"Apa yang bisa saya lakukan untuk anda kali ini, Inspektur?" tanyanya.
"Terima kasih atas waktunya, Dok. Terkait kasus yang sedang saya tangani saat ini, kasus mumi, anda tahu?" ujarnya.
"Oya, saya dengar itu dari media. Beritanya sedang hangat saat ini. Bagaimana perkembangannya sejauh ini?" katanya.
"Saya sudah hampir menemukan pelakunya tapi sayang si perempuan yang dicurigai ini telah mematahkan dan meruntuhkan seluruh argumen dan bukti yang ada. Saya lalu sampai pada kesimpulan bahwa ada masalah kejiwaan serius padanya. Untuk itulah, saya datang pada anda guna meminta pendapat dan penilaian anda dalam hal ini," ungkapnya.
"Apa yang menyebabkan anda berkesimpulan demikian?" tanyanya.
"Sebelumnya saya ingin sampaikan bahwa dengan bukti yang melimpah-ruah, semestinya dengan sangat mudah dugaan itu bisa dibuktikan saat uji kebohongan dilakukan padanya. Namun ternyata hasilnya malah sebaliknya. Dokter bisa dengarkan transkrip rekaman percakapan saya dengannya dan setumpuk bukti data dan temuan dari tim di lapangan. Semua ada disitu," ungkapnya sambil menaruh satu map plastik di atas meja.
"Bagaimana kesimpulan itu saya peroleh? Tidak lain dari hasil uji kebohongan yang dilakukan padanya. Sungguh saya tak habis pikir bagaimana mungkin ia bisa mengelabui alat pendeteksi kebohongan sementara berbagai kebohongannya begitu nyata, jelas, dan tidak terbantahkan. Dari pengalaman saya, orang biasa dengan kondisi jiwa yang normal, tidak mungkin bisa melakukan itu. Artinya hanya orang yang abnormal kondisi jiwanya yang mampu melakukan itu," paparnya sambil menunjukkan berlembar-lembar kertas print out hasil detektor kebohongan.
"Inspektur, saya penasaran. Kenapa anda begitu yakin dia pelakunya?" tanyanya.
"Begini, Dok. Dari pengalamannya, Ranti sudah hampir setahun berkerja di rumah si korban dan wajar saja jika ia dekat secara personal dengannya. Dari sini, sangat mungkin jika kemudian muncul motif ekonomi yang melatari tindakannya. Indikasinya terlihat dari transaksi rekening bank yang tidak biasa juga lonjakan transaksi kartu kredit milik si korban. Semua itu terjadi selama Ranti bekerja padanya. Dan satu hal lagi, setelah ditelusuri ia ternyata pernah bekerja di rumah duka yang erat kaitannya dengan pengurusan dan pengawetan jenazah," jelasnya.
"Menyimak pemaparan inspektur, sepintas saya melihat kemungkinan besar ada masalah psikis yang mengarah pada gangguan jiwa pada diri si terduga. Dalam psikologi klinis ada istilah kebohongan patologis. Mengarang sebuah narasi besar yang penuh dusta lalu disampaikan secara sempurna dan meyakinkan tentu bukanlah bohong yang dikategorikan biasa atau umum. Perilaku seperti ini bisa menjadi tanda gangguan mental pada diri seseorang."
"Saya juga menangkap sekilas  jika si terduga tampaknya kesulitan dalam membedakan hal yang nyata dan tidak nyata. Inipun semakin memperkuat indikasi adanya gangguan mental yang diidapnya. Namun semua asumsi dan dugaan itu tentunya harus dibuktikan dengan observasi dan diagnosis yang menyeluruh padanya," sambungnya.
"Saya percayakan sepenuhnya pada Dokter. Segera saya urus pemindahan Ranti kesini secepatnya. Jika ada yang diperlukan, tolong beri tahu saya," ujarnya.
"Beri saya waktu. Saya akan lakukan apapun yang saya bisa untuk membantu," ucapnya.
"Terima kasih banyak, Dok. Saya sangat menghargainya," pungkasnya.
........
Pagi itu serangkaian pemeriksaan medis siap dilakukan pada Ranti. Dokter Sarah yang memandu berjalannya proses itu, terlihat cukup tegang. Namun tidak demikian dengan Ranti. Ia tampak tenang dan seperti menikmati tahap demi tahap pemeriksaan yang menanti dirinya.
Pemeriksaan medis terhadapnya meliputi beberapa bagian. Pemeriksaan fisik yang bertujuan untuk mencari tahu apakah gejala yang dialaminya disebabkan oleh penyakit, kekerasan fisik, atau trauma masa lalu. Tes darah dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya kecanduan alkohol atau penggunaan obat-obatan terlarang. CT scan dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya penyakit atau kerusakan pada otak.
Setelah selesai pemeriksaan fisik dan lab, dilanjutkan dengan tes psikologis yang terdiri dari beberapa bagian. Kuesioner dijadikan sebagai alat ukur dalam menilai kondisi kejiwaan pasien. Selain itu, diadakan juga sesi tanya jawab tentang keluhan dan perasaan yang dialami, riwayat kesehatan diri dan keluarga termasuk riwayat gangguan mental.
Sesi ini ditujukan untuk menelusuri sifat dan kepribadian termasuk perilaku sejak kecil dan cara si pasien dalam menghadapi masalah. Sesi ini dilakukan tiap hari selama enam hari berturut-turut dan memperoleh hasil yang krusial.
Dengan data dan hasil pengamatan awal yang diperoleh, Dokter coba mengonfrontir, "Dengan bukti yang begitu banyak, masihkah Ranti menyangkalnya."
"Saya tidak tahu, Dok," jawabnya.
"Tapi semua bukti itu jelas menunjukkan bahwa anda telah bohong," cecarnya.
"Kalaupun saya yang melakukannya, saya sendiri tidak sadar pernah melakukan hal itu," katanya.
"Jadi menurut Ranti, ada diri Ranti yang lain yang melakukan hal itu," ujarnya.
"Entahlah. Bagaimana menurut Dokter?" ucapnya.
Setelah mendeteksi adanya kemungkinan kelainan itu, Dokter Sarah segera memusatkan perhatiannya pada upaya pengungkapan sosok lain dalam diri Ranti di sesi selanjutnya. Ia mencatat dan merekam setiap gerak-gerik Ranti selama sesi berlangsung. Perlahan tapi pasti pengungkapan itu mulai membuahkan hasil. Berkat kerja kerasnya, maka teridentifikasi ada satu kepribadian lain selain kepribadian host pada diri Ranti.
Tanpa menggelari dirinya dengan nama lain, kepribadian itu memiliki perbedaan mencolok yakni dari segi penampilan dan pembawaan. Ranti yang ke-2 tampak lebih feminin, suka berdandan, dan senang mengenakan aksesori. Sifatnya ceria, gaul, dan sangat ekspresif. Namun saat yang bersamaan pribadinya bisa mendadak berubah jadi sensitif, labil, dan rapuh.
Terkait penyebab dari gangguan mental itu, Dokter Sarah belum bisa memastikan. Namun yang jelas bukan karena faktor genetik, lingkungan, dan efek samping obat atau penyakit lain. Saat ditanyakan tentang pengalaman buruk atau traumatis di masa kecil, Ranti mengatakan tidak ingat akan hal itu. Ia lantas menyinggung ibunya dan berharap ia mungkin bisa membantu Dokter Sarah.
........
Â
Atas inisiatif dan bantuan Inspektur Vito, Ibu Ranti dihadirkan guna keperluan pemeriksaan yang tengah dilakukan Dokter Sarah. Ibu Ranti tampak sedih setelah bertemu dengan sang anak yang sedang dirundung masalah besar. Dalam suasana yang berat itu, Dokter Sarah coba menenangkan dan mewawancarainya.
"Bisa Ibu ceritakan masa kecil Ranti?" tanyanya.
"Saya rasa Ranti kecil biasa saja. Tidak berbeda dari anak-anak pada umumnya di desa kami. Ia tumbuh dan berkembang seperti layaknya anak-anak lain semasanya. Kami hidup sangat sederhana di pedesaan yang terbilang melosok. Suami saya petani dan saya sendiri mengurus rumah tangga. Listrik pun belum ada saat itu. Penerangannya masih seadanya. Namun ada suatu peristiwa yang tidak akan pernah terlupakan bagi kami sekeluarga. Ranti berumur enam tahun saat mengalami peristiwa misterius itu. Sudahkah hal itu diceritakan ke Bu Dokter?" ungkapnya.
"Sepertinya belum. Bisa Ibu ceritakan?" sahutnya serius.
"Sore itu, Ranti yang saya suruh pergi ke warung, semestinya sudah pulang. Namun sejam berlalu ia belum juga kembali. Muncul kepanikan diiringi kekhawatiran jika Ranti telah hilang. Segera suami saya dan beberapa warga desa melakukan pencarian. Dalam kecemasan dan ketegangan yang meliputi suasana kala itu, Ranti secara dramatis berhasil ditemukan. Kami sangat bersyukur sebab Tuhan masih melindunginya dan mempertemukan kami kembali."
"Namun apa yang terjadi padanya saat ia sempat menghilang, masih jadi misteri hingga kini. Ia tidak pernah bercerita tentang hal itu pada saya. Saya pun tak pernah bertanya padanya tentang hal itu meski ada rasa kepengin tahu yang besar dalam diri saya. Hanya dirinya sendiri dan Tuhan yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi di sore itu. Terlepas dari itu, Ranti telah kembali. Dan itu nikmat yang sangat besar bagi keluarga kami," terangnya.
"Bagaimana kondisi Ranti tak lama setelah ditemukan?" tanyanya.
"Kondisi fisiknya baik-baik saja. Tak ada cedera atau luka sama sekali di tubuhnya. Saat ditanya, responnya juga bagus. Meski merasa baik-baik saja, ia mengaku badannya sangat letih dan minta istirahat," katanya.
"Apakah ada pengobatan yang diberikan kepada Ranti setelah berhasil ditemukan?" tanyanya.
"Ranti tidak diberi pengobatan medis. Ia hanya diberi pengobatan yang umum berlaku di desa kami waktu itu. Maklum di desa kami belum ada puskesmas atau praktik dokter saat itu. Orang-orang di desa kami berobatnya masih ke dukun atau orang pinter di masa itu. Kami pun melakukan hal yang sama saat mengobati Ranti. Tentu saja pengobatannya sangat berbau mistik dan klenik. Dengan kekuatan gaib yang digunakannya, si dukun akan mengusir penyakit dan roh jahat dari tubuh si pasien. Begitulah kira-kira apa yang kami pahami."
"Terlepas dari keefektifan pengobatan itu, kami beruntung karena kondisi Ranti sehat dan baik-baik saja setelah itu. Padahal masyarakat desa kami beranggapan jika ada anak yang hilang, anak itu seperti diculik makhluk halus. Besar kemungkinan dia akan terganggu pikiran atau jiwanya. Namun tidaklah demikian Ranti," ungkapnya.
"Adakah perubahan pada Ranti setelah peristiwa itu?" tanyanya.
"Secara fisik tidak ada. Namun perubahan menonjol terlihat dari perilakunya. Ia tampak jadi lebih kalem, pendiam, dan penyendiri. Beberapa kali saya dapati ia sedang melamun dan sesekali seperti ngoceh sendiri. Meski begitu, ia masih rajin membantu saya dan mengasuh adik-adiknya," terangnya.
"Bagaimana perkembangan Ranti semasa remaja dan seterusnya?" tanyanya.
"Selepas SD, Ranti pindah ke kota untuk melanjutkan sekolah. Hal itu terpaksa dilakukan karena di desa kami belum ada SMP atau pendidikan yang setingkat saat itu. Kamipun terpaksa harus berpisah darinya. Walaupun terasa berat, kami merelakannya demi pendidikan dan masa depan yang lebih baik baginya."
"Di kota, ia dititipkan di salah seorang kerabat bapaknya. Saat SMA, ia mulai ikut membantu usaha yang dimiliki pamannya. Selain karena memang rajin, ia kepengin membantu ekonomi keluarganya. Maklum saja bapaknya hanya petani sementara adiknya ada dua orang yang masih bersekolah dan seorang lagi masih balita."
"Setelah lulus SMA, ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Dengan alasan lapangan kerja disana lebih terbuka dan menjanjikan. Awalnya saya kurang setuju tapi lama-kelamaan saya tak tega menolaknya. Sejak kerja di ibu kota, ia rutin mengirim uang ke kami setiap bulan. Dan itu masih berlangsung hingga sekarang," urainya.
"Apakah Ranti punya teman laki-laki yang dekat dengannya dan berasal dari daerah yang sama?" tanyanya.
"Sepengetahuan saya, tidak ada. Tapi itu lebih karena kami sudah lama terpisah darinya sehingga wajar kalau kami tidak tahu. Apalagi ia tidak pernah cerita."
"Bu Dokter, Ranti anak yang baik. Tidak mungkin ia melakukan perbuatan jahat seperti yang dituduhkan. Ia bahkan telah menjadi tulang punggung keluarga terutama setelah bapaknya tiada. Tolong bantu dia, Bu! Saya mohon sekali pada Ibu," ungkapnya haru.
"Ranti akan baik-baik saja, Bu. Saya akan melakukan semua yang saya bisa," ucapnya sambil menyentuh tangan Ibu Ranti.
.......
Hari yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba. Di malam sebelumnya, Inspektur Vito merasa sulit untuk memejamkan matanya saat menerima telepon dari Dokter Sarah. Hanya selang seminggu, secara mengejutkan Dokter Sarah sudah mengontaknya. Tampak lebih cepat dari perkiraannya. Ia merasa antusias dengan kabar itu sekaligus deg-degan.
"Setelah melalui serangkaian tes dan uji klinis juga medis disertai observasi dan diagnosis yang menyeluruh, saya sampai pada kesimpulan. Dari hasil tes darah, tidak ditemukan zat-zat atau kandungan berbahaya seperti narkoba dan alkohol. Kondisinya normal. Begitupun hasil dari CT scan pada kepala, tidak ada indikasi kerusakan pada sel dan jaringan otak ataupun tanda yang mengarah kesana. Kondisinya juga normal."
"Akan tetapi, secara psikologis diperoleh hasil temuan yang mencengangkan. Pertama, halusinasi. Merupakan gangguan persepsi inderawi yang diciptakan oleh pikiran penderita sendiri tanpa adanya sumber yang nyata."
"Penderita seakan-akan melihat obyek atau mendengar sesuatu tapi sebenarnya hal itu tidak ada dan tidak dilihat atau didengar oleh orang lain. Banyak sekali halusinasi yang dialami Ranti. Contohnya, ia mengaku menyaksikan berbagai hal aneh saat berada di rumah itu. Padahal semua hanya khayalannya saja."
"Kedua, delusi. Seorang penderita delusi menganggap apa yang dialami, dilihat, atau didengarnya benar-benar terjadi dan meyakinkan orang lain bahwa hal tersebut adalah fakta. Ini jelas sekali terlihat pada saat dilakukan uji kebohongan pada Ranti. Ia mampu mengelabui alat detektor kebohongan. Seakan-akan apa yang disampaikannya itu benar adanya. Ini terjadi tidak lain dikarenakan delusi yang diidapnya."
"Lebih rinci lagi, Ranti mengalami beberapa tipe delusi. Delusi paranoid dimana ia merasa ada kekuatan tak kasatmata ingin menyakitinya padahal tidak ada. Delusi bizarre dimana ia memercayai suatu hal yang cenderung tidak masuk akal. Misalnya ia mengaku dilarikan dan dirawat di sebuah klinik akibat disiksa habis-habisan oleh kekuatan gaib. Padahal kondisinya sehat dan baik-baik saja sementara klinik yang dimaksud tidak terbukti ada."
"Delusi erotomania dimana Ranti meyakini ada seseorang yang memiliki perhatian dan punya hubungan dekat atau akrab dengannya. Dalam hal ini orang itu adalah Bagas, tokoh fiktif rekaannya. Delusi kebesaran dimana Ranti meyakini bahwa dirinya seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Nyatanya sebaliknya."
"Ketiga, psikosis. Penderitanya mengalami kesulitan dalam membedakan kenyataan dan imajinasi. Ini terjadi karena gangguan di otak yang memengaruhi cara kerja otak dalam memproses informasi. Kondisi ini mengubah cara berpikir dan berperilaku si penderita. Ranti mengaku bekerja paruh waktu di rumah kosong, hanya berkomunikasi via SMS dengan majikannya, dan hanya mendapat gaji sebulan. Kenyataannya lebih banyak yang tidak sesuai."
