Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

TIDAK MESTI SHOLAWAT DIJAWAB DENGAN SYAFA'AT

7 Januari 2015   17:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 85 0

Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bersholawat untuk Nabi, wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Ada satu keistimewaan berkenaan dengan perintah Sholawat dalam ayat studi ini, yaitu bahwa belum pernah Allah SWT. Memerintahkan syariat apapun yang didahului dengan keteladanan selain perintah sholawat. Ketika Allah memerintahkan kepada manusia untuk sholat, tidak ada pernyataan bahwa Allah sholat, begitu juga dengan zakat, haji dan lain-lain. Namun, begitu memerintahkan membaca sholawat kepada Nabi, Allah SWT. lebih dulu mendemonstrasikannya, lebih-lebih pernyataan itu diawali dengan “Inna” (sesungguhnya) yang berarti serius gak guyonan. Setelah Allah memberikan keteladanan, baru memerintahkan kepada kita “ya ayyuhalladzina amanu shollu ‘alaihi”. Allah dan Malikat-Nya saja bersholawat, masak kamu alergi? Begitu kira-kira maksud sindiran ayat ini.

Lebih jauh lagi, ayat ini mengungkapkan bahwa bersholawat kepada Nabi itu ya ada etikanya, ada tata akhlaq dan kesopanan, dan tata etik ini diperankan sendiri oleh Allah beserta para Malaikat. Bisa diterka bagaimana etika Allah saat membaca sholawat? Jawabannya, pasti dengan cara yang sangat sopan dan sangat bagus karena sungguh, Allah Maha Indah, Maha Berakhlaq.

Di dalam Al-Quran, tidak akan pernah ditemukan bahwa Allah memanggil Nabi Muhammad dengan menyebut nama aslinya. Silahkan cari!. Surat/ayat manapun tidak pernah Allah memanggil dengan Ya Muhammad! Yang ada pasti dipanggil dengan gelarnya “Ya ayyuhan Nabi/ Ya ayyuhar Rosul”. Barangkali hanya mereka yang belajarnya sampai pada tataran syariat saja yang betapa teganya memanggil Nabi seperti konco dewe (teman sendiri), lebih berakhlaq mana, memanggil Nabi Muhammad memakai sayyidina dengan yang tanpa gelar apapun? Dengan membaca tulisan ini, semoga bisa menjawab sendiri. 

Membaca sholawat, yang di kedepankan adalah nilai khudurnya, nilai hadroh, nilai di hadapan Rosulullah, seakan-akan ada di hadapan Rosul, bukan nilai musiknya. Itulah kenapa alat terbang disebut juga dengan alat hadroh. Musik yang mengiringi sholawat, apapun jenis musiknya, hanyalah sebagai pengantar hati untuk bisa hadroh. Sekarang bisa kita lihat, majlis-majlis sholawat kalau nampak membaca sholawat lebih dominan musiknya daripada nilai khudurnya, masih banyak guyonannya, sesungguhnya mereka sedang bermusik, bukan bersholawat secara haqiqi seperti yang dicontohkan oleh Allah SWT.

Belum tentu, sekali lagi, belum tentu orang yang membaca sholawat itu mesti dijawab dengan syafaat. Silahkan baca 3 ayat ujung surat An-Nur! Peringatan bagi pembaca sholawat atau berhubungan dengan Rosul yang kurang etik sajiannya di hadapan Rosul, falyakhdzar! Hati-hatilah! Antushibahum fitnah, bukan mendapat syafaat malah tertimpa fitnah yang menghambat prestasi ketaqwaannya. 

Belum tentu orang yang menyajikan makanan di hadapan orang tua itu mesti dimakan. Kalau dia pakai bahasa yang sopan, InsyaAllah makanan yang tidak enak pun mbah ngerti “mugi pengeran kang bales”, tapi kalau penyajiannya membentak kurang sopan, makanan seenak apapun mbah pasti menolak dan tersinggung. Semoga kita terhindar dari tindakan-tindakan yang menyinggung perasaan kanjeng Nabi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun