Di kantor, saya menempati ruangan yang berbeda dengan karyawan lainnya. Luas, nyaman, dan lagi-lagi wangi. Maklum 13 tahun berkarir, saya berhasil menduduki jabatan tinggi dalam sebuah perusahaan media. Sebuah usaha dan perjuangan yang saya syukuri dengan bahagia.
Aiiiiiihhhh .... Itulah memori 2 tahun silam.
Dengan alasan ingin membesarkan anak-anak, saya akhirnya mengalahkan ego saya untuk terus berkarir. Saya memilih menjadi ibu rumah tangga.
Saya saat itu menganggap bahwa pekerjaan ibu rumah tangga, tidaklah sesulit dan seberat pekerjaan saya sebagai jurnalis, yang dituntut memiliki stamina yang prima, daya tembus narasumber yang kuat, jaringan networking yang luas, dan otak yang tidak boleh lelah berpikir. Belum lagi untuk posisi saya saat itu, haruslah punya kemampuan editing sekaligus memimpin anak buah, membaca pasar, dan update berita2 terbaru lebih cepat dan aktual, dan ilmu menejerial yang handal. Jadi, jadi ibu rumah tangga itu mudah.
Kenyataannya....
Saya akhirnya tersadarkan oleh keadaan dan kenyataan. Bahwa persepsi dan cara pandang saya tentang  posisi ibu rumah tangga ternyata salah. Menjadi ibu rumah tangga yang full time, 24 jam sehari mengurus suami, anak-anak dan rumah, ternyata tidaklah semudah seperti yang pernah saya bayangkan selama ini.
Lantas, apa perbedaan antara wanita pekerja dengan ibu rumah tangga. Banyak sekali. Â Tapi, sebelumnya tulisan ini adalah opini pribadi saya berdasarkan pengalaman yang saya alami.
Aktifitas di pagi hari
- Wanita pekerja di kantor : lebih dulu mempersiapkan dirinya. Setelah urusan diri sendiri selesai, dia akan mengecek anak-anaknya yang telah ditangani oleh para pembantu. Makanan biasanya sudah tertata rapi di meja makan. Seluruh keluarga siap menyantap. Tapi, ada juga ibu bekerja yang masih sempat memandikan anaknya.
- Ibu rumah tangga : membangunkan anak-anaknya. Kalau ada yg usia dibawah 7 tahun, si ibu terlibat memandikan si anak. Ikut merapikan anak hingga siap berangkat sekolah termasuk menyiapkan kelengkapan seragam, tas dan isinya, termasuk snack yang akan dibawa ke sekolah. Beberapa ibu langsung terlibat dalam urusan dapur mempersiapkan sarapan pagi. Ia juga sudah mempersiapkan segala keperluan suaminya untuk berangkat kerja.
Aktifitas keluar rumah
- Wanita pekerja di kantor : Ada yang berangkat bersama-sama anaknya ke sekolah. Atau, ada juga ibu yang langsung berangkat ke kantor, sementara anak-anak diantar sopir, atau mobil antar jemput.
- Ibu rumah tangga : banyak ibu yang memilih mengantar anaknya sendiri ke sekolah. Memastikan anak masuk sekolah, dan kemudian bersosialisasi dengan sesama ibu yang mengantar anaknya ke sekolah.
Aktifitas pagi hingga siang
- Wanita pekerja di kantor : pastilah bekerja di kantor.
- Ibu rumah tangga : menjalankan roda pekerjaan di dalam rumah. Mulai dari belanja untuk masakan esok hari, mencuci baju, menyapu dan mengepel rumah, menyeterika, qmembersihkan kamar anak-anak, dan sebagainya. Ia juga bisa menjalani bisnis dari rumahnya setelah semua urusan rumah tangga selesai. Biasanya, ibu rumah tangga juga mengurusi semua pembayaran-pembayaran dan bertemu orang-orang yang sedang bekerjasama dengan keluarganya, misalnya tukang, dan lain-lain.
Ibu akan menjemput anak pulang sekolah. Sebagian, akan langsung mengantar anaknya ke tempat-tempat kursus. Ibu rumah tangga punya banyak waktu untuk bertemu guru-guru si anak di sekolah.
Aktifitas sore hari
- Wanita pekerja di kantor : biasanya mereka masih di kantor atau dalam perjalanan pulang.
- Ibu rumah tangga : memastikan anak telah mandi dan siap makan malam. Mengecek buku-buku pelajaran, membaca surat-surat dari sekolah, mempersiapkan anak belajar, dan perlengkapan sekolah anak untuk esok hari. Ibu akan mengajak anaknya beribadah bersama-sama.
Aktifitas malam hari
- Wanita pekerja di kantor : setelah keluarga berkumpul, sebagian keluarga memanfaatkan waktnya untuk makan bersama, dan bercengkrama dengan anak-anaknya. Tapi apabila suami sitri pulang larut malam, mereka hanya punya waktu sedikit untuk bertemu anak-anak.
- Ibu rumah tangga : karen ia memiliki banyak waktu luang dengan keluarganya, ia akan menikmati kebersamaan dengan lebih santai. Menemani anak-anaknya belajar, dan menemani suami bercengkrama. Ia siap mengantar anak-anaknya tidur dengan tenang, atau bahkan ditemani dengan cerita dongeng menjelang tidur.
Stres kah menjadi ibu rumah tangga? ... Tergantung...
Capek kah menjadi ibu rumah tangga? .... Iya juga.... Hehehehee (curcol dikit)
Jenuh kah ? .... Kadang-kadang...
Banyak wanita yang masih diselimuti keraguan ketika ia harus memilih antara menjadi wanita pekerja di kantor atau menjadi ibu rumah tangga. Konon, untuk menentukan pilihan itu, banyak wanita yang harus mempersiapkan batinnya jauh-jauh hari, atau berbulan-bulan, bahkan sampai tahunan.
Ya, memang tidak mudah ketika pilihan itu dibuat. Bayangkan saja. Kebebasan finansial yang dulu sempat kita rasakan saat bekerja, sulit ditemukan saat kita memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Ibaratnya dulu 2 keran, sekarang hanya 1 keran untuk pengeluaran yang sama besarnya. Tentu saja akan menimbulkan stres tersendiri bagi wanita tersebut.
Seorang teman bahkan sampai 'harus' membuka beberapa deposito di bank. Ia berdalih sebagai persiapan sebelum mengajukan pensiun dini. Tentu saja persiapan ini menjadi ide yang tepat. Tapi, bagaimana kalau kita tidak punya uang dalam jumlah besar untuk di investasikan.
Atau teman lain yang sibuk membesarkan kerja sambilannya di luar pekerjaan kantor karena dia ingin punya usaha sendiri setelah keluar kerja nanti. Tentu saja ide ini bisa jadi persiapan yang sangat matang.
Sebagian teman yang menjadi ibu rumah tangga -tanpa usaha sambilan atau pekerjaan di rumah yang menghasilkan uang- banyak yang mengaku stres. Saya suka menggodanya dengan istilah stres akhir bulan. Butuh kejelian khusus untuk mengelola keuangan agar roda kehidupan terus berjalan.
Berbeda dengan ibu rumah tangga yang memiliki kesibukan di rumah. Misalnya bisnis online, jualan produk tertentu, menulis, dan sebagainya. Umumnya para ibu ini tidak terlalu mengalami kejenuhan menjalani profesinya sebagai ibu bekerja di rumah. Ia bisa membagi waktunya antara tanggung jawab mengurus rumah, dan kesenangan pribadi ya mengurusi hal-hal yang sedang ia jalani dan nikmati. Beruntng lagi, para ibu ini bisa menambah income atau pendapatan rumah tangga, walaupun mungkin masih belum sebesar gaji di kantor.
Nah, bagaimana rasanya jadi ibu rumah tangga?
Tentu saja menyenangkan.
Dengan waktu yang sangat longgar, kita bisa melihat perkembangan anak-anak kita secara langsung. Tahu setiap permasalahan anak baik secara personal, di sekolah, atau di lingkungan sekitarnya. Kita bisa mengatahui kemajuan pelajaran si anak, dengan mengecek buku-buku pelajarannya ataupun bertanya langsung dengan para guru atau pembimbingnya. Kita akan lebih dekat secara pribadi dengan anak. Umumnya, ibu rumah tangga bisa menjadikan dirinya sebagai 'teman' bagi si anak, hingga bisa dijadikan teman diskusi ataupun teman curhat.
Seorang psikolog pernah memberikan tanggapan tentang kelebihan anak-anak yang didampingi ibunya secara langsung. Anak akan menjadi lebih tenang, terkontrol emosinya, punya rasa percaya diri dan kebanggaan, hingga akan berdampak pada kemajuan pendidikan di sekolahnya.
Ada istilah, dibalik sukses seorang suami ada istri yang hebat. Saya pun juga punya istilah, dibalik anak yang hebat, pasti ada ibunya yang selalu mendampinginya di saat suka dan duka.
Jadi, kalaupun ada stres saat menjaga dan mendampingi anak-anak dan keluarga di rumah, saya punya trik sedikit ;
- Berpikirlah bahwa rejeki sudah ada yang mengatur. Kalaupun terasa serba kekurangan, itu berarti, kita harus lebih jeli lagi mengatur keuangan. Uang jangan membuat kita menjadi stres. Tidak mungkin Tuhan membuat kita sengsara, sementara niat baik kita adalah untuk anak-anak, suami, dan keluarga.
- Saat anak berangkat sekolah, putar lagu-lagu yang menenangkan. Kalau kita memiliki player DVD, tonton satu film kesayangan. Setelah badan rileks, barulah kita bekerja untuk urusan rumah tangga.
- Ajak anak-anak bersenang-senang. Tidak harus dengan mengeluarkan uang banyak. Dengan mengajak mereka naik motor, mobil atau bersepeda keliling kota bersama-sama sudah membuat si anak senang. Saat inilah kita bisa menjadi timing untuk berbagi cerita tentang kejadian di sekolah atau cerita apa saja yang membuat anak jadi lebih terbuka.
- Sediakan satu ruang di rumah untuk tempat berkumpul. Di tempat inilah kita bisa tempatkan permainan anak, buku-buku bacaan, komputer, dan apa saja yang disukai anak. Dengan begitu, kita akan lebih mudah mengontrol anak. Anak juga tidak akan tertutup.
- Apabila Anda mulai jenuh, coba ikuti satu atau lebih grup, komunitas, atau kelompok di dunia nyata maupun di jejaring sosial. Aktivitas bercanda dan sharing pendapat dengan para teman ini akan membuat kita mudah melupakan permasahan di rumah.
- Bikin jadwal yang fleksibel untuk seluruh kegiatan di rumah. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Apabila, kita mulai terasa capek dengan pekerjaan rumah, jangan pakasakan diri untuk mengerjakannya. Misalnya, baju yang belum di cuci dan seterika, bisa kita masukkan ke laundry. Tentu saja tidak setiap hari, karena akan mengganggu stabilitas keuangan.
- Hadapi ulah anak-anak dengan kepala dingin. Memang terkadang emosi sempat terpancing manakala anak-anak yang masih kecil membuat ulah, bertengkar, merusak, dan melawan, tapi kuncinya hanya satu, yaitu tidak terpancing emosi. Apabila kita sudah tidak kuat menahan emosi, luapkan di satu tempat yang tidak dilihat si anak, misalnya di kamar mandi.
- Buatlah rencana tentang masa depan, apakah tetap bertahan menjadi ibu rumah tangga, atau akan membuat usaha sendiri di rumah. Membuat usaha sendiri tentu saja butuh modal, nah carilah usaha yang modalnya terjangkau dan bisa membuat kita bahagia.