Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Life Story Tionghoa Muslim

2 Februari 2022   00:48 Diperbarui: 2 Februari 2022   01:17 215 2

Tanah air kita ini merupakan suatu negara kesatuan yang berbentuk Republik, diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki 17.504 pulau yang terbentang dari dari Sabang sampai Marauke. Jumlah belasan ribu pulau tersebut, 6.000 diantaranya pulau berpenghuni, sedangkan 11.504 pulau lainnya tidak berpenghuni, bahkan 9.634 pulau yang lain belum diberi nama. Disamping itu, tanah air kita secara administratif dibagi dalam 34 Provinsi, sekitar 416 kabupaten/kotamadya, 7.904 kecamatan dan kurang lebih 74.957 desa. Hal tersebut merupakan salah satu indikator bahwa negera Indonesia ini adalah suatu wilayah yang mempunyai heterogenitas yang sangat tinggi, baik dilihat secara vertikal (stratifikasi sosial) maupun secara horizontal (diferensiasi sosial). Heterogenitas yang ada akan berimplikasi pada kompleksitas dinamika kehidupan masyarakat, yang terkadang menimbulkan problematika dalam kehidupan bermasyarakat. Di satu sisi hal itu dapat menjadi potensi konsensus atau harmoni berkehidupan, dan di sisi lain dapat berubah menjadi konflik berkepanjagan. Dinamika kehidupan sosial yang dialami individu-individu menjadi tolak ukur bagaimana tingkatan sebuah interaksi sosial yang dialami oleh masyarakat. Hubungan antar kelompok etnik beserta dinamika sosial di dalamnya juga menjadi indikator penting dari keharmonisan sebuah bangsa.

Menelisik hubungan antara etnik, khususnya kelompok yang dianggap murni dilahirkan dari suatu tanah air dengan kelompok etnik yang seringkali diposisikan sebagai kelompok "pendatang", merupakan satu cara untuk mengungkap fenomena keharmonisan suatu bangsa. Kelompok Tionghoa di Indonesia misalnya seringkali diposisikan secara marjinal dalam interaksi sosial dengan kelompok etnik lainnya. Oleh karena itulah, kehidupan pribadi sosok-sosok Tionghoa khususnya Tionghoa Muslim menjadi potret pembelajaran tentang tingkat saling menerima satu dengan yang lainnya dalam masyarakat dan sekaligus pelajaran tentang sebuah dinamika sosial masyarakatnya. Setiap individu akan membangun pola dinamika serta interaksi sosialnya sendiri, termasuk dalam  memilih langkah dan sikap dalam kehidupannya. Kebebasan berekspresi adalah suatu tinjauan lebih dalam menunjukan identitas mereka. Sejarah mencatat bahwa sejak zaman penjajahan etnis Tionghoa diperlakukan "lebih" melainkan masyarakat padanan yang sama (pribumi) dari aspek ekonomi, bahkan kelas sosial yang mereka buat atau tempati. Secara stratifikasi sosial dalam segi ekonomi, masyarakat padanan yang sama ini berada pada posisi paling bawah, sedangkan kedua golongan lainnya jauh di atasnya.

Perbedaan di atas harus lebih mengedepankan sikap toleransi yang memang sangat diutamakan dan menjadi persoalan bahwa negara kita ini menerima dari semua golongan, dan budaya. Suatu hal yang lumrah jika kita melihat bahwa etnis Tionghoa muslim ini dianggap berbeda dalam aspek sosial, ekonomi serta interaksi sosial dengan etnik lain bahkan masyarakat padanan yang sama. Dengan seiring berjalannya waktu stigma tersebut hilang seketika. Maka dari itu integrasi sosial atau peleburan masyarakat menjadi sebuah soslusi utama dalam hubungan sosial yang mengarah pada kerukunan antar masyarakat beragama, etnis, dan budaya. 

Perpindahan keyakinan yang baru dari sebelumnhya ( menjadi Tionghoa Muslim) akan menjadi topik besar dalam menjalani hidupnya. yang paling awal mereka rasakan dengan berada diposisi sangat terasingkan dari keluarga, bahkan tempat tinggal mereka pada saat itu masih berada dalam ruang lingkup etnik Tionghoa Konghucu. Memisahkan diri menjadi suatu solusi agar menghilangkan intrik atau ketegangan yang sudah ia dapatkan dari keluarga dan masyarakat di tempat tinggal sebelumnya. Problematika dalam kehidupan yang dialami oleh kakek ini yang harus dijalankan dengan semestinya untuk memahami apa arti sebuah kehidupan. Sang kakek yang sangat teguh terhadap keyakinan barunya sebagai Tionghoa muslim ini, dengan cara apapun berupaya mempertahankan keyakinan barunya tersebut. Kakek tersebut memang mempunyai watak yang sangat berbeda dengan keluarga lainnya dalam menjaga dan mengakui identitas barunya. Penyesuaian terhadap kondisi yang dirasakan akan menjadi jalan terhadap sesuatu yang ingin dia tuju untuk meyakinkan bahwa agama yang ia pegang bukanlah apa yang selalu dipandang buruk oleh mereka. Mempraktekan kebaikan secara personal serta mencontohkan kepada keluarga dan masyarakat menjadi sebuah upaya penyesuaian diri ditengah dinamika dan interaksi sosial yang terjadi.

Identitas sosial sering kali menjadi pembeda antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat yang lain, sudah sewajarnya apabila muncul sikap skeptis terhadap kedatangan seseorang atau sekelompok orang dengan identitas dan etnis yang berbeda kedalam suatu masyarakat lokal. Hal ini dapat berujung pada penerimaan namun juga dapat berujung dengan konflik. Ketidaknyamanan sering kali timbul pada kelompok masyarakat pendatang yang merasa eksklusif dan sulit menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar, termasuk komunitas masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia. Pergesekan strata sosial antara Tionghoa, baik Tionghoa Konguchu, Katholik, Protestan ataupun Tionghoa Muslim dan masyarakat sekitar yang menjadi tema pokok dalam penelitian ini, dalam membentuk suatu peranan masyarakat karena interaksi sosial yang cukup tinggi. 



KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun