Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Dua Kali Bambang Soesatyo Merusak Ruang Publik?

14 September 2011   06:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:58 680 2
Bukan kali ini saja Bambang Soesatyo membuat pernyataan yang diduga kuat membohongi publik. Setidaknya itu yang saya rasakan. Pekan lalu, anggota Komisi III DPR ini menyatakan, Hesjam Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi, memenangkan gugatan terhadap Pemerintah Indonesia di Pengadilan Arbitrase Internasional. Artinya, pemerintah Indonesia kalah melawan kedua buronan itu.

Sebelumnya, Bambang Soesatyo, ketika menjadi anggota Pansus Century DPR, juga melakukan hal serupa. Dia mengatakan memiliki bukti rekaman, bahwa Robert Tantular hadir ketika rapat untuk menentukan keputusan Bank Century di Bailout. Bambang mengaku punya rekaman. Ruang publik riuh dan opinipun terbentuk.

Belakangan diketahui secara jelas, bahwa itu bukan Robert Tantular, tapi Marsilam Simanjuntak.

Pernyataan publik terkini Bambang terkait kekalahan Pemerintah Indonesia vs Hesjam Al Waraq dan Rafat Ali, dibantah Kedutaan Besar Republik Indonesia di Belanda, tempat dimana biasanya sidang Arbitrase yang dimaksud Bambang dilakukan.

"Logikanya, kalau benar namanya arbitrase itu, mesti kedua pihak yang sama-sama setuju mengadakan penyelesaian alias settlement," ungkap Lasro Simbolon, diplomat RI yang mengurusi bidang politik di KBRI Den Haag.

Kata Simbolon, pihak KBRI sudah melakukan pengecekan  di Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag. "Tidak ada tuh."

Simbolon menjelaskan, selama ini pihak KBRI Den Haag tidak pernah mendapat notifikasi apa pun mengenai upaya hukum terkait kasus Bank Century di Belanda.

"Kedubes RI mengecek ke berbagai lembaga internasional yang ada di Belanda mengenai pemenangan Rafat, tetapi hasilnya nihil," ujar Simbolon melalui sambungan telpon internasional.

Dari dalam negeri, Jaksa Agung Basrief Arief juga membantah pernyataan Bambang.

Basrief menjelaskan, memang Pemerintah RI sedang menghadapi gugatan arbitrase oleh Rafat Ali Rizvi melalui forum ICSID (International Centre for the Settlement of Investment Disputed ) di Amerika.

"Sidang belum berjalan. Masih dalam proses persiapan penunjukan arbiter serta kesepakatan tentang presiden tribunal untuk memulai persidangan," tegas Basrief.

Bagaimana bisa dikatakan Pemerintah Indonesia mengalami kekalahan, seperti yang dikatakan Bambang, sementara persidangannya belum selesai.

Bila merujuk pada kedua sumber bantahan terhadap pernyataan Bambang terkini, maka ada dua point yang didapat. Pertama, di Belanda tidak ada sidang yang berkaitan dengan Arbitrase terkait perkara Hesyam Al Warah-Rafaat Ali Rizvi melawan Pemerintah Indonesia.

Kedua, memang ada gugatan terkait point pertama di ICSID di Amerika Serikat, tetapi persidangan belum dimulai, jauh dari adanya keputusan, seperti yang dikatakan Bambang.

Nah, bagaimana Bambang bisa menyatakan Pemerintah Indonesia kalah melawan Hesyam-Rafat di Arbitrase?

Tentu ada kemungkinannya. Pertama, Bambang menjadi hakim yang memutuskan gugatan Hesyam-Rafat vs Pemerintah Indonesia. "Pengadilan arbitrase internasional mewajibkan pemerintah RI membayar Rp 4 triliun kepada Hesham dan Rafat."

Kemungkinan kedua, Bambang mewakili Hesyam-Rafat dan juga mewakili Pemerintah RI. Kemudian, bilang..."ya Pemerintah Indonesia kalah deh.."

Kemungkinan ketiga, tentu berkaitan dengan motif Bambang secara personal atau kelompok.

Entah apa motif yang ada ketika membuat dua pernyataan itu?  Hanya dia yang tahu.

Bila motif Bambang mencari sensasi dan popularitas, tentu jauh. Sebab, sosok seorang Bambang sudah melewati tahap itu.

Bila hanya sekali Bambang membuat pernyataan seperti itu, tentu masyarakat bisa memberi maklum, bahwa dia keseleo lidah. Namun, bila sudah berulang, tentu kuat diduga ada sesuatu yang janggal didalam dirinya?

Memang ada pepatah lama yang mengatakan: Keledai yang bodoh saja tidak mau terperosok kedalam lubang yang sama. Tapi, itu Keledai.

Tentu tidak bisa mempersalahkan media massa yang mengutip pernyataan publik, Bambang Soesatyo. Kenapa? Pertama, Bambang dalam kapasitasnya sebagai nara sumber, jelas. Dia anggota Komisi III DPR yang menggeluti bidang hukum. Kedua, ketika membuat pernyataan tidak bersifat khusus, tapi kepada banyak wartawan.

Memang, publik untuk beberapa saat mendapatkan informasi yang salah dan berulang. Lantas, bagaimana pertanggungjawaban terhadap pencemaran ruang publik? Sulit.

Ada satu jalan terobosan, itupun kalau ada yang ingin mencoba. Wartawan yang mendapatkan informasi dari nara sumbernya, lantas menyiarkan/memberitakan --- dan ternyata kemudian informasi itu merupakan kebohongan, melakukan gugatan hukum terhadap nara sumbernya.

Setidaknya, ada alasan yang bisa dijadikan untuk melakukan gugatan hukum? Merasa dirugikan nara sumber karena turut membantu menyebarkan informasi bohong.

Ini memang langkah yang sulit. Namun bukan berarti tidak bisa. Bila celah ini dilakukan, setidaknya, kedepan ruang publik bisa dikurangi tingkat pencemarannya. Nara sumber menjadi tidak sembarangan memberikan pernyataan yang tidak akurat atau jauh dari kebenaran. Yang pasti, kebohongan publik sangat berbeda dengan kritik atau analisis.

Kesehatan ruang publik perlu dijaga. Untuk menjaganya, itulah kemudian, verifikasi dan konfirmasi menjadi disyaratkan untuk sebuah berita, sebelum disiarkan atau diterbitkan. Utamanya informasi yang mengandung unsur tuduhan kepada pihak-pihak tertentu.

Dengan demikian, ruang publik tidak terbelah. Informasi kebohongan berjalan disatu sisi, sementara di sisi lainnya berjalan informasi dengan akurasi terpercaya. Lantas, kita mau kemana? Membuat sehat atau membiarkan tambah sakit. Sebab, media massa yang memiliki badan hukum, tentu tidak sama dengan sosial media, semacam akun twitter misalnya.

Sekadar catatan, kasus yang dikatakan Bambang Soesatyo bahwa Pemerintah Indonesia telah kalah melawan Hesyam - Rafat, masih tercantum dalam kelompok kasus yang terkena penundaan dengan nomor urut 118 dalam situs ICSID.

(@RM Zulkipli, Pemerhati Ruang Publik)

*Pendapat ini juga sudah ditampilkan di rubrik Pendapat di website Politikindonesia

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun