Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sotomie, Kado Kenaikan Kelas Penuh Pelajaran

15 Juli 2012   11:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:56 642 3

Hari pertama sekolah identik dengan segala sesuatu yang baru. Semangat baru, perlengkapan sekolah baru, hingga cerita – cerita pengalaman liburan. Apalagi untuk anak – anak yang lahir dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Perlengkapan sekolah baru seperti syarat wajib yang harus disediakan oleh pihak orangtua. Belum lagi jika nilai rapor mereka hasilnya sangat memuaskan serta menjadi juara kelas, sudah pasti ada tambahan hadiah lain yang kemungkinan akan dipamerkan di hari pertama masuk sekolah.

Saat duduk di bangku Sekolah Dasar, saya sempat menjadi penonton saat teman – teman sekolah saya pada hari pertama masuk sekolah datang dengan membawa peralatan sekolah yang baru. Dan bercerita dengan suara lantang tentang indahnya tempat yang baru saja ia dan keluarganya kunjungi.

Saya lahir dari keluarga yang sederhana. Mama seorang ibu rumah tangga, sementara papa bekerja bersama rekan – rekannya membuat satu kantor yang melayani jasa kepengurusan dokumen ekspor – impor.

Saat saya duduk dibangku kelas 1 sampai dengan kelas 3 saya masih seperti anak – anak lainnya yang menginginkan peralatan sekolah yang baru saat masuk kelas yang baru. Jika mama tidak membelikan saya langsung ngambek dan menangis. Sampai akhirnya mama mengalah dan membelikannya untuk saya. Terkadang saya juga minta liburan keluar kota.

Waktu terus berjalan, saya pun sampai di kelas empat. Tingkat dimana seorang anak sudah boleh diajak berfikir tentang kondisi orangtua. Hari itu pengumuman kenaikan kelas. Biasanya nama – nama yang mendapatkan peringkat 1 – 10 terpampang di papan tulis. Saya mencari nama saya dari urutan paling bawah. Terus berjalan ke atas. Betapa terkejut saya, saya masih bertahan di tiga besar. Saya pun mendekati mama yang sedang mengantri di ruang kelas untuk mengambil rapor. Di kepala saya sudah banyak sekali keinginan saat itu. ingin dibelikan sepatu yang pernah saya lihat di tabloid anak - anak, senyum saya sumringah. Mama pun nampak bahagia sekali saat saya membisikkan ditelinganya, “Ma, Ajeng masuk tiga besar lagi.” Sampai akhirnya nama saya dipanggil oleh wali kelas. Saya dan mama maju ke meja wali kelas, kami bertiga duduk berhadapan. Wajah wali kelas saya sangat aneh waktu itu, beliau mengatakan pada mama bahwa rapor saya tidak bisa diambil karena masih ada tunggakan bayaran sekolah dan uang buku. Mama menunduk beberapa detik, lalu kemudian mengangkat kembali wajahnya dan mengatakan pada wali kelas saya bahwa ia belum bisa membayar semua tunggakan yang harus dilunasi karena kondisi ekonomi kami yang memang sedang dalam masa pancaroba. Usaha papa bersama rekan - rekannya kena tipu. Hari itu pertama kalinya saya melihat mama hampir menangis di hadapan orang lain. Hilanglah semua keinginan minta dibelikan sepatu. Tubuh saya lemas. Ada sesak di dada. Betapa saya sangat kasihan pada mama.

Mama mohon pamit pada wali kelas saya, dan saya masih ingat sekali, beberapa orangtua murid lain yang duduk antri dibelakang kami memasang wajah iba. Sungguh – sungguh seperti adegan sinetron. Tapi itu benar adanya.

Karena lokasi antara sekolah dan rumah tidak terlalu jauh, maka kamipun berjalan kaki. Sepanjang jalan mama hanya diam saja. Saya pun bingung mau melakukan apa. Mama terus menggandeng tangan saya. Tapi entah mengapa di tengah jalan mama berhenti mendadak, beliau mengajak saya berbalik arah menuju ke Pasar yang dekat dengan rumah kami. Aku menurut saja. Kami terus berjalan. Wajah mama tidak sedatar tadi. Sekarang mama sudah bisa tersenyum.

Kami sampai di pasar itu, mama mengajakku ke sebuah warung soto yang dikenal cukup enak dan murah (Rp.2.500,- saat itu).  Aku dan mama memang sering kesana, aku sangat mengidolakan soto mie yang ada disana.

Mama memesankan 1 sotomie dan 2 es teh manis. Tak lama makanan pun datang. Mama menyuruhku makan. Sembari mengatakan, “Jeng, mama cuma punya uang untuk beli ini. Anggaplah ini kado kenaikan kelas ya. Mama janji kalau pekerjaan papa sudah lancar lagi, mama beliin semua yang Ajeng mau. Ayo di maem..”

Saat itu saya tidak bisa berkata – kata. Entah mengapa di usia sekecil itu saya sudah sangat memahami betapa mama sesungguhnya ingin membahagiakan saya walau bagaimanapun caranya. Akhirnya semangkok sotomie kami makan berdua.

Saat masuk sekolah tiba, seperti biasa, semua teman – teman berbagi cerita tentang liburan mereka. Semua yang mereka pakai serba baru. Saya tersenyum mendengar cerita mereka. Walaupun yang saya pakai tidak sebaru mereka. Saat salah seorang teman saya bertanya tentang kado kenaikan kelas, saya cuma bilang, mama memberi saya kado yang amat indah bahkan lebih indah dari sepatu yang saya impikan.

Sampai sekarang tiap saya merayakan sesuatu, entah itu ulangtahun, diterima kerja, atau perayaan lainnya saya selalu mengajak mama kembali ke pasar itu dan menikmati sotomie dengan kenangannya yang tak pernah kami lupa hingga saat ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun