Ahli psikologi Diana Baumrind menyebutkan bahwa pola asuh atau parental control adalah cara orangtua membentuk perilaku anak melalui penerapan aturan, pemberian hadiah, dan pemberian hukuman yang disesuaikan dengan respons anak. Pendekatan ini juga mencakup cara orangtua merespons perilaku anak, baik dalam memberikan dukungan maupun dalam menuntut tanggung jawab tertentu. Para ahli lainnya, seperti Kohn dan Haditono, menggambarkan pengasuhan sebagai sebuah proses interaktif antara orangtua dan anak yang dapat membentuk anak menjadi pribadi yang sesuai harapan sosial. Mereka percaya bahwa cara orangtua berinteraksi dengan anak dalam menerapkan aturan hingga memberikan perhatian akan menjadi dasar yang berpengaruh besar dalam perkembangan anak di kemudian hari.
Dalam konteks pengasuhan, Baumrind membagi gaya pola asuh menjadi tiga tipe utama: authoritarian, authoritative, dan permissive. Orangtua yang memiliki gaya authoritarian cenderung tegas dan menuntut kepatuhan tanpa banyak memberikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan pendapat mereka. Biasanya, pendekatan ini diterapkan dengan aturan yang ketat dan jarang memberi pujian. Gaya authoritative, di sisi lain, menawarkan keseimbangan antara disiplin dan kasih sayang. Dalam gaya ini, orangtua tetap menetapkan batasan, namun mereka juga memberikan penjelasan dan mendengarkan pendapat anak. Pendekatan ini mendorong anak untuk menjadi mandiri, percaya diri, dan memiliki keterampilan sosial yang baik. Sedangkan pada gaya permissive, anak diberi kebebasan yang luas tanpa banyak aturan. Anak dari pola asuh permisif umumnya mandiri, namun sering kali kurang disiplin karena orangtua jarang memberikan batasan yang jelas.
Islam juga memiliki pandangan tersendiri tentang pengasuhan yang menekankan pentingnya keseimbangan antara kedisiplinan dan kasih sayang. Dalam pendekatan Islam, pengasuhan bukan hanya tentang memberikan aturan dan batasan, tetapi juga tentang pembentukan karakter atau akhlakul karimah. Tokoh seperti Yusuf al-Qardhawi menekankan bahwa pengasuhan harus melibatkan aspek mental, jasmani, intelektual, dan spiritual. Pengasuhan yang Islami ini ditujukan untuk membentuk anak yang sehat secara emosional, mampu berperan dalam masyarakat, dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai agama. Salah satu metode pengasuhan dalam Islam adalah melalui keteladanan, di mana orangtua diharapkan menjadi contoh baik bagi anak-anaknya. Pemberian nasihat dengan kelembutan juga menjadi cara yang ditekankan dalam Islam, seperti yang tertuang dalam Al-Qur'an dan hadis. Dengan menceritakan kisah inspiratif dan menyampaikan nasihat yang bijaksana, anak-anak dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai kebaikan dengan lebih mudah.
Selain itu, pengasuhan yang baik memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu membantu anak beradaptasi dalam lingkungan sosial dan menjadi pribadi yang diterima masyarakat. Elizabeth Hurlock mengungkapkan bahwa anak yang tumbuh dalam lingkungan pengasuhan yang positif akan lebih mampu berinteraksi dengan baik dan menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial mereka. Melalui pola asuh yang penuh perhatian, anak dapat mengembangkan kemampuan yang tidak hanya mendukung perkembangan pribadi mereka, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk berperan aktif di lingkungan sosial.
Pola asuh yang baik tidak sekadar memberikan disiplin atau kasih sayang, tetapi juga membantu anak menemukan identitas mereka, serta menyiapkan mereka menghadapi tantangan di masa depan. Setiap gaya pengasuhan, baik itu authoritarian, authoritative, atau permissive., memiliki dampak yang berbeda pada perkembangan anak, namun pendekatan yang Islami mengedepankan keseimbangan nilai dengan mengutamakan pembentukan karakter moral dan spiritual anak.