26 Desember 2004, tragedi bencana alam tsunami (badai dan gelombang raksasa) menimpa Aceh. Tidak terasa, akibat bencana alam raksasa itu, lebih dari 100 ribu warga Aceh, saudara saudara kita sebangsa, tewas. Lebih lebih dari ratusan ribu orang menderita cedera berat, cacat permanen, dan cacat ringan. Wilayah Aceh secara geografis dan topografis berubah total. Sebagian bangunan fisik yang hancur bisa diperbaiki. Tapi sangat banyak pula yang tidak bisa diperbaiki, bahkan hilang sama sekali. Dan, yang paling mengenaskan, banyak warga Aceh yang selamat kini telah kehilangan segala galanya. Misalnya, kehilangan keluarga, kehilangan harta, dan menderita tekanan jiwa.
Tetapi, akibat bangunan hancur total, topografis berubah total dan tata ruang menjadi hancur. Lain, yang sangat menyulitkan saat ini adalah pemetaan harus batas kepemilikan tanah dan lahan. Warga yang selamat tidak tahu atau sulit menentukan batas-batas tanah yang dimiliki karena bangunan serta pohon-pohon di sekitarnya yang pernah tumbuh sebagai pembatas kini musnah total.
Untuk memulihkan tanah Aceh, ekologi, ekosistem, ekososial, serta lingkungan kemasyarakatannya, rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh yang luluh lantak membutuhkan waktu 10 sampai 15 tahun ke depan. kita harus memberikan simpati dan semangat agar saudara-saudara sebangsa di Aceh yang selamat segera bisa mengubah jalan hidupnya untuk mengarungi masa depan baru setelah jiwa dan raganya terguncang tsunami tahun lalu. semangat untuk membangun kembali diri sendiri secara mandiri justru sangat penting, sebab hanya dengan semangat yang mandiri mereka bisa segera bangkit menghilangkan penderitaan.
Kemandirian tersebut menjadi kunci yang sangat vital agar rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh berjalan sesuai kehendak sosial serta sesuai kondisi psikologi, eko sosial, ekosistem ,dan ekologi Aceh. Rakyat Aceh sendirilah yang paling mengetahui memahami dan paling mengerti mengenai wajah Aceh pada masa depan fase tsunami.
Hingga kini korban di Aceh akibat musibah gempa dan tsunami tersebut tercatat 129.775 jiwa meninggal dunia, 36.786 jiwa dinyatakan hilang, dan 174.000 jiwa masih menjadi pengungsi. Sementara itu, 120.000 rumah rusak atau hancur, 800 KM jalan dan 2260 jembatan rusak dan hancur, 693 fasilitas kesehatan rusak dan hancur, serta 1662 bangunan sekolah rusak dan hancur. Berdasarkan perhitungan nilai kerugian akibat bencana tersebut lebih dari rp41 triliun dengan biaya perbaikan rp5 triliun lebih. pasca musibah gempa dan tsunami populasi di Nanggroe Aceh Darussalam sekitar 3.510.000 jiwa.