Pagi itu aku mendorong sepedaku menuju gerbang sekolah sambil berlari. Namun ada sesuatu yang membuatku berhenti, ada seorang bapak guru yang belum kukenal. Oh iya, mungkin itu guru baru yang temanku bicarakan kemarin. Beliau berdiri di belakang gerbang sekolah. Aku terdiam sesaat, akhirnya aku menghampiri beliau lalu bersalam dengannya.
Mari beralih ke masa sekarang, aku dan teman sekelasku Dira sedang duduk di ruang BK. Bukan karena kita anak bermasalah, tapi untuk ekstrakulikuler. Pak guru baru, yang kusalami dua hari lalu, masuk ke kelas ku. Ternyata beliau mengajar bahasa indonesia. Hari itu beliau tiba tiba mengumumkan bahwa ada estrakulikuler atau eskul baru di Matsadibon, dan beliaulah pembinanya. Hei, bukankah ini baru hari ketiga atau kedua semenjak pak guru mulai mengajar disini?
Beliau mengajak bagi yang berminat untuk mengikuti eskul penulisan kreatif yang baru saja didirikan itu. Dira yang bingung hendak ikut eskul apa mendadak mengajakku, lebih tepatnya memaksaku untuk menemaninya di eskul penulisan kreatif. Nampaknya tidak buruk, jadi aku mengiyakan saja. Pak guru bilang siang itu juga pertemuan pertama diadakan.
Di ruang BK selain aku dan Dira, ada seorang kakak kelas perempuan yang nampak pendiam, dia duduk disebelahku. Bu guru BK menyambut kita bertiga lalu duduk dibelakang meja gurunya. Tak lama setelah itum datanglah pembina eskul kita, sebut saja pak Setya.Setelah segala macam pendahuluan yang sebenarnya bukan kesukaanku. Eskul yang awalnya ku kira disebut eskul Penulisan Kreatif ternyata bernama lengkap Cendekia Matsadasibon ekskul penulisan kreatif. Intinya begitulah penjelasan pak Setya. Berikutnya ada visi dan misi eskul penulisan kreatif atau Cendekia Matsadibon, menurutku yang kedua lebih keren jadi sebut saja itu.
"Visi dan misi eskul ini adalah membentuk suatu komunitas yang cerdas, jadi layaknya seorang cendekiawan. lalu seperti nama eskulnya, penulisan kreatif, kita harus jadi kreatif ya nak disini. Kemudian kalian harus siap memperindah nama MTsN 2 Situbondo ini dengan tulisan-tulisan kalian di tingkat regional bahkan nasional." Jelas panjang lebar bapak pembina Eskul Cendekia Matsadibon.
"Dira, nanti aku liat catatan mu ya. Aku lupa membawa buku tulis hehehe..." Bisikku sambil menyenggol Dira, yang dengan rajinnya mencatat. Untungnya aku dibalas dengan anggukan dan tatapan julid.
Ternyata eskul berakhir dengan cepat siang itu. Namun, lusa ada pertemuan eskul lagi, kukira pertemuan berikutnya hari sabtu pekan depan tapi malah hari senin pekan depan. Tidak apa, aku cukup bersemangat untuk lusa, karena pak Setya bilang lusa mulai menulis.
"Maksudnya penulisan kreatif itu kita nulis kayak fiksi gitukan, seperti puisi sama cerita misal?" Tanyaku pada Dira seraya kita memasuki ruangan BK.
Sebelum Dira bisa membalas bu guru BK mendahuluinya "Iya nak, setau saya pak Setya rencananya seperti itu." Aku dan Dira membalas dengan mengangguk-angguk saja.
"Baik anak anak, siang ini, coba kalian buat satu saja tulisan mengenai masalah yang ada disekitar kalian. Bisa tentang peraturan sekolah misal atau adab," ujar pak Setya.
Beberapa menit penuh keheningan di ruang BK berlalu, kakak kelas disampingku, sebut saja kak Arin, dia sudah sibuk dengan tulisannya sendiri. Bahkan tulisannya sudah mencapai satu paragraf lebih, sedangkan kertasku masih kosong. Nampaknya Dira sudah mendapat ide, sayangnya ketika aku berusaha mengintip isi kertasnya dia akan menutupi dengan tangannya sambil menatapku tajam. Aku beralih mengamati sekitaran ruang BK, bu guru tersenyum ke arah ku dengan ramah, dari ekspresinya, sepertinya beliau sadar aku tidak ada ide. Ada sih, tapi.. aku ragu.
"Tulis saja apapun yang ada dipikiranmu nak." Seolah membaca pikiranku, bu guru BK berusaha menghilangkan keraguanku.
Akhirnya aku mengangkat pensilku lalu mulai menulis, tulisanku itu mengenai pacaran. Aku tau bahwa pacaran itu dilarang dalam islam juga sekolah ini, lagipula ini adalah sekolah madrasah. Namun aku biasanya acuh tak acuh dengan teman-temanku yang pacaran, bagiku, selama aku tidak ikut-ikutan bukan masalahku. Tapi di eskul ini aku diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan tidak suka atas perilaku seperti itu yang selama ini aku pendam, jadi lebih baik jujur saja kan?
Akhirnya kita bertiga, lebih tepatnya setelah aku selesai menulis karena yang lain selesai terlebih dahulu. Setelah menjelaskan pentingnya publikasi ketika menjadi seorang penulis atau cendekiawan, pak Setya menyuruh kita untuk memposting tulisan kita di media sosial.
"Hah?!" Ucap ku dan Dira bersamaan. Setelah pak Setya membaca tulisanku, beliau bilang bahwa topik yang kupilih sudah relevan. Jujur saja, aku agak ragu untuk memposting, aku tidak terbayang bagaimana reaksi anak-anak lain ketika melihat tulisanku.
"Saya harap dengan menulis mengenai masalah disekitar kalian, dapat meningkatkan kesadaran dan menyampaikan pendapat kalian mengenai masalah-masalah yang kalian bahas di tulisan hari ini. Dengan memposting di sosial media, kalian juga akan menyebarkan kesadaran ini ke orang-orang disekitar kalian." Pesan pak Setya. Aku masih skeptikal untuk memposting, tak terbayang reaksi murid-murid Matsadibon lain ketika melihat tulisanku. Tapi berkat perkataan pak Setya dan bujukan Dira akhirnya aku memposting tulisanku. Anehnya setelah memposting bukannya merasa gelisah, aku merasa lega. Aku berharap tulisanku akan punya pengaruh, sekecil apapun, pada yang pembaca.
"Hei bagaimana menurutmu eskul penulisan kreatif ini?" Tanya Dira padaku siang itu ketika kita pulang sekolah bersama, Dira aku bonceng di atas sepedaku.
"Ehm.. lumayan seru? Entahlah, yang penting aku akan menetap." Balasku santai.
"Sungguh? Yey! Sudah ku bilang kan, pasti kau akan suka!" Walaupun tidak melihat wajah Dira secara langsung, tapi aku dapat merasakan dia tersenyum lebar dengan bangga.