Purnama bertengger dalam kelam
Malam-malam tenggelam dalam
Tak ada sajak, buram, suram dan hitam
Di beranda, retak-retak kata, bertuan
Datang tiba, usai semua luruh—selesai sajak lama
(Diam)
(Pelan-pelan) Perlahan
(Pergi)
Ada
Tarik ulur lalu mengulur, kau tawarkan rindu (lagi)
Kau tak mendikte kapan mawar menguar aromanya
Tentangmu; datang tiba, tak kutarik, namun terulur
Meluruh mencipta rindu baru
Kau, kesegalaan panorama usai beliung menelikung
Andai kata, sangkaan ini palsu
Aku takkan meluka, tak akan ada pedih peri
Sebab tak ada harapan yang sembunyi
Padamu jua; aku ingin menemu sajak putih
Meniti pagi menuju senja menanti malam, berlampu
Kau yang entah berdiksi atau kumbang yang ada mau
Aku tak inginkan kau jadi kumbang yang kembang gulingkan
Kau bukan kumbang, sayangku
Kau aroma dari mawar
Meliuk mencungkil rasa
Andai aku berandai-andai
Bangunkan aku dari seandainya (ini)
Apabila semua kau jelang
Dari sajak-sajakmu yang memutih
Biarkan aku melahirkan sajak muda
Bersamamu;
Aku mengenalmu lewat puisi
Menyentuhmu lewati intuisi
Andai kata ini ilusi
Izinkan aku tetap berpuisi
Sebab, kau mata air inspirasi
Kini; kau serupa puisi-puisi
Menganak rindu sampai tanak
Puisi tak kering
Puisi membawamu
Sampai padaku, tak tertukar.
Rangkasbitung, 03 Agustus 2014