Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Apa Itu Toleransi dan Moderasi Beragama

24 Desember 2022   17:09 Diperbarui: 24 Desember 2022   17:48 321 1
[Apa itu Toleransi Beragama...??]
________________________________

Lebih kurang 5 tahun, saya dan keluarga tinggal di sebuah desa terpencil di wilayah transmigrasi Merauke, Papua. Nama desa itu Isanombias, di distrik Tanah Miring Sp. 6.

Di desa itu, warga hidup berdampingan dengan segala macam latar belakang yang berbeda; suku, ras dan agama.

Beberapa teman sekolah, teman main, tetangga, guru sekolah banyak juga yang beragama Kristen, Katolik & Protestan (saya tidak terlalu faham perbedaan kedua). Ada juga sedikit yang Hindu Bali.

Pak guru saya, namanya Pak Martinus Okpit, seorang putra asli Papua bersuku Muyu yang beragama Kristen. Anaknya tiga, salah satunya namanya Ambo, itu temen sekolah dan teman main saya.

Keluarga saya sendiri, adalah keluarga muslim taat. Bapak saya tersebut sebagai guru ngaji di kampung itu dan di kota Merauke. Beliau membina beberapa jamaah taklim, sama seperti yang saya lakoni saat ini.

Tetangga rumah saya, ada Pak Paulus Sangsang, beliau orang Jawa Kristen asli Jogja yang menjadi kepala sekolah di SD tempat saya bersekolah. Hampir setiap sore, beliau mancing berdua dengan bapak saya yang seorang Kiyai kampung itu.

Anaknya pak Sangsang ada dua, anak yang pertama namanya Danar, itu teman saya, dan anak yang kedua namanya Darwin teman sekolah dan teman mainnya almarhum adek Saya, Sururi.

Nah, saking akrabnya, adik saya sering makan bareng sama si Darwin itu. Kalau mau makan adik saya baca doa makan untuk muslim, dan si Darwin pakai tanda isyarat salib di jidat dan kedua bahunya.

Ada juga tetangga yang asli Toraja, yang juga beragama Kristen. Namanya Pak Yohanes. Dia orang yang ramah seperti ibu saya. Tiap lewat rumah saya, selalu saling sapa dengan bapak ibu saya. Bahkan kalau mau ke gereja pun bilang, "sa-pi ke gereja".

Bu Guru saya, wali kelas saya di kelas 5, saya juga lupa namanya, beliau orang Hindu Bali. Setiap hari minggu, dari jam 7 sampai jam 1 siang, merelakan rumahnya untuk tempat nobar TV berwarna.  Karena Beliau orang pertama di kampung yang punya TV berwarna dengan "payung terbalik" parabola.

Untuk bisa meninton TV berwarna dan parabola, harus menghidupkan jenset karena listrik PLN belum masuk desa kami.

Puluhan anak, termasuk saya, yang ikut menikmati "RCTI oke" dengan bermacam tayangannya di Minggu pagi. Dan Film Wiro sableng saya dapat sanad ceritanya, ya dari TV beliau.

-------

Rumah saya ada di jalur tiga tempat berdirinya gereja kampung. Tetangga Kristen yang mau ke gereja lewat depan rumah saya, dan kita kalau mau ke masjid lewat samping gereja.

Lima tahun di Merauke, berarti ada lima kali perayaan Natal yang pernah saya alami di sana.

Di Merauke, dulu jaman saya bersekolah SD, libur natal cukup lama. Seperti libur Idul fitri bagi umat Islam. Puas lah liburan di sana.

--------

Saya hanya mau sampaikan, selama berdampingan dengan umat Kristen, mereka tidak ada yang mengucapkan selamat idul fitri kepada saya, dan saya pun tidak pernah ucapkan selamat Natal kepada mereka. Dan hubungan kita tetep baik-baik saja.

Naluri toleransi beragama kami tumbuh secara alami dan tidak serumit seperti "teori" toleransi hari ini.

-----
*foto rumah kami di distrik Tanah Miring Merauke, antar tahun 1994-1999
---------

Kalianda,
24 Desember 2022

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun