbeda. Khususnya berbeda dari segi infrastruktur dan ekonomi.
Singkatnya, ketika saya melihat sebuah bangunan kondominium bagi pegawai pemerintahan di Malaysia, saya sangat tertarik dengan infrastruktur itu. Tapi bukan dari sudut pandang bangunannya yang megah dan kokoh loh! Melainkan dari ide dan sederhananya pemikiran dari perencanaan kondominium tersebut. Saya menilai, aparatur pemerintahan di Malaysia benar-benar sangat diperhatikan. Konon, pegawai pemerintahan yang menempati kondominium itu diberikan kredit lunak dari pemerintah. Sederhananya, para aparatur pemerintahan di Malaysia sudah tidak diberatkan lagi dengan kebutuhan sandang dan tentunya kebutuhan pangan. Serta konsep kondominium pegawai itu setidaknya meminimalisir lahan hijau yang memang harus dibiarkan tumbuh.
Berbanding jauh dengan di Indonesia, pegawai pemerintahan masih harus 'berjuang dan berperang' untuk menikmati kebutuhan sandang. Karena pada umumnya pegawai pemerintahan di Indonesia masih berkutat seputar kebutuhan pangan alias kebutuhan perut. Di sisi lain, konsep kebutuhan perumahan bagi masyarakat terlepas itu peruntukannya bagi pegawai pemerintahan atau swasta atau masyarakat umum lainnya, di Indonesia lebih memilih model membangun perumahan yang terpaksa 'melahap' lahan hijau. Terutama lahan persawahan yang notabene lahan tersebut diatur dalam berbagai regulasi. Diantaranya UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Pemerintah (PP) pendukung lainnya yaitu PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, PP No 12/2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 25/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP No. 30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Mungkin karena Indonesia lebih luas dari Malaysia, sehingga Indonesia lebih berhak 'melahap' lahan yang dimiliki. Karena saya akui memang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dijelaskan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Nah, yang jadi pertanyaan, apakah penerapan dari UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) itu sudah sempurna dilakukan oleh negara dalam hal ini pemerintah? Sementara setiap tahun lahan hijau di Indoensia kian menyusut namun kesejahteraan masyarakat belum menujukkan grafik ke atas. Kembali ke Kota Putrajaya, selain konsep kondominium pegawai yang saya salutkan, wilayah itu juga berhasil diciptakan dengan tertib, tertur asri dan nyaman. Dan yang paling menakjubkan, Kota Putrajaya juga mampu membangun sebuah taman botani yang berisi lebih kurang 7.000 species tanaman dari seluruh dunia. Taman Botani itu justru bukan sebatas daya tarik untuk pariwisata namun untuk pendidikan dan penelitian.
Indonesia, tidak tergugahkan Engkau melihat 'Saudaramu' telah berlari jauh meninggalkanmu.(**)