Bisik-bisik tetangga pun terdengar, mereka menyuruh Bisma menangguhkan sumpahnya. But a promise is a promise, Mr. Politician. Bisma yang memiliki integritas diri, berpegang teguh bahwa janji Ksatria tidak akan sirna begitu saja, hanya bisa diakhiri nyawa. Demi menghindari dari bisikan-bisikan yang membuat gundah gulana, Prince Bisma menyibukkan diri mengikuti berbagai kegiatan.
Senin pagi dimulai dengan ikut Yoga, dilanjut dengan memanah dan les bahasa Kawi-Inggris-Perancis-Belanda-Jerman. Selasa pagi dimulai dengan pilates bersama ibu-ibu karang taruna Hastinapura, dilanjut berkuda dan diakhiri dengan ikut pertemuan komunitas hukum di Indonesia Lawyer Club. Rabu pagi mengikuti kelas ilmu politik dan pemerintahan kemudian masuk kelas strategi peperangan yang dipandu oleh kakak-kakak dari Kopasus dan Densus 88 (aiih mateeek, serem amat). Kamis pagi diawali latihan wushu, karate, kempo, judo, pencak silat, anggar, lempar lembing dan diakhiri lari 400 meter (busyet, ini mah cabang olahraga Sea Games diikutin semua). Jum’at pagi ikut sepak takraw dengan anak kampung sebelah, kemudian les vokal ke Mbak Bertha dan berlatih piano dengan Purwacaraka. Sabtu dan Minggu bersama komunitas pecinta alam ikutan trekking naik gunung. OK, penulis mau istirahat dulu. Menulis kegiatannya saja bikin capek butuh param kocok parcok .. pasti cocok. Apalagi yang menjalani kegiatan itu.
Pada suatu malam setelah pulang dari latihan tempur, Permaisuri Satyawati memanggil Prince Bisma.
“Prince Bisma, anakku. Come come to mamah please”.
“Ya mah, ada apa?”
“Prince Bisma, kok kamyu sibuk teyus siyy? Temen-temen sosialita mamah sampek heran lho liat kamyu gak pernah di Istana”.
“Mamah kan tau Bisma ikutan les sana sini”.
“It’s OK deh, mamah manggil kamyu kesini karena ingin meminta pertolongan. Adik kamyu si Wicitrawirya kan sekarang sibuk menjadi raja, padahal dese masih jomblo. Duuh cyiin, mamah takut kalau dia menjadi hombreng alaihom gambreng, nanti tidak ada penerus kerajaan ini. Mamah gak bisa mati dan menemui papahmu di Surga kalau kerajaan ini tidak ada penerusnya”.
“Hmmm .. gitu ya mah. Mamah benar juga, kerajaan ini harus ada penerusnya. Aku ingin membantu, tapi apa yang bisa kulakukan mah? Aku aja bukan anak gaul, gimana bisa nyomblangin cewek dengan Adik Wirya?”.
“Kata temen-temen sosialita mamah, di Kerajaan Kasi sana ada sayembara ‘burung gombal’, jadi yang paling pinter memanah burung dan nggombal, maka dia akan membawa pulang 3 putri raja untuk dinikahi”.
“Yaaaelah mah, gaul aja gak pernah kok disuruh ngegombal. Kalau memanahnya mah gak kuatir, kalau ngegombalnya nih amit-amit”.
“Udahlah, kamyu coba dulu nak. Nanti mamah ajarin, kalau soal rayu merayu mamah kan jagonya. Ya ya ya .. sudah sana kamu buka website Kerajaan Kasi dan registrasi online dulu atau bisa juga lihat akun twitter mereka @KerajaanKasiOfficial”.
“Baiklah mah”.
Setelah registrasi dan bayar biaya administrasi, Prince Bisma berlatih terus memanah bersama para guru yang berasal dari lembah Baliem, Papua. Mereka memang terkenal jago memanah dan sangat dia hormati.
Tibalah lomba memanah dan merayu itu, Prince Bisma berangkat ke Kerajaan Kasi mewakili adik tirinya Raja Wicitrawirya disertai doa mamah Satyawati dan rombongan manasik kloter pertama. Di lokasi lomba ternyata banyak sekali jawara-jawara burung gombal berseliweran, mereka rupanya maestro merayu ulung tapi belum tentu dalam soal memanah. Lomba memanah dimulai sebagai babak pertama.
Punggawa Kerajaan Kasi menaruh burung di atas masing-masing kepala Putri Amba, Putri Ambika dan Putri Ambalika. Barang siapa yang bisa memanah ke-3 burung itu sekaligus dalam jarak 100 meter, maka akan dinyatakan sebagai pemenang babak pertama. Sebagian besar peserta yang ikut pada jiper duluan, lha kalau meleset kena kulit para putri tersebut, apa gak nyawa yang jadi taruhan.
Akhirnya tinggal 2 orang yang sanggup mengikuti babak pertama, yaitu Prince Bisma dari Kerajaan Hastinapura dan musuhnya Pangeran William dari Mbokkingham Palace. Pangeran William dengan mata tertutup melepaskan panahnya dan berhasil memanah 3 burung itu sekaligus dengan satu anak panah saja. Penonton yang berjumlah satu juta itu langsung tepuk tangan dan bersorak sorai.
Giliran Prince Bisma maju dengan tenang lalu mengambil ancang-ancang memanah. Ternyata saudara-saudara, Prince Bisma tidak hanya memanah dengan mata terpejam, tapi juga dengan dengan salto, koprol, sesekali kayang, malah kadang disertai Head banging atau kepala diputer-puter kayak orang kesurupan jin emprit seperti trio macan. Para penonton langsung melakukan standing ovation selama 1 jam dan Prince Bisma dinyatakan sebagai pemenang.
Babak ke-2 dimulai, Prince William yang bersungut-sungut karena dikalahkan di Babak pertama, berniat menggagalkan kemenangan Prince Bisma yang sudah di depan mata. Dia akan mengerahkan seluruh kemampuan merayunya.
“Jeng Amba, punya obeng gak?”
“Of course not lah?”.
“Tapi kalau senyum buat Kanda, punya kan?”.
Krik krik krik krik .... penonton hening, hanya terdengar jangkrik.
“Jeng Ambika, punya obeng gak?”
“Aiiih .. ya gak punya lah”
“Tapi kalau hati buat Kanda, punya kan?”.
......
5 menit kemudian ....
3 jam kemudian ....
Penonton dan jangkrik pun sama-sama hening karena kebosanan.
“Sekali lagi nanya obeng, gue gampar lu yee. Elu kate kita bertiga tukang bengkel apa?!?” Sungut Ambalika.
“Hihihi ok ok, kl memang obeng gak punya, Jeng Ambalika punya mimpi kan? Ini saya mau nawarkan produk obat, manjur lho kalo diminum rutin”.
“Owww, memang sinting lu, masak nawarin MLM ke istana”
Kali ini penonton dan jangkrik tidak hening saudara-saudara, tapi nimpukin Prince William dengan obeng campur beling dan clurit!!
Daaan .. Prince William lari tunggang langgang sambil melolong “Njur piyeee jodooohku caaaah”.
Tibalah saat Prince Bisma maju, semua agak pesimis, secara Prince Bisma orangnya gak luwes dan gaul.
“Jeng Amba, Jeng Ambika dan Jeng Ambalika. Aku tidak bisa menggombal, hanya bisa mempersembahkan musikalisasi puisi karya Kangmas Sapardi diiringi permainan pianoku”.
Kemudian denting piano yang sendu dan syahdu pun mengalun ... Disusul dengan suara Prince Bisma yang merdu, tulus dan menyayat kalbu.
Aku Ingin ...
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana ..
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu ..
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana ..
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada ..
Para putri dan penonton hanya bisa terdiam dan menganga mendengar dentingan piano dan suara yang begitu menusuk kalbu ...
“Putri, bagaimana ini, OK nggak?” Tanya Penasehat kerajaan kepada ketiga putri yang menopang dagu seperti gaya Cherrybell saking terpesonanya. Dan ketiganya serempak menjawab “OK Cyiiiin”.
