Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Terimakasih Telah Melahirkan Ku

18 November 2011   10:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30 1054 0
Jumat siang ibu sudah merasakan perutnya kesakitan. Di sentuhnya perut yang sudah membuncit dengan lembut sambil menahan rasa sakit.

"Sabar ya anak ku, Mama mau cari pertolongan dulu."

Sambil melangkah pelan dia keluar dari rumah. Dia menuju rumah kakak perempuannya yang tidak jauh dari rumahnya. Anaknya yang nomor dua menangis karena melihat ibunya kesakitan. Digendongnya anak laki-laki yang baru berusia 2 tahun itu. Tak lama muncul lagi anaknya yang pertama sehabis pulang main dengan teman-temannya.

"Eni, tolong jaga Abdul dulu ya. Sepertinya perut Mama sakit dan mau melahirkan. Mama mau kerumah uwak Fatonah dulu."

Diberikannya Abdul pada kakaknya. Tapi karena menolak dan tidak mau lepas dari ibunya dia menarik tubuh ibunya. Eni terus menarik adiknya yang semakin kuat menarik tubuh ibunya. Dengan kekuatan anak seumuran 4 tahun dia tak kuat menarik tubuh adiknya. Tak anyal ibu yang semakin lemah karena kesakitan menahan perutnya dan juga menahan anak yang digendongnya akhirnya tersungkur jatuh ke lantai. Eni kaget melihat ibunya terjatuh. Abdul semakin menangis keras karena melihat ibunya kesakitan. Eni melihat darah segar mengalir dari dalam daster ibunya. Dia pun menangis dan berteriak memanggil ibunya.

"Eni... Cepat panggil uwak Fatonah kesini. Mama udah gak kuat lagi."

Eni menurut dan secepat kilat dia berlari menuju rumah uwaknya. Sesampainya di rumah uwak, Eni tidak menemukan keberadaan uwaknya. Rumahnya sepi, mungkin anak-anaknya uwak pada sekolah begitu batin Eni. Dia pun menuju ke belakang ke tempat biasa uwak menjemurkan pakaian. Dan benar saja, dia mendapatkan uwaknya disana. Dengan kakinya yang kecil dia berlari dan memeluk uwaknya. Tangisan keras keluar dari mulutnya.

"Uwak, Mama berdarah kakinya. Kata Mama udah gak kuat lagi. Mama berdarah wak.. huhu.."

"Mama kamu berdarah kenapa ? Memangnya Mama kamu mau melahirkan ? Yaudah uwak langsung kesana. Udah Eni jangan nangis lagi."

Dengan pakaian seadanya uwak langsung menuju rumah sambil menggendong Eni yang masih menangis. Di rumah sudah ada beberapa tetangga yang menolong ibu untuk rebahan di bangku. Uwak pun meminta pertolongan para tetangga untuk mengangkat tubuh ibu ke dalam bajaj yang sudah di panggil sebelumnya oleh salah satu tetangga. Uwak membawa ibu ke bidan yang jaraknya 2 km dari rumah. Sepanjang jalan ibu menahan sakit.Darah segar masih mengalir dari rahimnya.

Tiba di bidan ibu mendapatkan pertolongan pertama oleh kepala bidan dan dibantu dua perawat lainnya. Tubuh ibu yang lunglai karena menahan sakit diberikan suntikan oleh bidan. Setelah setengah jam ibu baru sadarkan diri.

"Ibu sudah sadar ? Gimana sudah merasa baikan ? " Tanya kepala bidan yang biasa dipanggil bidan Erawati itu.

Ibu hanya menjawab dengan anggukan sambil meneteskan air mata. "Bayi saya bagaimana kondisinya bu ?"

"Bayi ibu tidak apa-apa, dia sangat kuat dan mengerti kondisi ibunya. Walaupun pada saat ibu mengalami pendarahan tapi air ketubannya tidak pecah. Anak ibu kuat karena ibunya juga kuat."

Jawaban bidan itu membuat ibu tersenyum dengan masih bergelinang air mata. " Tapi ibu masih tetap harus melahirkan anak ibu karena 10 menit yang lalu air ketubannya sudah pecah. Sekarang siap-siap untuk pembukaan pertama ya bu."

"Tubuh saya masih lemas bu. Saya tidak kuat untuk neden."

"Ayo bu, ibu pasti kuat. Kasihan anaknya kalau ditahan-tahan. Dia nanti bisa kehabisan nafas. Ibu sayang kan dengan anak ibu ?"

"Iya bu bidan."

"Anak yang keberapa ini bu ?"

"Anak ke-3. Anak pertama saya baru berusia 4 tahun dan anak kedua saya 2 tahun."

"Wah jaraknya dekat ya. Kalau sudah 2 kali berarti ibu sudah pengalaman untuk melahirkan. Itu semuanya normal ?"

"Iya normal."

" Tuh normal pula bagus itu. Sekarang sudah siap persiapannya. Ibu harus berjuang untuk melahirkan anak ketiga ini. Itulah tugas seorang ibu siap berjuang kapanpun demi anaknya. Kelak anak yang ibu lahirkan ini adalah anak yang soleh atau soleha, InsyaAllah."

"Amiiin bu."

Perbincangan terhenti, setelah itu hanya ada suara teriakan dan suara bidan yang terus memicu ibu untuk melahirkan. Uwak dan Eni masih menunggu di ruang tunggu. Disana sudah ada Ayah, nenek dan saudara yang lain. Waktu terus berjalan hingga malam, tapi ibu masih terus berjuang untuk melahirkan anak ke-3 nya. Meskipun cukup alot, bidan terus memotivasi ibu untuk terus bejuang dan berjuang melahirkan.

Tepat jam 22.00 lahirlah seorang bayi perempuan. Suara tangisnya memecah keheningan malam. Ibu masih terkulai lemas, samar-samar dia melihat bayi-nya.

"Selamat ya bu, bayinya perempuan sehat dan cantik seperti ibunya."

Ibu terharu senang dan mencium bayi yang masih berlumuran darah itu. Tak lama ibu pun pingsan. Bidan memanggil ayah untuk mendengungkan suara adzan di telinga bayinya.

Ibu tersadar setelah dua jam kemudian. Ayah menghampiri ibu dan memberikan bayinya kehadapannya. Disana juga ada Eni dan Abdul serta saudara yang lain termasuk uwak Fatonah.

Hari itu adalah hari Jumat tanggal 18 November 2011 pukul 22.00. Hari dimana aku dilahirkan oleh seorang ibu yang biasa tapi hati dan jiwanya LUAR BIASA. Dia berjuang dengan segenap jiwa dan raganya untuk melahirkan ku di dunia ini. Cerita itu kudapat pada saat aku merawatnya di Rumah Sakit. Dia terkena penyakit kanker usus ganas. Dengan kekuatannya dia hanya bertahan 3 bulan 2 minggu setelah berjuang melawan penyakitnya.

Ibu ku kini memang tiada, tapi perjuangannya tetap selalu ada untuk ku dan juga anaknya yang lain. Dia menaruh mimpi dalam hidup ku hingga saat ini aku masih berjuang untuk meraih mimpi itu dan aku akan tunjukan padanya. Mimpi yang pernah kudengungkan di telinganya pada saat dia sakit. Dengan janji dan tekad yang bulat aku akan terus berjuang dan kuat seperti ibu.

Pagi tadi saat aku masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan ku dan setelah kakak dan adik ku memberikan selamat ulang tahun untuk ku, aku mengambil foto yang selalu kubawa dan kusimpan di tas ku. Foto ibu dan ayah ku. Ku tatap foto itu dengan lekat dan teringat dengan kisah yang pernah diceritakannya pada ku. Air mata ku mengalir deras, ku cium foto ibu dengan lembut dan aku pun berucap:

"Terimakasih ibu. Terimakasih telah melahirkan ku. Aku sayang pada mu. Seperti engkau selalu menyayangi ku hingga kini meskipun kau tidak ada lagi di dunia ini. Meskipun aku tidak dapat lagi memeluk mu sejak 6 tahun yang lalu setelah kepergian mu, tapi harum tubuh mu selalu ku rasakan di dalam jiwa ku."

Ibu inilah puisi untuk mu:

Ibu..

Saat kau merasa lemah, kau ingin anak mu selalu kuat

Saat kau kuat, kau ingin anak mu lebih kuat dari mu

Doa mu selalu yang terbaik untuk anak mu dengan tidak mengharapkan imbalan apapun

Ibu..

Seperti janji ku pada mu, aku tidak akan menyerah untuk meraih mimpi ku

Karena mimpi ku adalah mimpimu dan mimpimu adalah mimpi ku

Ibu..

Biarkanlah aku terus berbakti padamu walaupun engkau tak lagi dapat ku dekap

Biarkanlah aku terus mencintaimu walaupun engkau tak dapat lagi kucium

Ibu..

Aku memang belum sempat memberikan kebahagiaan pada mu di dunia,

Tapi aku akan berusaha di dunia untuk memberikan kebahagiaan mu di akherat

Aku memang belum sempat memberikan kekayaan mu di dunia,

Tapi aku akan terus berusaha untuk memberikan kekayaan mu di akherat

Dengan membangun iman, dengan meningkatkan ketakwaan dan dengan menambah amal,

Akan ku bangun istana untuk mu di Surga, agar kau dapat merasakan kasih sayang yang pernah kau berikan untuk ku mengalir di istana itu

Ibu..

Terimakasih.. Terimakasih telah melahirkan ku.









KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun