Kemuhammadiyahan merupakan salah satu aliran keagamaan dalam Islam yang berkembang di Indonesia. Ajarannya berlandaskan pada Al-Quran, Hadis, dan ijtihad para ulama Kemuhammadiyahan. Tujuan utamanya adalah mengajak umat Islam Indonesia untuk mencontoh akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad SAW.
Sebagai sebuah aliran keagamaan yang lahir pada awal abad 20, Kemuhammadiyahan telah berkembang pesat hingga saat ini. Jumlah pengikutnya mencapai sekitar 5-10 juta jiwa yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Di era modern dan globalisasi saat ini, pengembangan ajaran Kemuhammadiyahan menghadapi tantangan dan hambatan yang cukup besar. Tantangan dan hambatan ini harus diidentifikasi dengan baik agar dapat dicari solusi yang tepat untuk menjaga eksistensi dan pengembangan ajaran Kemuhammadiyahan ke depannya.
Beberapa tantangan utama pengembangan ajaran Kemuhammadiyahan di era modern antara lain:
Pertama, tantangan arus globalisasi dan modernitas. Globalisasi telah membawa perubahan sosial yang sangat cepat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus informasi begitu deras dari berbagai belahan dunia. Gaya hidup materialistis dan hedonis juga ikut merebak. Semua ini tantangan bagi ajaran-ajaran tradisional Kemuhammadiyahan.
Kedua, munculnya berbagai paham dan aliran keagamaan baru yang menawarkan pendekatan dan tafsir agama yang berbeda. Kemuhammadiyahan dituntut untuk terus berinovasi agar tetap relevan dan menarik bagi generasi milenial.
Ketiga, maraknya radikalisme atas nama agama yang cenderung mengusung paham eksklusif dan intoleran. Kemuhammadiyahan yang dikenal moderat dan toleran rentan diserang kelompok radikal.
Keempat, semakin berkurangnya minat generasi milenial untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran keagamaan tradisional seperti Kemuhammadiyahan. Mereka lebih tertarik pada hal-hal duniawi dan instan.
Kelima, menjamurnya hoaks dan berita bohong di media sosial yang kerap kali ditujukan untuk menyerang dan merusak citra Kemuhammadiyahan di mata masyarakat.
Di sisi lain, pengembangan ajaran Kemuhammadiyahan juga menghadapi sejumlah hambatan, antara lain:
Pertama, keterbatasan sumber daya manusia dan dana. Pengembangan ajaran membutuhkan SDM yang mumpuni dan dana yang cukup besar.
Kedua, pengaruh budaya dan adat istiadat yang terkadang bertentangan dengan ajaran murni Kemuhammadiyahan. Tidak mudah memisahkan mana ajaran agama dan mana kebudayaan.
Ketiga, stigma negatif di masyarakat akibat serangan dan tuduhan sesat dari kelompok radikal kepada Kemuhammadiyahan
Keempat, minimnya pemanfaatan teknologi dan media sosial oleh Kemuhammadiyahan untuk penyebaran informasi dan penguatan ajarannya.
Kelima, kurang luasnya jaringan komunikasi dan solidaritas antar pengikut Kemuhammadiyahan dari berbagai daerah.
Tantangan dan hambatan yang dihadapi Kemuhammadiyahan tersebut jelas sangat berat. Namun demikian, masih terdapat peluang dan harapan untuk mengatasinya. Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:
Pertama, merumuskan kurikulum dan metode pendidikan agama Kemuhammadiyahan yang kontekstual dengan semangat zaman milenial.
Kedua, optimalisasi peran media sosial dan konten digital positif untuk sosialisasi ajaran moderat Kemuhammadiyahan.
Ketiga, menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberantas informasi hoaks yang merusak citra Kemuhammadiyahan.
keempat, pemberdayaan pondok pesantren dan pendidikan Kemuhammadiyahan sebagai basis pertahanan ajaran moderat ditengah maraknya paham radikal.
Kelima, menggalang komunikasi dan solidaritas yang kuat antar anggota dan pengurus Kemuhammadiyahan dari berbagai daerah di Indonesia.
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan Kemuhammadiyahan mampu mempertahankan eksistensinya dan terus berkembang di tengah tantangan zaman yang semakin berat. Kemuhammadiyahan dipercaya dapat terus menjadi kekuatan Islam moderat dan progresif di Indonesia.
Kesimpulan:
Pengembangan ajaran Kemuhammadiyahan di era modern saat ini menghadapi tantangan berat akibat arus globalisasi, munculnya paham radikalisme, berkurangnya minat generasi milenial, serta menjamurnya hoaks di media sosial. Disisi lain, keterbatasan SDM dan dana, pengaruh adat istiadat, stigma negatif, serta minimnya pemanfaatan teknologi menjadi hambatan bagi Kemuhammadiyahan.
Solusi:
1. Merumuskan kurikulum dan metode pengajaran agama yang kontekstual dan menarik bagi generasi milenial.
2. Meningkatkan peran media sosial dan konten digital positif untuk penguatan ajaran moderat 3.Kemuhammadiyahan.
Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberantas informasi hoaks dan radikalisme.