Mohon tunggu...
KOMENTAR
Dongeng

[FFA] Terima Kasih Cicak

19 Oktober 2013   11:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:19 64 0
Wasis Septiana : 368 ***

Suara burung beo ayah semakin membuat suasana ramai, seramai di ruang tengah. Hari ini adalah hari istimewa untuk kakakku. Semuanya ikut repot gara – gara kak Ulfa. Ayah sibuk membuatkan atribut berupa mahkota dari kertas emas. Semuanya sibuk. Lomba menari akan dimulai satu jam lagi. Kakakku akan menarikan tarian asal Aceh, tari Saman. Kak Ulfa memang pandai menari. Ia sudah berlatih sejak kelas 6 SD.  Kakakku juga pandai disekolah dan selalu juara kelas. Sejak kelas 1 sampai kelas 3 SMP. Hebat ya! Sambil menunggu pengumuman kelulusan Kak Ulfa menggunakan waktu luangnya untuk mengikuti lomba menari . Ia juga sudah banyak memenangkan berbagai perlombaan. Melukis, deklamasi, dan pernah menari di depan Bapak Gubernur dalam perayaan hari ulang tahun Kota Jogja tahun lalu. Dia jadi kebanggaan Ayah dan Ibu. Berbeda sekali denganku.

Kalau Kak Ulfa ada acara apapun pasti ditemani. Apa yang dibutuhkan Kak Ulfa pasti Ayah dan Ibu yang mencarikan. Terus, nanti akhirnya aku yang disuruh - suruh. Kamu pasti bertanya - tanya kenapa aku kelihatan sebel dengan Kak Ulfa?  Kalau aku, tidak akan seperti itu reaksi Ibu dan Ayah. Seperti kemarin - kemarin waktu aku mau lomba membuat kreasi dari barang bekas. Tidak seheboh ini.  Kan aku juga butuh diperhatikan.

"ck..ck..ck..ck..ck...ck"

Ah... cicak, kenapa kamu?  Menertawaiku ya?  Tidak ada yang lucu. Hwuu.. Terus lagi, waktu aku dapat nilai bagus, juga tidak diberi pelukan seperti kalau Kak Ulfa. O iya, sama waktu aku juara lomba sepak bola antar kelompok kelas 5, aku pulang membawa piala Ayah dan Ibu tidak sebahagia saat kemenangan Kak Ulfa waktu lomba melukis. Ahh.. Kak Ulfa!

"ck...ck..ck...ck...ck...ck"

Dimana sih cicaknya, seneng banget lihat orang kesel. Jangan ngetawain terus dong!!

"Alfii.. ngapain kamu ngomong sendiri. Sama cicak? ayok berangkat. Ikut nganter Kak Ulfa lomba kan?" Ajak Kak Ulfa.

"Apa sih.. Iya.. iyaa bawel." Jawabku. Awas kamu cicak!!

***

Tuh kan.... Kakakku menang. Aku seneng juga sih, tapi Ayah dan Ibuku..... berlebihan.

"Alfi.. sudah siap kamu, Nak?" Teriak Ibu.

"Sudah Bu..." Jawabku lemas.

Hari ini hari  minggu. Liburan sambil merayakan kemenangan Kak Ulfa. Makan bersama di Restoran Seafood kesukaannya. Apa - apa pasti dituruti kalau Kak Ulfa. kemenangkanku dulu tidak sampai seperti ini perayaannya.

"ck..ck...ck...ck...ck....ck"

Hih, Cicak lagi..cicak lagi.. aaarrrgghhh!!!!! -_-

***

"Alfii.. bangun nak...."

"hoammm... apa sih?" aku coba membuka mata.

"Anak manis, ayo bangun nak.."

"sii...si...si...... sia..siaapa kamu? ka. ka...ka....kamu cicak? ke.. kenapa kamu bisa bicara?

"heheh.. iya, aku cicak. Aku yang selalu menertawakanmu itu. hihi.. maaf ya."

"Kenapa kamu menertawakanku?"

" Habisnya aku sebel. kamu selalu iri dengan Kak Ulfa."

"Kenapa kamu yang sebel, aku dong yang sebel. Aku tak pernah diperhatikan. Berbeda dengan Kak Ulfa. Kamu tahu itu kan?"

"Kenapa kamu sebel? Karena kamu tidak diajak jalan - jalan ketika merayakan kemenanganmu waktu itu?"

"Iya, kenapa?"

"Apa kamu tidak ingat pas kamu menang lomba sepak bola itu kakakmu yang mengantarkan minum untukmu? Apa kamu tidak ingat, kakakmu lah yang memotretmu dan mencetakkan untuk kamu pasang dikamar itu? Apa kamu tidak ingat, setelah  itu Kak Ulfa membelikan sepatu bola untukmu? Apa kamu tidak ingat Alfi?

"Lalu, kenapa?"

"Alfii.. kemenangan itu tak harus dirayakan besar - besaran. Nanti kamu malah terkecoh dan cepat puas, akhirnya kamu tidak mau berusaha lagi, karena kamu sudah puas dengan kemenanganmu. Bukankah perhatian kakakmu lebih berarti daripada perayaan yang kamu inginkan itu?"

"hiks..hiks... Iya cicak. Aku ingat semuanya, bahkan kakakku juga yang selalu mengantarku berlatih. Aku malu cicak."

"Nah, Alfi jangan berburuk sangka dulu dengan Kak Ulfa. Justru dia sangat baik padamu. Yang penting itu adalah perhatian  keluargamu, bukan bagaimana perayaan kemenangan atas prestasimu. Ayah Ibumu juga sangat perhatian padamu, buktinya mereka tidak pernah melewatkan segala kebutuhan yang kamu inginkan. Mereka semua sayang kepadamu, dan tidak pilih kasih antara kamu dan Kak Ulfa. Jadi kenapa kamu harus iri, kasih sayang Ayah dan Ibu tak terbagi kok. percaya deh!"

"Iya ya cicak.. sekarang aku mengerti. aku harus minta maaf dengan Kak Ulfa."

"Iya, Alfi. Itu lebih baik."

"Baiklah, terima kasih cicak."

"sama - sama Alfi.., aku harus pergi dulu. daah Alfi..."

"Cicak.. jangan pergi dulu.. Cicak.... Cicak.. jangan pergii.. aku masih ingin bicara padamu...Cak..Cicaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk!!!!!!!"

"Hahahahahahahah...... Alfi, bangun woy.. haha. kenapa kamu?"

"Ehh.. Kak Ulfa. Kak, lihat cicak ga?"

"Apa? Cicak? Kamu ini kenapa sih, kemarin bicara sendiri sama cicak, sekarang nyari - nyari cicak. Mimpi apa kamu?"

"hehe.. Kak Ulfa..."

"Apa?"

"ngg....ngg... Kak Ulfa.. Maaf ya kak, aku selama ini sebenarnya iri pada kakak. Habisnya Ayah dan Ibu hanya perhatian sama kakak, selalu merayakan kemenangan kakak. Kakak kan pintar, berbeda denganku."

"Kamu ini kenapa,  kamu juga pintar kok."

"Tapi kenapa ayah dan Ibu tak pernah ikut ribut mempersiapkan kebutuhanku kalau aku mau  lomba?"

"Lomba apa? persiapan apa? Kalau persiapan lomba sepak bola, apa yang harus dipersiapkan Ayah dan Ibu untukmu? Ikut kamu lari - lari latihan menggiring bola? Begitu.? haha.."

"kakakkkk...... bukan begituu...."

"Haha, lalu yang bagaimana? Ayah dan Ibu kurang perhatian apa sama kamu Alfi?"

"Itu, waktu kakak lomba menari itu, serumah ribut semua gara- gara mempersiapkan lomba untuk kakak. Aku juga yang disuruh - suruh. Ambil inilah, itulah.."

"Iya  karena itu persiapannya memang banyak,  Alfi. sekarang dengarkan kakak. Kakak itu tidak pernah berusaha merebut perhatian Ayah dan Ibu. Mereka juga tidak membedakanmu Alfi. Kita itu sama, sama - sama disayangi Ayah dan Ibu.

"Tapi kan kak.."

"Tapi apa lagi Alfiii genduuttt... gemes deh. Kalau kamu ingin lebih disayangi ayah dan Ibu, kamu harus jadi anak yang cerdas, berbakti pada orang tua, tidak nakal dan jadi anak yang baik. Gampang kan? Tidak usah iri ini itu. Itu sifat yang tidak baik, dan anak yang cerdas itu bisa menjadikan iri sebagai semangat, supaya ia lebih maju."

"Iya kak, Alfi mengerti. Alfi janji, tidak akan iri lagi. Kalau aku ingin lebih disayangi, aku harus jadi anak hebat. Biar Ayah dan Ibu bangga padaku. Iya kan Kak?"

"Betul sekali. Dan, jangan suka ngomong sendiri sama cicak.. hahahah.."

"aahhhh.., Kak Ulfa, jangan ngeledek deh.."

"Haha, emang gitu kan? Kamu suka ngomong sendiri sama cicak. Awas lhoh, bisa - bisa tidurnya nanti ditemani sama cicak. hiiiiiiiiiiiiii........"

"Kak Ulfa........!!!!"

"Hahahah..."

"Kak?"

"Hem."

"Kak , terima kasih ya."

"Iya Alfi, adik Kak Ulfa  yang paling pintar sedunia cicak. sama - sama. Sini, peluk."

"Kak Ulfaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa"

"Hihihihiiihi"

Aku tidak akan iri lagi Kak. Aku harus jadi yang terhebat. Terima kasih Kak Ulfa. Terima kasih Cicak.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Commnuity sebagai berikut ini :

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun