Sebagai orang yang baru saja bermukim di lingkungan baru, rasa ingin tahu mendorong saya untuk menjelajahi tempat-tempat yang baru dikenal. Siang itu, sepulang sekolah di hari pertama, saya bersama seorang kawan baru berjalan kaki dari sekolah di kawasan Putra menuju perhentian bis di daerah Chow Kit. Meski sudah mendengar cerita bahwa Chow Kit ini bisa dikatakan sebagai Little Indonesia, saya tak menyangka julukan itu benar adanya dan membuat saya hilang orientasi tempat untuk sesaat. Saya tak merasa ini di negeri orang! Berada di sini tak beda rasanya dengan rasa ketika saya berada di daerah Cicadas atau Kosambi, Bandung. Merdunya lantunan suara Tegar, pengamen cilik yang sedang naik daun hingga hingar bingarnya musik dangdut yang menampilkan penyanyi-penyanyi seronok yang tak saya kenali, memenuhi kedai-kedai elektronik dan pedagang CD (entah bajakan atau orisinal). Tak seberapa jauh dari daerah Chow Kit, di Sogo dekat dengan daerah Mesjid India, lagu-lagu yang diputar di jaringan mall dunia itu, mayoritasnya adalah penyanyi Indonesia. Bangga juga rasanya, Indonesia menjadi kiblat musik orang-orang di sini. Pengakuan-pengakuan untuk kualitas Indonesia dari masyarakat sini banyak terungkap dalam obrolan-obrolan dengan mereka : “Muzik Indon banyak bagus, ma…” kata seorang warga tempatan keturunan Cina. Atau ada seorang jiran kami yang sering berkata :” orang-orang Indonesia itu are very creative people, ape-ape je, boleh mereka buat. Makanan diorang pon best gile…. sedap!”. Sayangnya, tak semua warga sini menyatakan pengakuannya untuk saudara tua mereka setulus yang lain. Banyak juga sih, yang malu-malu mengakui dan merasa superior.