Manusiawi, ketika seseorang diberi perhatian lebih, maka orang lain akan menginginkan perhatian juga. Mungkin, mahasiswa tersebut berkaca pada Sugiyanto yang menjajakan ginjal demi menebus ijazah putrinya. Antiklimaks dari aksi tersebut, pemerintahlah yang kemudian turun tangan.
Lantas mengapa para mahasiswa melakukan aksi serupa? Mencari sensasi, kah? Meminta dukungan? Baiklah, saya memang bukan mahasiswa PTN tersebut, dan saya tidak pernah mengalami hal serupa (mengajukan surat penundaan pembayaran dan tertolak--red), namun menurut saya, aksi para mahasiswa tersebut kurang tepat untuk dilakukan oleh mahasiswa. Selama ini, mahasiswa selalu menggembar-gemborkan diri mereka sebagai agent of change, tetapi apakah menjual ginjal merupakan satu solusi yang bijak? Ginjal bukanlah mainan, bukan sesuatu yang dapat dengan mudahnya diperjualbelikan layaknya makanan ataupun buku koleksi.
Tidak, saya tidak menyalahkan aksi mereka untuk memperoleh keadilan. Sebelum melakukan aksi, bukankah seharusnya mereka mengerti konsekuensi melakukan jual-beli ginjal? Tidak tahukah mereka bahwa jual-beli organ tubuh manusia di Indonesia termasuk dalam tindak pidana khusus dan diatur dalam Undang-Undang? Tepatnya dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Berpedoman pada aturan hukum tersebut, setelah menjual ginjal nanti, akankah mereka tetap bisa melanjutkan kuliah? Barangkali, masalah ini menjadi lebih rumit dan melebar ke mana-mana. Bukannya mendapatkan uang untuk biaya kuliah, melainkan harus membayar denda yang nominalnya berlipat-lipat dari biaya kuliah. Atau bahkan justru mendekam di penjara...
Mengapa tidak mencari solusi lain? Bukankah mahasiswa sebagai kaum intelek seharusnya bisa melakukan aksi tanpa bermain-main dengan kata jual ginjal? Bagaimana jika di kemudian hari makin banyak orang yang meniru aksi mengancam jual ginjal demi memenuhi kebutuhan mereka? Siapkah para mahasiswa yang menjadi harapan masyarakat tersebut bertanggung jawab?
Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyalahkan ataupun mendiskreditkan satu pihak. Bagaimanapun, fenomena semacam ini terjadi karena peran banyak pihak. Biaya kuliah yang sejak dahulu mahal dan kini makin mahal telah memporakporandakan keinginan anak-anak Indonesia untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak. Bagaimana seluruh anak Indonesia bisa menempuh jenjang pendidikan yang tinggi bila bangku kuliah hanya diperuntukkan bagi mereka yang berduit? Seorang kawan yang menempuh pendidikan di institusi terkait bahkan menceritakan bahwa mahasiswa salah satu prodi angkatan 2013 ini harus membayar 52 juta kepada pihak universitas. Sungguh miris. Mana implementasi Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.”?
Lantas sampai kapankah masyarakat Indonesia harus melakukan aksi menjajakan ginjal demi melanjutkan kuliah? Dan pemerintah...sampai kapan biaya kuliah terus melambung sedangkan negeri ini membutuhkan insan-insan yang berpendidikan?
Di saat seperti ini, saya justru semakin bersyukur karena menempuh pendidikan di sebuah PTN di kota Solo yang notabene memiliki biaya kuliah dan biaya hidup yang masih terjangkau. ;)