"Kemudian, terkait penyakit atau gangguan mental. Diagnosis saya mengarah pada kepribadian ganda. Kondisi ini terjadi ketika seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Dalam suatu contoh kasus, penderita kepribadian ganda yang taat pada hukum, sopan, dan berperilaku sesuai norma yang ada di masyarakat, bisa saja melakukan tindakan kriminal, brutal, atau anarki."
"Saat penderita kepribadian ganda ditanya mengapa ia melakukan hal tidak yang biasa, ia akan memungkirinya. Ia beralasan tidak ingat pernah melakukannya atau malah merujuk pada orang lain di dalam dirinya sebagai pelakunya."
"Hal yang sama terjadi pada Ranti. Saat berbagai kebohongan itu dikonfirmasi padanya, ia mengaku itu bukanlah dirinya tapi dirinya yang lain. Penyakit ini termasuk langka di Tanah Air bahkan dunia dan tergolong kronis karena bertahan lama hingga seumur hidup. Demikian laporan yang dapat saya sampaikan kepada anda," paparnya.
Setelah penjelasan panjang lebar Dokter Sarah itu, Inspektur Vito tampak terdiam beberapa saat. Apa yang dikatakan firasatnya, kini terbukti sudah. Sulit baginya menerima fakta tersebut tapi apa hendak dikata. Dia pun pernah menduga seperti itu sebelumnya.
"Baik, Dok. Terima kasih banyak atas laporan sangat berharga yang anda berikan. Tampaknya tidak jauh beda dari perkiraan saya. Sepertinya saya terpaksa harus merevisi kasus ini. Dan jelas itu bukan pekerjaan yang mudah," keluhnya.
"Saya mengerti apa yang anda rasakan. Maafkan saya, Inspektur. Saya hanya melakukan apa yang saya bisa. Menurut aturan, anda tidak bisa menuntut orang yang mengalami gangguan jiwa," tegasnya.
"Anda benar, Dok. Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Langkah saya berakhir sampai disini. Terima kasih atas semuanya," ungkapnya kecewa.
"Jangan terlalu keras pada diri anda, Inspektur! Anda sudah melakukan yang terbaik. Saatnya anda berbesar hati. Itu lebih baik bagi anda," nasihatnya.
.........
Sepuluh bulan kemudian
Rumah mewah bergaya Eropa klasik itu kedatangan seorang perempuan muda dengan penampilan modis dan menarik pagi itu. Dengan rambut panjang yang diikat, wajahnya tampak sumringah. Ia datang dalam rangka penugasan dari tempat kerjanya.
Dengan fisik yang tampak bugar dan segar, orang-orang pasti tidak akan menyangka jika ia pernah dirawat intensif di sebuah rumah sakit jiwa. Selesai menjalani psikoterapi selama lima bulan, ia diperbolehkan pulang oleh Dokter Sarah. Dalam penilaian sang dokter, ia dinyatakan sudah cukup memenuhi syarat untuk kembali ke tengah masyarakat. Walaupun begitu, ia masih harus mengonsumsi obat-obatan dan kontrol rutin tiap bulan.
Meski sedikit risau dengan penampilannya, ia tampak antusias untuk beraktivitas kembali setelah sekian lama bergelut dengan masalahnya. Tanpa ragu ia menekan bel yang ada di sebelah pintu kayu dobel yang lebar dan tinggi itu. "Ding dong!" Tak lama kemudian seorang wanita tua keturunan Tionghoa dengan memakai tongkat jalan, muncul dari balik pintu.
"Selamat pagi, Bu! Saya Ranti yang sudah dihubungi sebelumnya. Jika diizinkan, saya akan sangat senang membantu disini," sapanya ramah.
"Oh iya. Silahkan, masuk! Saya sudah menunggu dari tadi," jawabnya.
Senyum merekah menghiasi wajahnya saat melangkah masuk rumah sambil berjalan berdampingan dengan si tuan rumah yang tampak mulai mengakrabkan diri dengan calon perawatnya.
(SELESAI)