Dua puluh satu Juni, hari kelahiranya kembali, ia menjadi lebih tua. Â Di luar sana hujan deras, sama halnya dengan hatinya. Di hari kelahirannya, ia tak merasa bahagia tidak seperti yang lain. Â Pikirnya melintas pada masa kepedihan yang tak mau pergi selama sepuluh tahun belakangan ini. Lampu-lampu kamarnya tidak begitu terang, Lelaki berbadan besar itu duduk menumpu kepala pada kedua tangannya dekat tepi jendela kamar. Hari-hari ia lewatkan dengan sunyi, menata puzzle hati yang telah hancur karena sebuah takdir.
KEMBALI KE ARTIKEL