Kasus dekatnya AF dan LHI (yang ditangkap KPK) dengan beberapa wanita, kembali merebakkan istilah nikah siri di Indonesia. Inilah yang kemudian menjadikan istilah tersebut sepertinya masih menjadi objek perbincangan lokal yang belum akan selesai hingga ada keberanian baik otoritas ulama’ (agamawan) maupun umara’ (pemimpin) untuk merevitalisasi pencatatan perkawinan di Indonesia. Dikotomi agama dan negara dalam hal perkawinan tersebut kembali panas pasca keluarnya putusan MUI melalui Munas Alim Ulama tahun 2006 di Ponpes Gontor, yang tetap melegalkan perkawinan melalui legalitas agama, akan tetapi dalam berurusan dengan negara, MUI hanya memberikan himbauan agar pernikahan tersebut untuk tetap dicatatkan di hadapan KUA. Pertanyaan ringannya, mengapa putusan tersebut masih terus mendua ? untuk apa dualisme putusan tersebut dihadirkan ?