0/
TELAH aku pahat wajah
Dan tubuh kekasih terakhirku
Pada lembar sunyi di benakku
Dalam waktu gigiku mulai ompong
Menghabiskan kitab energi
untuk menafsir keindahan
Telah aku pahat namamu - milah
Pada milad April di hari sabath
1/
Mestinya, aku hanya bertemu berbagai pertanyaan
Telah aku bawa ruhnya - dari cinta milah
Kepada janin akalku. -
Mestinya aku hanya bertemu kekosongan
Dimana tak setiap wajah adalah pahatanku
: Dimana masa waktu di dalam sejarah mengikat kuat
Aliran darah pada sungai biru itu ::
Sejawat kenangan yang tak pernah kuingat
Dalam sadar.
Labirin dingin -
Menjadi ginjalku saat pipis aku seperti sontak terbelai
Ruh dari namamu :
Telah aku pahat wajahmu
Dari harva huruf-huruf harvanik : mim
Lam, hamzah dan Ha' : Milah
Lalu, sebuah kalimat hadir menjadi wajah
Bagi perempuan di dalam dingeng sabtu di tahun yang ke enam bagi : bagi batu bukit di dadamu yang menggunung
Bagi pasir pantai pada renyah tawamu
Bagi sebuah sumur - tempat mayat para panglima
Revolusioner : di antara kakimu menjejaki
Langit, seketika
Koyak! :
Pada matamu setajam bilah pisau
Harakiri - Musasi confusius menusuk jantungnya.
Membelah mimpi malam kelabu.
Sayap-sayap tubuhmu yang menyayat
Kata-kata ilusi dari rahim angan
Yang terdalam
Dan warna ungu stroimber
Atau soldier of fortune -
Pita coklat dari helai rambut
Yang melengking auaranya
Misteri kabut dalam bilik
Mihrab suaramu - menjelma gaduh
Riuh di alibi angkasa
Saat Rowan Akitson memerankan
Cerita detektif.
2/
TELAH aku pahat wajah
Dan tubuh kekasih terakhirku
Memilih takdir untuk tercipta
Sebagai perpisahan :
Musabab : tak pernah ada wajah dan tubuh
Dalam ilusi mimpi puisi
Yang pernah terpahat :
Sebab, kita hanya memilih tafsirnya.
B. Lampung, 2024.
 A.W. al-faiz