Mengapa benda asing yang berakal itu enggan berterus terang pada waktu? Mengapa mereka selalu berpaling pada yang datang dan memilih merangkul sesuatu yang jauh di sana? Atau hingga nanti akan terus demikian adanya? Lalu, tidakkah ada kesadaran dari tiap sentuhan kami yang berusaha mengingatkan? Tidakkah ada risau yang menyala ketika uluran tangan tak lagi menyentuh lembut nalurinya? Yang asing tetaplah asing.
Baiklah. Mulai detik ini mari kita coba dengan langkah baru. Jika peduli dibalas dengan acuh, maka diri nan jahat ini berubah haluan. Mari kita saling acuh saja! Bagaimana?
Rupa-rupanya memang telah direncanakan sedemikian rupa. Satu sisi, aku teramat bahagia menjamah kembali bangunan bersejarah nan penuh cinta. Di sisi lain, aku terjebak di kondisi sumber daya manusia yang sedikit sempat membuat geram jiwa. "Kumohon jangan seperti ini, Tuhan!", pintaku.