Penasehat kerajaan pun segera mengumumkan di depan umum
“Dengan ini, pemenang sayembara adalah Prince Bisma, perwakilan dari kerajaan Hastinapuraaaaa!!!”.
Penonton pun bersorak sorai meyambut kemenangan Prince Bisma.
Ketiga putri pun diboyong ke Istana Hastinapura untuk dinikahkan dengan Raja Wicitrawirya. Pernikahan ala Royal Wedding Jawi ini akan diselenggarakan 7 hari 7 malam dengan dimeriahkan oleh Syahrini dan OM Palapa.
Namun tak dinyana, Jeng Amba menaruh hati kepada Prince Bisma. Semenjak penampilan musikalisasi puisi tempo hari, Jeng Amba begitu kesemsem dengan Prince Bisma. Makan jadi tak enak, tidur tak nyenyak, gairah memuncak, akhirnya mood pun menjadi rusak. Pokoknya galau abessss.
“Kak Amba, why you co cedih gitchuu cihh?” Tanya Ambika.
“Iya Kak, lu kenapa jadi gini sih?” Cecar Ambalika.
“I don’t know, Aku juga tak tauh adik-adikku .. ada sesuatuuu’ yang mengganjal”.
“Duuuh, cecuatuuu’ banget yak Kak?”
“Kakak, jangan bo’ong deh, pasti lu mikir Prince Bisma kan? Ya kan kan kan?”
“Iyaaaaa ... hiks hikkks” Pecahlah tangis Jeng Amba.
“Kak, jangan sinting deh, kita ini akan jadi istri Raja Wicitrawirya, tau ga sih lu”.
“Iyaaah, but My heart sudah kesemsem sama Ayang Bisma. Remember galz, a woman must be a master of her own destiny”.
“Aiiiih, co cweet dech Kak .. mauuu juga duuuung”
“Hushhh, itu gak boleh tau”. Bentak Ambalika ke Ambika.
“Udah lah Dik, Kakak want to jyalan-jyalan dulu ngilangin capek. I’m so tired”.
Berjalanlah Jeng Amba di taman, tak dinyana dia melihat Ayang Bisma .. eh Prince Bisma latihan memanah. Jeng Amba langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
“Ayaaang, I miss you. Ternyata you sedang main panahan disini”.
“Maaf, dengan siapa Jeng Amba berbicara?” Tanya Prince Bisma sopan sambil menurunkan senjata panahnya.
“Of course padamu ayang Bisma. I heart you lah”.
“Jeng Amba, tolong jaga sikap. Jeng Amba akan menikah dengan Raja Wicitrawirya, tidak pantas berbicara seperti itu”.
“Ayang Bisma, I don’t know, why hatiku cenat cenut tiap ada kamu. Selalu peluhku menetes tiap dekat kamu. Kenapa salah tingkah tiap kau tatap aku .. I heart you pokoknya. I’m lost in your heart. And I never want to find the way out”.
Terdesak oleh serangan Jeng Amba yang agresif, ayang Bisma menjadi salah tingkah dan mengucur keringat dingin di wajahnya, tapi dia berusaha sekuat tenaga menguasai dirinya.
“Dengarkan aku Jeng Amba, aku sudah bersumpah bahwa seumur hidup tidak akan menikah dan hingga mati aku akan menepati sumpahku itu. Sudahi saja perasaanmu itu karena akan sia-sia”.
“Hmmm .. I see. Ayang Bisma, I respect dengan sumpahmu itu, but please .. tolong akui bahwa kamu juga ada heart sama aku .. pleaseee .. Cuma pengakuanmu itu yang aku butuhkan”.
Ayang Bisma semakin panik, keringetan dan gemeteran.
“Jeng Amba, aku tidak punya perasaan apa-apa terhadapmu”.
“Ayaaang, please .. admit it. Lets get lost together, kita kawin lari saja. Atau kalau pun aku menikah with Raja, tapi jika aku tahu you punya heart ke aku, maka aku akan tenang .. please .. please ...please ...”. Desak Jeng Amba sambil mendekati ayang Bisma.
Perasaan panik ayang Bisma semakin menjadi-jadi.
“Jeng Amba, tolong tahan diri, aku tidak bisa ...”
“Ayaaaaang .. please please please please ...” Rengek Jeng Amba hampir menangis sambil tangannya menarik-narik tangan ayang Bisma yang basah, penuh dengan keringat dingin.
Ayang Bisma yang tidak pernah bisa melihat wanita menangis menjadi bertambah panik dan bingung harus berbuat apa. Namun, tiba-tiba di tengah kepanikannya, dia merentangkan busur dan anak panah yang berada di tangannya kepada Jeng Amba.
“Jeng Amba .. back off. Tolong mundur, aku tidak ingin ada yang terluka. Kamu harus menahan diri”. Seru Ayang Bisma dengan tegas, walaupun di lubuk hatinya penuh dengan keraguan.
“Ayaaang, apa yang kamu lakukan. Please jangan lakukan itu. I tahu perasaanmu padaku juga sama”.
“Tidak, aku tidak punya perasaan apa-apa. Tolong mundur, aku tidak ingin kamu terluka”. Tegas ayang Bisma.
“Ayang ... kamu sudah melukai my heart, so jangan ragu kalau mau melukai tubuhku”. Tantang Jeng Amba nekat.
“Tolong mundur .. munduuurrrr!!!” Bentak Ayang Bisma.
Prince Bisma pun semakin merentangkan busurnya dengan cermat, walau kakinya sedikit demi sedikit mundur melihat Jeng Amba malah nekat mendekatinya.
“Jeng Amba, Munduuuur!!!”
“No, sampai kamu mengakui perasaanmu”
“Aku serius akan melepas anak panah ini!!”
“Go ahead, aku tidak takut”.
“Back off!!!”
Prince Bisma yang semakin lama semakin mundur pun bertambah panik, bagaimana mungkin wanita ini tidak takut terhadap panahnya dan malah semakin nekat, padahal dia cuma ingin berniat untuk menakut-nakuti saja. Ya, Prince Bisma tidak akan pernah melawan dan melukai seorang wanita.
Keringat dingin semakin membanjir di tubuh Prince Bisma. Naas, tangannya yang penuh keringat dingin menjadi semakin gemetar dan tanpa sengaja anak panah di tangan terlepas ke arah dada Jeng Amba.
“Aaaaaarrrrghhhhhh”
“Amba .. ambaaa, maafkan aku, aku tidak sengaja”.
Jeng Amba yang tertusuk anak panah berada di ambang maut.
“A .. a .. ambaa .. ma .. maafkan aku”. Ucap Prince Bisma penuh pilu sambil memeluk Jeng Amba yang tergeletak bersimbah darah.
“A .. a a .. aku mengakui, I heart you”
“A .. a .. ayang Bisma, se se semua sudah ter terlambaaat ... you menyakiti hatiku. A ... aku bersumpahhh, ke ke kelak you a akan ma .. mati di tangan se seorang wa .. wanita”.
JELEGHAAAAAARRRRRRR
Saat itu juga Para Dewa di langit mendengar dan merestui sumpah Jeng Amba.
“Tidaaaaaaaaaaaaaakkkkk ... ambaaaaaaaaaaaaa ......”
Jeng Amba pun mati di pelukan sosok yang ia cintai. Lolongan pilu Prince Bisma tidak bisa mencegah nyawa yang sudah tercabut kembali ke raga Jeng Amba. Prince Bisma menerima sumpah kutukan dari Jeng Amba dengan hati ikhlas. Dia pasrah, betapa hidupnya penuh penyesalan, tidak bisa mengutarakan cinta kepada seorang wanita sebagaimana mestinya dan menyebabkannya mati di tengah perasaan malu oleh penolakan Bisma.
Ya, begitulah derita cinta, memang bisa bikin cenat cenut jika tidak tersampaikan dan membikin hati cemberut hingga kepala berdenyut-denyut nyut nyut nyut nyut.