Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Anonim 4/4 (Selesai)

14 Mei 2022   10:01 Diperbarui: 14 Mei 2022   10:34 496 1
Di ruang kerja itu, tampak seorang pria sedang menatap layar monitor dengan diiringi oleh sayup-sayup musik klasik. Musik adalah masa lalunya yang tidak mungkin dilupakan. Meski sudah tidak lagi ngeband, sulit baginya untuk berpisah dari musik. Namun kini ia hanya sebatas penikmat dan pendengar musik saja. Tidak lagi sefanatik dulu saat ia masih sekolah yang sangat mengggandrungi musik rock. Zaman telah berubah, begitu pula selera musik.

Sang mahasiswa kini sudah jadi pria dewasa. Pasca wisuda ia hampir bekerja di sebuah perusahaan internasional namun rencana itu kemudian diurungkan. Bukan karena tidak memenuhi kualifikasi namun lebih dikarenakan faktor Mama.

Semuanya berubah saat itu. Hanya tiga bulan menjelang wisuda, sebuah takdir yang tidak terelakkan terjadi. Sabtu kelabu itu, seperti biasa Papa berolahraga lalu pulang ke rumah. Tak lama kemudian ia merasa kurang enak badan. Nafasnya sesak disertai nyeri di dada dan sakit di ulu hati.

Menganggap tidak apa-apa, Papa hanya berbaring dengan harapan bisa pulih kembali dengan sendirinya. Namun tidaklah demikian yang terjadi. Karena tak kunjung reda, Mama yang merasa khawatir segera membawanya ke rumah sakit.

Berharap semua membaik namun yang terjadi malah sebaliknya. Hanya berselang dua jam, Papa dinyatakan meninggal dunia siang itu juga. Ia didiagnosis mengalami gagal jantung. Para dokter sudah mengerahkan segala daya dan upaya namun nyawa Papa tidak tertolong. Mereka sungguh menyesal akan hal itu.

Mama tak percaya dengan apa yang terjadi pada sang suami. Ia tampak begitu terpukul dengan kepergian Papa yang tiba-tiba. Hatinya hancur luluh. Tangisnya pecah tiada henti. Begitu cepat dia pergi. Begitu mendadak ia tinggalkan semua dan keluarga tercinta.

Berusaha untuk menguatkan dan menenangkan Mama, sang anak mendekapnya. Keduanya lalu larut dalam kesedihan yang mendalam yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Tak pernah terbayangkan, mereka akan ditinggal Papa seperti itu.

Selama ini kondisi Papa baik-baik saja. Gaya hidupnya sehat ditambah hobi berolahraga juga dilakoninya. Juga tidak ada riwayat masalah kesehatan yang serius. Itu sebabnya kepergiannya benar-benar mengejutkan tidak hanya keluarganya tapi juga banyak pihak. Akan tetapi memang Papa mewarisi penyakit  bawaan dari ibunya yang punya kelainan jantung. Selain itu memang ajalnya sudah sampai.

.......

Tiap kali melihat benda itu, Mama terkenang mendiang suami. Di hari-hari terakhirnya, Papa sering menelepon dan mengirim SMS ke Mama meski hanya sebatas say hi atau menanyakan hal-hal sepele. Maklum saja pada waktu itu handphone jadi barang elektronik yang sedang naik daun. Dengan ukuran hanya sebesar genggaman tangan orang dewasa, hp mulai banyak dan luas digunakan menjelang pergantian ke milenium baru.

Tidak merasa curiga dengan gerak-gerik Papa, Mama pikir itu wajar-wajar saja. Dengan adanya hp, komunikasi jadi lebih mudah dan cepat. Papa mungkin baru merasakan manfaat dari teknologi hp itu dan kerap menggunakannya  sehingga terkesan euforia. Tak ubahnya seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan.

Mama baru menyadari gelagat Papa itu setelah dirinya tiada. Kedekatan dan kehangatan itu seakan menjadi pertanda jika Papa hendak pergi untuk selamanya. Papa seolah hendak memberikan salam perpisahan yang terakhir pada Mama.

Semakin menyadari hal tersebut, semakin besar duka lara yang Mama rasakan. Betapapun banyak air mata yang jatuh tertumpah. Betapapun haru isak tangis yang terurai. Namun apa hendak dikata. Pena sudah diangkat, tinta sudah mengering. Begitulah takdir yang sudah ditetapkan Sang Pencipta. Tak dapat diubah. Hanya bisa diterima dan dijalani walau dengan berat hati.  

......

Momen itu begitu emosional bagi Mama. Bangga dan bahagia bercampur haru menyelimuti suasana hatinya. Hanya berselang tiga bulan setelah kepergian suaminya, Mama terpaksa harus menghadiri dan menyaksikan wisuda sang anak sendirian tanpa kehadiran sang suami.

Meski berusaha kuat dan tegar selama acara berlangsung, Mama tak kuasa menahan kesedihan hatinya. Teringat mendiang suami, beberapa kali ia menyeka air matanya. Bahkan di saat pemotretan bersama sang anak, raut kesedihannya tak mampu disembunyikan dan tampak jelas terlihat.

......

Dengan membawa semangat idealisme dalam dirinya, sang anak bermaksud untuk masuk ke politik pasca lulus kuliah. Namun keinginannya itu dihadapkan pada kenyataan lain. Demi kelangsungan bisnis turun-temurun keluarga, ia diminta untuk menjadi penerus perusahaan. Menurut Mama, kalau bukan si anak lantas siapa lagi.

Dihadapkan pada piihan sulit, ia tidak langsung memberikan jawaban. Ia paham kepergian Papa telah membuat Mama jadi berubah. Kerelaannya untuk melepas kepergian Papa masih belum begitu tampak pada dirinya. Suasana hatinya juga masih belum pulih sepenuhnya hingga berlangsung beberapa bulan lamanya.

Ini merupakan fase sulit yang harus dijalani Mama. Butuh tekad dan kemauan yang kuat baginya agar bisa keluar dari kondisi berat tersebut. Dan yang bisa melakukan perubahan itu hanyalah dirinya sendiri. Ia hanya berharap semoga Mama bisa segera menemukan kembali dirinya dan bangkit dari keterpurukan.

Konflik batin melanda dirinya. Sadar tak mungkin menentang Mama, ia terpaksa realistis menyikapi keadaan. Di satu sisi, sulit baginya untuk mengabaikan keinginan dirinya begitu saja. Di sisi lain, ia tidak ingin mengecewakan Mama terlebih dalam kondisi seperti itu. Hanya Mama yang kini ia miliki setelah Papa tiada. Apapun akan ia lakukan demi kebaikan dan kebahagiaan bersama Mama.

Setelah menimbang, akhirnya sebuah keputusan kompromis yang dapat mengakomodir baik kepentingan dirinya maupun kepentingan Mama, diputuskan. Ia akan memenuhi permintaan itu namun dengan satu syarat. Sebelum resmi bergabung ia minta diberi waktu terlebih dahulu untuk menyiapkan diri. Tujuannya agar ia benar-benar siap pada saat nanti dirinya bergabung.

.......

Panggilan berpolitik begitu menggebu dalam dirinya. Sebuah kenangan di masa kecil yang tidak pernah hilang dari benaknya, perlahan tapi pasti menjelma menjadi sebuah obsesi yang masih terus terawat hingga dirinya dewasa. Kini sang waktu seakan menuntut dirinya untuk membuktikan idealisme itu bukan lagi hanya sebatas teori atau mimpi belaka namun dalam tataran empiris dan realita.

Seiring bergulirnya Orde Reformasi, semangat untuk mewujudkan perubahan kian bergelora. Cita-cita Indonesia yang lebih maju, adil, makmur, dan sejahtera bukan sesuatu yang utopis. Banyak negara di dunia telah berhasil mewujudkan hal tersebut.

Dengan potensi yang dimiliki, Indonesia juga semestinya bisa melakukan hal yang sama.  Berangkat dari pemikiran itu, tanpa ragu ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Pengalaman dan pergaulannya selama jadi aktivis, mendorongnya untuk bergabung dengan partai politik yang sesuai dengan platform perjuangannya. Baginya, parpol merupakan instrumen efektif dalam sistem demokrasi untuk menyalurkan aspirasi atau agenda tertentu yang hendak diperjuangkan.

Menurutnya, tidak ada cara lain bahwa perubahan harus dimulai dari level teratas yakni pemimpin. Karakter dan kualitasl pemimpin adalah kunci keberhasilan dari perubahan yang dilakukan. Indonesia perlu pemimpin yang berjiwa negarawan, mengutamakan kepentingan rakyat, amanah, bermotivasi, berdedikasi, dan bermoral luhur lainnya. Pemimpin yang "tercerahkan" inilah yang akan mampu membawa Indonesia terpandang dan terhormat di mata dunia internasional.

Melalui mekanisme parpol, pemimpin ideal itu semestinya dapat muncul ke permukaan. Dalam praktiknya parpol bisa menjadi semacam agen pencari bakat yang mampu memantau atau mengendus calon-calon pemimpin potensial di masa depan. Dengan cara itu, ia yakin dan optimis jika pemimpin yang diidamkan itu akan ditemukan. Hal inilah yang ingin ia buktikan ketika memutuskan untuk masuk ke kancah politik.

......

Setelah benar-benar siap, ia akhirnya bergabung di perusahaan milik sang kakek. Keputusan itu disambut baik Mama. Tak butuh waktu yang lama, ia langsung dapat beradaptasi dengan suasana kerja di perusahaan itu. Kendati sudah tidak aktif lagi, sang kakek masih berada di dalam jabatan struktural. Saran dan pendapatnya masih dijadikan bahan pertimbangan terkait keputusan penting dan strategis di perusahaan. Kini kendali perusahaan dipegang oleh generasi kedua yaitu adiknya Mama.

Dengan posisi, fasilitas, dan income yang diperoleh dari pekerjaannya, hidupnya terjamin sudah. Mama senang melihat anaknya terlihat nyaman dan betah di perusahaan milik keluarga itu. Mama sendiri berangsur pulih kondisi mentalnya sejak  kepergian sang suami dan mulai menata kembali hidupnya yang sempat tak menentu.

Perihal aktivitas politik itu, telah disampaikannya ke Mama. Ia tidak keberatan jika sang anak punya kegiatan lain diluar pekerjaannya asalkan mampu me-manage-nya dengan baik. Namun Mama mengingatkannya jika prioritas utama haruslah tetap pekerjaan. Meski begitu, tersirat kesan kekurangsetujuan Mama atas niat anaknya itu. Mama mewanti-wantinya agar berhati-hati dalam setiap gerak dan langkah yang diambil.

.......

Merasa aman dalam hal pekerjaan, dengan mantap ia kembali serius menggeluti jalur politik yang ingin ia perjuangkan. Mendapati rekan-rekan separtai dengan kesamaan pandangan dan pemikiran, muncul secercah harapan dalam dirinya. Seiring waktu, keseriusan itu kemudian diwujudkannya dalam bentuk nyata yakni berjuang masuk ke parlemen.

Setiap kader yang merasa terpanggil tinggal mengikuti aturan main yang berlaku di partai. Berbagai rapat, konsolidasi, pertemuan, aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kampanye merupakan rangkaian agenda yang telah menantinya untuk ditindaklanjuti. Bagi kader pemula tentu akan merasa excited dengan semua itu karena memberikan pengalaman dan wawasan baru sebagai seorang calon wakil rakyat di masa depan.  

Di tahap ini kekuatan dan ketahanan dana dari seorang kader betul-betul diuji. Hal ini disebabkan dana yang diperlukan untuk pencalonan sebagai anggota dewan baik tingkat daerah maupun pusat tidaklah sedikit. Sudah jadi rahasia umum, para caleg rela tak rela merogoh koceknya dalam-dalam agar terpilih dalam kontestasi politik yang diikuti.

Namun demi perubahan dan manifestasi politik yang diyakini, apapun akan dilakukan termasuk dalam masalah dana. Siapapun yang nyaleg pasti akan dihadapkan pada kondisi tersebut. Ini seperti pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap caleg. Namun ia paham dan tidak akan mundur dari tujuan awal yang telah diniatkan.

Menaruh harapan besar pada perjuangan politik yang dilakukan, setiap alur dan tahapan ia ikuti dengan penuh semangat dan antusias. Demi perubahan yang dicita-citakan, tumbuhlah motivasi kuat dalam dirinya. Untuk itu, ia tidak akan berhenti berjuang hingga bisa menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri cita-cita tersebut dapat terwujud.

........

Semua terjadi begitu saja. Berawal dari sebuah acara yang digelar oleh partai. Kemudian berlanjut ke beberapa kesempatan lain yang masih dalam rangka acara partai. Momen yang tidak pernah disangka itu telah mempertemukan dirinya dengan seseorang yang kelak akan mengubah hidupnya.

Bertindak sebagai moderator dalam beberapa kali diskusi yang diadakan partai, sosok wanita itu telah menarik perhatiannya. Segan untuk bertanya langsung, sang caleg tersadar jika awal tahun 2000-an itu sudah ada mesin pencari web seperti Google. Informasi apapun bisa dicari melaluinya termasuk tentang wanita tersebut. Tak banyak info yang didapatnya kecuali beberapa sumber yang menyebutkan si wanita seorang aktivis yang terlibat dalam sebuah LSM dan lulusan magister dari sebuah universitas di luar negeri.

Setelah beberapa waktu, sang caleg akhirnya memperoleh kesempatan untuk bertemu langsung dengan si wanita. Perjumpaan pertama itu begitu berkesan bagi keduanya yang kemudian berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya yang juga tak kalah mengesankan.

Seiring waktu keduanya menjadi semakin kenal, dekat, dan akrab satu sama lain. Dengan berbagai kecocokan yang dirasakan, terjalinlah kisah kasih antara keduanya. Meski disibukkan oleh urusan kerja masing-masing, keduanya tampak mesra sebagai pasangan kekasih yang sedang kasmaran.

Hampir di setiap kampanye yang diikuti sang caleg, tampak selalu dihadiri si wanita. Begitu pun ketika sang caleg dilantik menjadi anggota DPR, si wanita dengan setia menyertainya. Merasakan arti pentingnya kehadiran satu sama lain, keduanya mantap akan segera meresmikan hubungan mereka pasca pelantikan tersebut.

.........

Hari itu hari yang bersejarah bagi kedua mempelai. Setelah pagi akad nikah dapat terselenggara dengan baik, malamnya dilanjutkan dengan resepsi pernikahan di sebuah ballroom hotel. Keduanya tampak bahagia duduk bersanding di pelaminan. Dengan penuh suka cita, kedua pengantin menyambut dan menerima ribuan tamu undangan yang datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahan tersebut.
 
Hampir dua tahun mereka menjalin hubungan sebelum pernikahan itu terlaksana. Perihal rencana berumah tangga itu telah disampaikan ke Mama tak lama setelah sang anak dilantik. Sudah mengenal baik calon pasangan anaknya, Mama menyambut gembira rencana itu. Ia bahagia sang anak kini sudah mapan pekerjaannya ditambah punya karir politik dan semakin lengkap kebahagiaan itu dengan rencana untuk menikah.

Sesekali Mama mengusap matamya karena terharu selama berlangsungnya prosesi akad maupun resepsi pernikahan sang anak. Di momen spesial, langka, dan berharga itu, ia terkenang mendiang sang suami yang perwaliannya diwakilkan kepada adik iparnya atau paman si pengantin pria.

Hatinya sedih mengingat Papa sudah tidak bersama mereka lagi dan menyaksikan kebahagian di hari itu. Sulit bagi Mama untuk tidak terbawa hanyut perasaannya di momen sakral dan syarat makna itu. Namun ia berusaha agar tetap kuat dan tegar. Sang anaklah yang menjadi motivasi utama dalam hidupnya sejak kepergian sang suami untuk selamanya.

........

Partai politik yang ia masuki untuk menyebarkan ide dan aspirasi yang ia bawa, nyatanya tidak seperti yang diharapkan. Parpol telah tereduksi dan dijadikan alat perpanjangan tangan kekuasaan untuk berkuasa dan menjadi penguasa. Parpol tidaklah berjuang demi rakyat melainkan mengatasnamakan rakyat demi kepentingan kelompok atau golongannya.

Bak jebakan yang sudah disiapkan, parpol menjerat orang-orang seperti dirinya untuk bergabung kemudian terpaksa terikat dengan seperangkat aturan main yang telah ditentukan. Setelah bergabung, kantong mereka akan terkuras habis dengan berbagai macam cara dengan dalih untuk memajukan dan membesarkan partai. Parpol dianggap telah berjasa mengantarkan mereka masuk ke parlemen sehingga sudah semestinya para anggota berbakti dan berkontribusi pada partai.

Bak dua sisi dari sebuah koin, parpol dan politisi tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya saling tergantung, terkait, dan terikat. Politisi memerlukan parpol sebagai sarana agar bisa masuk ke parlemen. Sebaliknya, parpol hanya bisa eksis dengan bantuan dan dukungan baik bersifat materi maupun non materi dari para politisi.

Pada titik itu, parpol tak ubahnya seperti perusahaan. Suaranya sangat dipengaruhi oleh para politisi yang notabene pemilik saham di perusahaan itu. Kebijakannya rentan terhadap perubahan akibat dari hegemoni elit tertentu yang memiliki power dan kontrol atas resources yang dimiliki partai.

Pada gilirannya, kondisi itu akan berdampak buruk pada kebebasan berpendapat para anggota partai yang memiliki komitmen dan integritas pada tujuan perjuangan. Friksi dan polarisasi yang tidak sehat memicu suasana internal partai menjadi tidak kondusif. Parpol sudah tidak lagi berada di jalur yang semestinya. Alih-alih muncul sosok pemimpin ideal di masa depan, yang terjadi malah sebaliknya.

........

Dari parpol yang mengecewakan, beralih ke parlemen sebagai peluru terakhir yang dilesakkan. Dalam sistem demokrasi, parlemen bertugas mengawal dan mengawasi laju jalannya pemerintahan. Sebagai bagian integral dan fundamental dari kekuasaan trias politica, parlemen bekerja dalam koridor yang sudah ditentukan. Menjadi idealis atau pragmatis merupakan pilihan yang tidak terhindarkan dari setiap anggota parlemen.

Dalam praktiknya, mainstream politik di parlemen hakikatnya didominasi dan dikendalikan parpol pengusung pemerintah. Maka tak heran jika setiap regulasi atau kebijakan yang diambil tidak akan jauh berbeda dari program kerja pemerintah status quo. Sekalipun ada penentangan atau kecaman dari parpol oposisi, hal itu lebih kepada seremonial politik belaka.

Sebuah ungkapan menyatakan bahwa tidak ada kawan atau lawan abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan. Sayangnya kondisi seperti itu justru bukan sesuatu yang asing di parlemen. Kepentingan rakyat bukan lagi prioritas pertama dan utama karena telah tergantikan oleh kepentingan kelompok atau golongan. Pada gilirannya rakyatlah yang jadi korban akibat pengkhianatan tersebut.

Meski dihadapkan pada fakta miris semacam itu, tidak menyurutkan langkah dan semangatnya. Dengan tekad kuat, berbagai upaya ia tempuh demi idealisme yang tetap menyala dalam dirinya. Akan tetapi, semakin lama ia mencoba, semakin jauh ia dari apa yang dicari.

Berbagai penyimpangan dan penyelewengan itu terjadi di depan mata kepalanya. Tanpa rasa malu dan bersalah, praktik kotor, koruptif, dan manipulatif itu seolah hal yang lumrah dipraktikkan. Mereka tega mengkhianati rakyat, amanat, dan konstitusi dengan menukarnya dengan imbalan harta kekayaan dari privelege yang dimiliki. Kalaupun ada kebaikan yang dihasilkan selama menjabat, hal itu bukanlah tujuan dan perhatian utama mereka.

Tak ada yang bisa ia perbuat. Sistem ini memang dirancang dengan default  trial and error. Artinya kemungkinan untuk berhasil atau gagal itu sama peluangnya. Sistem bisa berjalan baik jika berada di tangan yang baik juga. Begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, sistem ini sangat tergantung dari faktor manusianya sebagai subyek, pelaku, dan eksekutor yang memengaruhi kerja sistem.

Namun bukan berarti ia menyerah dan kalah. Ia hanya ingin menyelesaikan apa yang sudah ia mulai dengan cara terhormat. Ia hanya bisa bertahan sekuat tenaga agar tidak hanyut dan terseret gelombang arus yang deras. Ia akan menanti sampai arus itu jadi reda. Pada saat itu tiba, ia akan menepi dan mengakhiri petualangan politiknya yang obsesif dan dramatis dengan perasaan campur aduk.

Kini hari menjelang senja dalam perjalanan karir politiknya. Satu per satu impiannya kandas. Parpol dan parlemen sebagai perangkat utama dari sistem demokrasi, terbukti gagal dalam melahirkan pemimpin ideal dan mewujudkan Indonesia yang unggul, maju, dan terhormat. Perubahan yang didambakan nyatanya jauh panggang dari api.

Empat tahun sudah tugas itu diembannya. Dalam kurun waktu itu, apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan, sudah lebih dari cukup untuk mengevaluasi agenda yang diusungnya sedari awal. Berbagai gambaran ideal yang ia cita-citakan perlahan tapi pasti berangsur pudar seiring masa jabatannya sebagai anggota dewan yang akan segera berakhir.

.......

Hampir tak jauh beda dengan malam-malam sebelumnya, wanita itu menyambut kedatangan suaminya yang baru pulang kerja. Tanpa banyak bicara, ia langsung membawakan tas sang suami lalu bergegas menuju meja makan. Sambil menunggu sang suami keluar dari kamar, sang istri tampak sibuk mempersiapkan makan malam.

"Makan, Pa," ucapnya.

Tanpa berkata, sang suami langsung duduk dan menyantap hidangan yang disediakan sang istri. Terjadi keheningan beberapa saat di antara keduanya. Suasana demikian bukan lagi hal yang aneh bagi mereka terutama dalam beberapa bulan terakhir.

Sudah tujuh tahun lebih usia pernikahan mereka berjalan. Akan tetapi kehadiran sang buah hati yang diharapkan di tengah mereka belum juga kunjung datang. Berbagai upaya dan pengobatan medis modern maupun tradisional sudah dilakukan. Bahkan berobat ke luar negeri pun pernah ditempuh. Namun belum juga membuahkan hasil.

Perlahan-lahan harapan itu berangsur memudar. Meski demikian, keinginan itu masih tetap mengendap di dalam hati keduanya namun tidak semenggebu dulu lagi. Seiring waktu mereka sudah tak ambil pusing lagi dengan kenyataan yang ada dan cenderung apatis.

Pada saat bersamaan, kerenggangan mulai terasa. Bukan karena ketiadaan momongan dan juga kesibukan kerja. Akan tetapi, kondisi tersebut seperti terjadi begitu saja. Mereka seakan tertarik ke dunianya masing-masing. Seolah ada dinding penyekat antara keduanya. Meski demikian, mereka tidak berusaha untuk meruntuhkan sekat tersebut. Malah menganggap biasa dan tidak mempermasalahkannya.

Seperti di malam itu, keduanya duduk bersama di meja makan. Fisiknya hadir tapi benaknya melayang entah kemana. Dalam keheningan itu sesekali terdengar suara sendok dan piring yang saling beradu dilatari suara tv yang berada tidak jauh dari mereka. Kesunyian itu akhirnya pecah saat sang istri angkat bicara.

"Gimana ikan bakarnya, Pa?" tanyanya.

"Enak," jawabnya sambil mengangguk-angguk.

"Mau tambah lagi?" bujuknya.

"Enggak, cukup," tolaknya sambil menggelengkan kepala.

"Sambalnya lagi?" bujuknya kembali.

"Udah, udah," tolaknya lagi.

......

Jauh sebelum makan malam itu, sesuatu telah mengusik diri sang suami. Berawal dari facebook, media sosial yang populer pada medio tahun 2000-an. Sang istri adalah facebooker sejati. Ia aktif dan rajin dalam mem-posting aktivitasnya. Awalnya tidak ada yang dirasa aneh dengan posting-an yang dimuatnya.

Suatu hari secara tidak terduga, sang suami yang sedang makan di sebuah restoran mendapati sang istri datang bersama seorang pria ke restoran yang sama. Mengetahui hal tersebut, sang suami yang terkejut bergegas kabur dengan harapan sang istri tidak melihatnya. Berusaha menyangkal kecurigaannya, ia tidak ingin gegabah dalam menarik kesimpulan dari peristiwa yang ia saksikan langsung itu.  

Setelah diingat-ingat, wajah pria di restoran itu tampak tak asing baginya. Insting membimbingnya untuk mengecek facebook sang istri. Benar saja pria itu pernah muncul bersama sang istri di beberapa kali posting-an. Belakangan diketahui si pria adalah teman kuliahnya sang istri dulu sewaktu S1.

Masih tidak percaya jika sang istri berbuat seperti itu, ia pun berharap kecurigaan itu tidak benar. Namun apa yang ia temukan kemudian tidaklah menggugurkan kecurigaan itu malah justru sebaliknya. Suatu ketika ia secara tidak sengaja mendengar pembicaraan sang istri dengan seseorang di telepon tanpa sepengetahuan sang istri. Betapa mengejutkan karena isi obrolan itu seperti layaknya sepasang kekasih.

Mengetahui jika perselingkuhan itu tidak diragukan lagi, sang suami shock berat. Bagaimana tidak? Selama ini sang istri adalah sosok yang ideal baginya terlepas dari ketidaksuburannya secara medis. Ia betul-betul tidak menyangka sang istri berselingkuh. Ia benar-benar tidak habis pikir betapa teganya sang istri berkhianat. Betapa kejinya sang istri telah menyeleweng dan merusak janji suci sehidup semati yang diikrarkan di saat awal pernikahan.

Bukti sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan segalanya. Sungguh berat menerima kenyataan jika rumah tangganya rusak gara-gara orang ketiga. Bak dihantam badai dahsyat, hidupnya hancur berantakan. Sempat dilanda stres berat beberapa waktu namun ia teringat pesan almarhum ayahnya.

Saat musibah datang, tak ada yang dapat kita lakukan selain berbesar hati dan merelakan apa yang telah terjadi sesulit dan seberat apapun. Lalu segera bangkit kembali untuk melanjutkan kehidupan yang terus berjalan. Pesan yang pernah mendiang Papa sampaikan saat ia masih SMA itu masih begitu membekas dalam dirinya.

Di suatu hari yang sudah direncanakan, ia pergi dari rumah dan tinggalkan sang istri tanpa pesan. Tidak ada pilihan lain baginya. Keputusan itu tidak terhindarkan. Namun perceraian bukanlah jalan yang ia tempuh. Keputusan berpisah itu diambil semata-mata agar tidak menyakiti perasaan Mama. Secara legal formal status keduanya masih sebagai pasangan suami istri yang sah tapi faktanya sudah pisah.

Kini ia  tinggal dan menempati sebuah rumah sendiri. Itu satu-satunya cara untuk melupakan kenangan dan masa lalunya dengan sang istri. Sementara sang istri yang ditinggal, tidak tahu keberadaan suaminya dan tidak ada iktikad darinya untuk kembali rujuk. Ia berfirasat sang suami telah mengetahui perbuatannya. Akan tetapi ia tidak berusaha untuk memulihkan keadaan dan hubungan dengan suaminya.

.......

Sebuah komposisi musik adagio Albinoni yang mengiris dan menyayat hati, seakan membahana dalam dirinya. Pria itu termenung dengan tatapan murung sambil memegang sebuah amplop coklat lebar berisi hasil cek laboratorium. Peristiwa itu terjadi hanya berselang setengah setahun sejak ia memutuskan untuk berpisah dari sang istri.

Berawal dari sakit kepala yang sudah cukup lama ia rasakan namun dianggap enteng dan tidak berpikir macam-macam. Belakangan gejalanya semakin lama, semakin sering dan parah. Hal itu yang kemudian mendorongnya untuk cek ke dokter. Setelah serangkaian pemeriksaan medis dilakukan, sampailah dokter pada diagnosisnya.

Bak petir di siang hari bolong, vonis dokter itu benar-benar mengguncang dirinya. Ia didiagnosis menderita tumor otak yang tergolong ganas sehingga disarankan untuk segera menjalani operasi. Mendengar hal itu, ia hanya terdiam membisu. Tak mampu berkata apa-apa. Mendadak dirinya lesu dengan tatapan kosong. Langit seakan runtuh seketika.

Pikirannya mengawang. Perasaannya berkecamuk tidak karuan. Dunia di sekitarnya mendadak berubah total. Dirinya seakan tersedot ke pusaran besar yang maha dahsyat. Nyaris sejengkal lagi ia terperosok, muncul sosok seseorang yang menarik dan menyelamatkannya. Sang dokter memanggilnya hingga ia pun tersadar dari angannya.

Suatu malam sosok ayahnya datang dalam mimpinya. Papa tampak sedang berjalan di sebuah padang rumput yang luas. Sesekali ia berhenti lalu menoleh ke arahnya. Papa kembali melanjutkan perjalanannya lalu menoleh lagi padanya dengan wajah berseri. Begitu terus berulang apa yang dilakukan mendiang Papa.
 
Setelah mimpi itu ia mantap dengan keputusannya. Kepada dokter ia memutuskan tidak akan menempuh operasi dan memilih pengobatan rawat jalan. Tidak ada yang bisa diperbuat dokter karena keputusan ada di tangan pasien sepenuhnya. Namun dokter siap bertindak jika suatu saat ia berubah pikiran.

......

Kendati masalah kesehatan dan rumah tangganya mampu ia sembunyikan dari Mama untuk sekian lama, namun kondisi itu tidak berlangsung selamanya. Suatu ketika sampailah kabar ke telinga Mama jika sang anak sedang cuti dari pekerjaan di perusahaan tempatnya bekerja. Saat dihubungi Mama, sang anak tak bisa mengelak. Apa yang ia tutupi selama ini terungkap sudah.

Mama begitu terkejut saat mengetahui sang anak tinggal sendiri dan telah berpisah dari istrinya. Padahal keduanya tampak baik-baik saja dalam pandangannya selama ini. Itu sebabnya ia sungguh tidak menyangka kenyataannya justru berbanding terbalik.

Menyadari kesalahannya, sang anak meminta maaf kepada Mama. Ia mengaku sudah tidak berterus terang. Namun hal itu dilakukannya semata-mata karena tidak ingin melukai perasaan Mama. Ia juga minta maaf karena tidak menceritakan kondisi kesehatannya. Ia khawatir hal itu akan membebani Mama. Dengan kondisinya tersebut, ia sangat berharap Mama mau memaafkan dan mengerti dirinya.

Mama mendekap anak semata wayangnya itu dengan sesenggukan sambil berkata, "Maafkan Mama, Nak. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu. Bahkan setelah Papa pergi, Mama gagal menggantikan beliau. Mama kerap abai padamu. Mama terlalu sibuk memikirkan diri sendiri. Mama sungguh menyesal. Maafkanlah Mama. Mama akan selalu bersamamu. Apapun yang terjadi."

.......

Sambil menahan sakit kepala yang sesekali muncul lalu hilang, ia mengenang kembali hari-harinya yang telah berlalu. Betapa singkat hidup ini. Sekolah, kuliah, bekerja, menikah bahkan bermusik dan berpolitik sempat ia geluti. Pernah berada di puncak kejayaan, semua hal telah berhasil ia raih. Namun hidup tidak selalu berjalan mulus dan sesuai dengan harapan. Tak ada yang abadi. Dunia hanya sementara.

Dalam doanya ia bermunajat kepada Sang Pencipta, "Tuhanku, jika waktuku telah tiba, tak ada yang lagi ku sesali. Engkau telah berikan aku begitu banyak kenikmatan. Aku bahagia semua jalan telah ku lalui. Aku bersyukur atas segala nikmat yang ku peroleh. Namun, ku akui aku hamba-Mu yang lemah dan lalai. Untuk itu, ampunilah segala dosa dan kesalahanku. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pemberi ampunan. Terimalah amal ibadahku yang tidak seberapa ini. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pemberi balasan. Perkenankanlah doa hamba ini. Aamiin."

.......

Beberapa hari terakhir kondisinya menurun drastis sehingga ia terpaksa harus istirahat total dari seluruh aktivitas dan pekerjaannya. Selama masa itu ia dirawat seorang perawat yang dipilihkan Mama untuk mengurusnya selama menjalani perawatan di rumah.

Suatu ketika saat pria itu sedang merebahkan diri di pembaringan, ia berkata pada si perawat yang telah merawatnya dengan sabar dan telaten.

"Terima kasih telah merawatku selama ini. Dan juga telah mau mendengarkan celotehanku. Aku berutang budi banyak padamu. Semoga kelak aku bisa membalas kebaikanmu," ujarnya.

Suatu hari pria itu memberikan sesuatu ke si perawat sambil berkata, "Terimalah ini. Walaupun tidak berharga, aku sangat senang jika kau mau menerimanya."

Buku agenda itu adalah sebuah diary yang berisi kenangan dan pengalaman hidupnya semasa kecil dan remaja. Selain diary, si perawat pernah dihadiahi sebuah hp di masa awal tugasnya dengan maksud untuk memudahkan komunikasi selama perawatan. Si pria juga pernah memberikan sejumlah pakaiannya untuk suami si perawat dan berharap ukurannya sesuai.

Selang beberapa hari, si perawat yang biasa datang setiap pagi, mendapati sang pasien sudah tidak bernyawa lagi. Pria itu meninggal dalam tidurnya menurut pemeriksaan yang dilakukan dokter. Ia wafat dalam kesendirian dan kesepian. Di sampingnya tergeletak sebuah buku berjudul "Sweet Death" yang biasa dibacanya akhir-akhir ini.

Si perawat teringat sehari sebelumnya. Chiro, kucing persia peliharaan si pria, yang biasa masuk dan main di dalam rumah, tampak lesu dan hanya diam saja di teras belakang rumah. Terngiang kembali ucapan si pria beberapa hari sebelum wafat. "Maukah kau merawat Chiro jika sesuatu terjadi padaku?"

........

Wanita itu tertegun menatap dua nisan yang ada di hadapannya. Kini kedua orang terkasih dalam hidupnya telah menyatu di alam baka. Sang anak pergi menyusul sang suami yang telah lebih dahulu berpulang ke hadirat-Nya. Keduanya dimakamkan berdampingan di tempat peristirahatan mereka yang terakhir.  

Hari itu Mama berziarah kembali ke makam suami dan anaknya. Saat menaburkan bunga ke pusara keduanya, tanpa terasa air matanya menetes. Dalam kesedihannya, suara hatinya menjerit. "Oh, Tuhan, betapa cepat Engkau panggil anakku. Betapa sulit bagiku untuk mencerna semua ini. Betapa berat hidup yang harus ku jalani selanjutnya. Duhai suamiku, duhai anakku, Mama sangat rindu kalian. Sangat ingin berkumpul dan bersama lagi seperti dulu. Apa yang harus ku perbuat?"

Masih begitu jelas dalam ingatannya. Saat sang suami pergi untuk selamanya, sang anaklah yang membantu menguatkan dan memulihkan dirinya agar mampu bangkit kembali dan melanjutkan hidup meski tanpa kehadiran Papa. Kini keduanya telah tiada sehingga membuatnya begitu kehilangan dan berduka. Entah bagaimana ia akan meneruskan hidup ini tanpa kehadiran kedua orang tercinta dalam hidupnya. Ia hanya bisa pasrah, berserah diri, dan bermohon pada-Nya.


(SELESAI)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun