Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Tanda Cinta untuk Guru

25 November 2014   20:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:52 188 0


Di nusantara, kita kenal kerajaan Sriwijaya yang masykur itu. Di puncak kejayaannya, Sriwijaya menjadi pusat pendidikan untuk agama Buddha di kawasan Asia Tenggara. Ini tidak lepas dari peran guru yang mendapat tempat di pusaran kekuasaan Sriwijaya.

Pun agama menempatkan guru sebagai manusia yang mulia dan terhormat. Semua agama menempatkan guru sebagai sosok yang harus dihormati karena ahlaq dan keilmuannya. Dalam Islam, guru mendapat ganjaran langsung dari Allah SWT. Dan yang lebih menakjubkan orang yang mengajarkan ilmu atau guru akan mendapat imbalan secara terus menurus. “Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya”.

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulum Ad-Din yang menjadi rujukan ummat muslim hingga saat ini terdapat ulasan adab murid terhadap guru. Ihya Ulum Ad-Din merupakan buku paling terkenal yang dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara syam, Yerussalem, Hijaz dan Yus, dan yang berisi paduan indah antara fiqh, tasawuf dan falsafat. Buku itu bukan saja terkenal di kalangan kaum muslimin, tetapi juga di dunia Barat dan luar Islam. Dalam buku Ihya Ulum Ad-Din, Al Ghazali menempatkan pembahasan adab terhadap guru pada bab pertama. Al Ghazali memberi tuntunan bagaimana seorang murid menghormati dan memuliakan gurunya.

Salah satu poin yang diajarkan Al Ghazali lewat bukunya itu terkait penguasaan ilmu oleh seorang murid. Menurut Al Ghazali murid akan mudah menerima ilmu jika sang murid memiliki rasa hormat dan cinta kepada guru. Transfer ilmu dan moral ini akan terjadi manakala keduanya memiliki hubungan batin yang amat intim.

Apa yang dijelaskan oleh Al Ghazali itu nampaknya terbukti dewasa ini. Dalam dunia pendidikan kita sering ditemui berbagai dilema. Salah satunya, terjadinya erosi penghormatan murid kepada gurunya. Era tahun 90-an ke bawah, kita menemui guru itu sosok yang paling dihormati. Pada masa itu, seorang murid amat ‘takut’ melihat gurunya. Ketika bertemu guru di tengah jalan, sang murid akan mencari jalan lain. Jika sudah tidak bisa menghindar, sang murid langsung mencium tangan sang guru. Sebuah pemandangan yang jarang kita temui belakangan ini.

Tentu kita rindu dengan suasana itu. Masa dimana murid begitu mengagumi gurunya. Menghormati gurunya. Dan guru-guru di masa itu menjadi idola para murid. Tak heran bila para murid di era itu memiliki memori yang kuat terhadap gurunya. Bisa kita tanya ke generasi yang berusia 40 tahun ke atas, umumnya mereka memiliki memori indah dengan gurunya. Nasehat para guru menjadi lentera dalam kehidupan mereka. Bahkan kebiasaan guru di kelas masih mereka ingat.

Barangkali semua pihak harus introspeksi diri. Kenapa kehangatan guru dengan murid kian dingin. Kita tidak menginginkan hubungan guru dengan murid sekadar transaksional atau istilah yang sering kita dengar hubungan profesional. Yang jelas, penulis sangat mendambakan hubungan itu layaknya orang tua dengan anaknya. Dan itu yang kurasakan saat itu.

Mensejahterakan, menghormati, membanggakan dan memuliakan mereka menjadi keharusan. Karena guru menjadi lentera ditengah kegelapan. Dan ini menjadi tanda cinta untuk guru. Selamat Hari Guru…….

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun