Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Pisau Sang Pembunuh Bagian 6

23 Januari 2012   22:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:31 447 0
Ruangan rapat sub direktorat kriminal umum berbentuk kubus dengan luas sepuluh kali sepuluh meter kuadrat. Ruangan itu terdiri dari satu meja besar  berbentuk bulat  yang dikelilingi duapluh kursi. Ada white board dan LCD untuk memudahkan penerangan kasus. Ruangan rapat itu biasa digunakan untuk gelar kasus khusus dan rapat mingguan yang mebahas kerja subdirektort kriminal umum.

Mereka berlima di ruangan itu, Armin Maulana, Alfred, Saiful dan Adham. Maulana segera memutuskan Ketiga polisi piket yang mendatangi lokasi kejadian pertama kali yang membantu dia menjadi tim penyidik, kelima polisi itu dia pilih karena sudah tahu riwayat kasus. Setiap ada pembunuhan atau kasus besar, kepolisian akan membentuk tim penyidik yang bertugas untuk mencari hal-hal yang dan membawa penyidik ke tersangaka, seperti mencari bukti menanyai saksi yang terlibat dan rangkain penyidikan lainnya. Setiap tugas polisi diatur oleh undang-undang dan harus bertindak sesuai Operasional standart sistem. Dana dan waktu juga menjadi perhatian pihak kepolisian dalam mengurus kasus pembunuhan.  Kepolisisan biasanya mematok sejumlah dana untuk sebuah kasus pembunuhan dan biasanya tiga bulan adalah waktu yang diberikan untuk mengusut kasus itu. Tetapi dalam kausu Puply City, Maulana tidak yakin hanya akan memakan waktu selama tiga bulan.

"Baiklah, Kau akan bekerja bersama tiga orang polisi ini, Maulana?" Armin membuka percakapan. Maulana menatap ketiga polisi yang duduk di sampingnya, Hanya Alfred yang masih kelihat bugar Saiful dan Adham kelihatan mengantuk. Maulana memaklumi hal itu mengingat mereka piket sejak pukul dua belas malam. Sekarang sudah pukul sepuluh dan piket mereka berakhir pukul dua belas nanti. Dia berharap gelar kasus ini tidak lama.

"Iya, Pak.Mereka telah mengenal kasus ini dengan baik. Saya rasa mereka orang pas." Jawab Maulana. Armin mengangguk, Alfred sendiri senang terlibat kasus ini, begitupun Adham dan Saiful hanya saja mereka lelah dan mengantuk dan ingin segera pulang tidur.

"Baiklah, segera baca laporan yang telah di terima dari hasil outopsi mayat." Kata Armin kemudian. Maulana memberi isyarat kepada Alfred untuk memulai.

"Korban berjenis kelamin perempuan. Kematiannya terjadi pada pukul  dua lewat empat puluh lima menit dini hari. Kematian terjadi karena Hematoraks atau pendarahan hebat yang terjadi di rongga paru. Pendarahan terjadi karena tusukan menggunakan benda tajam di dada kiri korban sebanyak kurang lebih delapan kali. Terdapat luka yaitu di kemaluan korban." Alfred menarik napas sebentar. "Klitoris korban hancur akibat tusukan benda tajam, Labiya minor dan mayornyapun hancur. Pelaku juga menusukan pisau di lobang vagina korban."  Alfred berhenti lagi. Dia menarik napas panjang. Maulana, Armin, Saiful dan Adham juga ikut menarik napas panjang.

"Mengerikan!" Itu kata yang mampu diucapkan Armin. Dia membayangkan seseorang memasukan benda tajam ke dalam lubang vagina seorang perempuan.

"Pelakunya pasti gila." Sambungnya lagi, lalu memberikan isyarat kepada Alfred untuk melanjutkan laporannya.

"Terdapat luka sayatan di betis kanan dan kiri korban, di daerah pinggul dan paha." Alfred menyelesaikan laporannya. Kelima polisi itu terdiam bahkan tak tampak lagi ada kantuk di wajah mereka.

"Bagaimana laporan hasil olah TKP kalian?" Armin bertanya pada Maulana. Maulana mengambil buku yang ada didepannya.

"Korban bernama Honey berusia duapuluh enam tahun. Pembunuhan terjadi di lantai tiga kamar nomor 306 wisma Rose pada pukul dua dini hari. Korban adalah PSK yang bekerja di wisma tersebut. Kami telah berhasil memastikan korban dibunuh pelaku menngunakan benda tajam. Semua benda yang ada di kamar korban sudah diserahkan ke tim forensik untuk diteliti. Sejauh ini kami hanya bisa memastikan pelaku datang menggunakan lift atau tangga di wisma Rose, Modusnya adalah berpura-pura menjadi pelanggan masuk ke kamar korban dan membunuh korban di kamar korban sendiri." Maulana menjelaskan. Armin menyimak dengan penuh perhatian.

"Bagaimana dengan saksi? Sudahkah kalian menetukan tersangka dari saksi-saksi yang ada?" Dia bertanya lagi. Maulana memandang pada Adham yang bertugas untuk menanyai saksi.

"Saksi yang ditanyai ada lima orang. Puspita lima puluh enam tahun, pemilik wisma Rose yang melaporkan adanya pembunuhan, Jingga dua puluh tahun teman korban sesama PSK, Lestari duapuluh lima tahun PSK teman korban yang bersamanya sejak tadi pagi, Joko Satpam yang bekerja di wisma Rose yang selalu menjaga keluar masuknya tamu di Wisma Rose Dan Sumi petugas kebersihan di wisma Rose." Adham menjelaskan. Armin mengerutkan dahi,

"Bagaimana dengan pengunjung yang tidur dengan korban sebelum kematiannya? Apakah tidak ada daftar tertulis?" Katanya kemudian.

"Ada tiga orang pelanggan yang dilayani oleh Korban sebelum dia mati, Pak. Yang Pertama adalah Seorang pengusaha bernama Bayu, Seorang pengusaha juga bernama Ratno dan yang terkahir anak dari Gubernur wedangan, Johan." Jawab Adham. Armin, Maulana dan Alfred namapak terkaget.

"Anak Gubernur?" Tanya  Maulana kurang yakin. Adham mengangguk.

"Ini menurut perkataan Joko si Satpam, pak!" Katanya kemudian. Adham mencelos. Kasus ini kasus besar. Dia yakin media akan berpesta pora.

"Ini bukan berita bagus untuk Gubernur kita." Kata Armin. Kasus ini benar-benar rumit.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun