Para founding fathers Indonesia menyadari bahwa wilayah Indonesia memiliki beribu-ribu pulau dan suku bangsa, maka dari itu mereka dengan bijaksana menempatkan desa sebagai unsur pemerintahan terdepan. Mereka yakin bahwa apabila desa-desa Indonesia maju, demokratis, sejahtera dan mandiri maka Indonesia akan menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam percaturan bangsa-bangsa dunia.
Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menyatakan bahwa jumlah desa ada 77.548 yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Namun sayang, menurut Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Tertinggal (Askati), Mulyadi Jayabaya, mengatakan bahwa sebanyak 32 ribu desa di Indonesia masuk kategori desa tertinggal, desa-desa tersebut tersebar di 183 Kabupaten dengan jumlah penduduk 57,7 juta jiwa.
Selama ini desa hanya ditempatkan sebagai objek pembangunan Pemerintahan Pusat. Pembangunan yang bersifat sentralistik atau Top-Down hanya menjadikan desa sebagai ‘upeti semata bagi kota-kota besar. Pembangunan yang eksploitatif menjadikan desa semakin terpuruk dan tertinggal hingga menyebabkan kesenjangan yang menganga antara yang di desa dan yang di kota, antara rakyat alit dan rakyat elit. Lahirnya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi angin segar yang berpihak pada desentralisasi dan demokratisasi daerah. Meski demikian, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat menempatkan pembangunan desa sebagai objek semata. Untuk menyempurnakan peran desa maka lahirlah UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, UU tersebut mendorong desa untuk mandiri.
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal & Transmigrasi, Marwan Ja’far, memiliki Nawa (sembilan) kerja prioritas yang salah satunya programnya adalah Gerakan Desa Mandiri di 3.500 desa pada tahun 2015, pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur 3.500 desa serta pengembangan 5.000 Badan Usaha Miliki Desa (BUMDes). Ia menekankan agar desa bisa hidup mandiri dan menempatkan desa sebagai subjek dalam pembangunan.
Marwan Ja’far memaparkan ada tiga indikator desa mandiri yaitu Desa yang tangguh dan lestari: memenuhi semua checklist kesiapan bencana dan 80 % rumah tangga mengikuti gerakan pilah kompos dan daur ulang, Desa yang sehat: memiliki angkat 0% ibu dan anak yang meninggal dalam kelahiran dan 95% rumah tangga memiliki fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK), Desa yang pintar: 97,5% penduduk diatas 10 tahun bebas buta huruf. Dalam mewujudkan desa mandiri ia mengajak kepada seluruh elemen desa baik warga desa, perangkat desa dan Pemerintah Daerah untuk bersinergi dalam pembangunan desa.