Sejumlah kalangan di daerah berteriak lantang tentang moratorium pemekaran daerah. Dari banyak kejadian, tak jarang mengakibatkan bentrok dan korban jiwa seperti yang kali terakhir terjadi di Musi Rawas.
Sementara itu, di banyak daerah pemekaran, keterbatasan biaya, keterbatasan sumber daya manusia, pengalaman sebagai daerah baru, seringkali membuat perkembangan daerah pemekaran tertatih-tatih. Belum lagi sikap pemimpin yang tak selalu sejalan dengan tujuan awal pemekaran, sering membuat ide pemekaran daerah lantas menjadi salah arah. Ada anggapan bahwa itu tak lebih siasat para elite politik untuk meraih kekuasaan dan tak banyak berfaedah bagi masyarakatnya, bahkan membuat korupsi semakin merajalela dengan euforia kebaruan dan belum maksimalnya sistem pengawasan.
Dari itu kita sadari bahwa ada semacam relasi pandangan bahwa korupsi akan membuat pemimpin berjarak dengan masyarakatnya, dan akhirnya menyulitkan usaha menggalang dukungan rakyat. Kepemimpinan di daerah yang baru dimekarkan adalah sebuah kerja keras sekaligus godaan korupsi yang luar biasa. Dan pencapaian kesejahteraan rakyat berbanding terbalik dengan praktek korupsi di daerah tersebut.
Cerita tentang kepemimpinan Bupati Herman Deru bisa menjadi bukti. Pemimpin kabupaten pemekaran baru, Ogan Komering Ulu Timur ini tidak pernah membeli dukungan rakyat. Bupati ini cukup bekerja keras memperbaiki tingkat kesejahteraan warganya yang rata-rata petani. Imbalan yang ia peroleh luar biasa: 94.8 persen rakyat OKU Timur memenangkannya untuk periode kedua ditahun 2008, hampir tanpa kampanye dan memecah Rekor MURI milik Jokowi di Solo.
Dalam masa lima tahun masa kepemimpinan bukanlah waktu yang cukup untuk membuktikan program kerja yang dijanjikan. Butuh kerja keras dan tentunya mengurangi waktu tidur dalam mengarahkan dan mendogkrak kinerja sebuah wilayah pemerintahan yang baru terbentuk.