Pertama-tama, Kita hidup menghampar di persada dunia ini dengan seluruh immanensi-nya. Satu-satunya hal yang paling dekat dengan "mitos objektivitas" itu adalah alam material. Untuk sementara, kebenaran akan terasa ketika ia berlindung di bawah payung material, fisikal, bukan yang lain. Kebenaran adalah apa yang dirasakan, difikirkan, dan dikonfirmasi oleh alam nurani, bukan di luar itu semua. Ketika ada orang miskin mendengarkan seorang ulama yang berkata bahwa Allah-lah Sang Pemberi rezeki, "kebenaran" ucapan ini belum sempurna sehingga orang miskin tadi mendapatkan bantuan sekardus mie instan dari para missionaris Kristen. S0 ... siapakah pemenang duel "Transendensi Sang Pemberi" Rizkiversus "Immanensi sekardus mie instan" ?, lantas manakah dari keduanya yang kita sebut kebenaran menurut si miskin tadi ?