Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Anonim (1/3)

12 Maret 2022   10:10 Diperbarui: 12 Maret 2022   10:32 567 2
Suatu ketika, selesai membahas topik negara-negara Asean, seorang guru mempersilahkan murid-muridnya jika ingin bertanya. Seorang murid laki-laki yang tampak ragu mengacungkan jarinya. "Pak guru, kenapa negara kecil seperti Brunei Darussalam yang punya minyak bumi gak seberapa, bisa kaya raya dan rakyatnya hidup makmur sejahtera? Sementara, kita yang punya minyak bumi melimpah dan sumber daya alam lainnya yang jauh lebih banyak, tidak seenak itu hidupnya."

Tak menyangka dengan pertanyaan itu, Pak guru mencoba untuk menjelaskan sesederhana mungkin agar bisa diterima oleh pemahaman seorang anak SD. "Kita harus tahu bahwa Brunei dan kita memiliki bentuk negara yang berbeda. Dalam masalah pengelolaan sumber daya alam termasuk minyak bumi, keputusannya ada di tangan pemegang kekuasaan apakah dikelola oleh negara seluruhnya ataukah diserahkan kepada pihak ketiga. Karena Brunei negara kerajaan, maka keputusan ada pada raja atau sultan sepenuhnya. Sementara itu, negara kita yang merupakan demokrasi presidensil, pengambil kebijakan adalah pemerintah. Dalam hal ini presiden dan bawahannya."

Sambil berharap dimengerti, Pak guru melanjutkan, "Dalam praktiknya, Brunei yang memilih untuk mengelola minyak buminya sendiri dan secara penuh, tentunya akan memperoleh pemasukan negara yang lebih besar untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya. Sementara, negara kita yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia, teknologi, dan faktor lain, lebih menyerahkan pada pihak swasta atau asing. Dalam kerja sama, tentunya ada persentase pembagian keuntungan. Bisa 50:50, 60:40, atau berapa saja tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Akibatnya, pemasukan negara jadi tidak maksimal. Dampaknya tentu akan berpengaruh pada kemajuan dan perekonomian negara."

Si murid tampak berpikir lalu bertanya lagi, "Saya masih tidak mengerti, Pak. Kalau orang pinternya sudah ada, teknologinya sudah dikuasai, kenapa tidak diambil alih saja dan diurus sendiri oleh pemerintah secara langsung supaya kita juga bisa kaya seperti Brunei?"

"Bisa saja," ucapnya terhenti sesaat lalu meneruskan, "kalau pemimpinnya seperti kamu," ujar Pak guru sambil tersenyum dan tak lama kemudian bel sekolah berdering.

......

Let's get, let's get, let's get, let's get rocked
Let's go all the way
Get it night 'n day
C"mon, let's get, let's get, let's get, let's get Rock

Terdengar suara musik yang keras dari sebuah kamar. Di dalamnya tampak seorang anak laki-laki sedang bermain video game dengan asyiknya. Itu rutinitas yang biasa dilakukannya selepas pulang sekolah untuk melepas kepenatan setelah seharian belajar.  

Suara musik perlahan-lahan menjadi pelan dan menghilang. Ia segera bangkit dari depan tv 20 inchi dan game konsolnya untuk menghampiri tape deck yang berada satu rak dengan tv. Sebuah kaset tape dikeluarkan dari socket-nya, dibalik, dan dimasukkan kembali. Tak lama kemudian suara musik terdengar kembali.

Hobi mendengarkan musik khususnya yang bergenre rock sudah muncul sejak ia masih kelas satu SD. Perkenalannya dengan musik berawal dari kebiasaan di mobil ayahnya yang suka memutar lagu baik di tape maupun radio saat mengantar ke sekolah atau sedang jalan-jalan. Disamping itu, kegemarannya itu semakin terpenuhi melalui tv dan radio sebagai media elektronik dan sumber berita juga informasi yang berjaya di awal tahun 90-an. Dari sanalah, ia mulai mengenal berbagai band rock dari dalam dan luar negeri.  

Baginya, musik rock itu keren dan laki banget. Juga mampu membangkitkan semangat dan mood karena irama dan hentakan musiknya yang menggetarkan jiwa. Penampilan para rocker dengan rambut gondrong, kostum, atribut, tato, ditambah suara melengking, aksi panggung, dan skill musik, membuatnya begitu tertarik dan kagum pada musik tersebut. Tak heran jika dinding kamarnya penuh dengan poster band rock yang top saat itu.

Seiring waktu, tumbuh kesukaannya pada alat musik dan keinginan untuk bisa memainkannya. Awalnya ia memilih drum. Namun setelah ia pikir-pikir lagi, drum cukup ribet. Ia lalu beralih ke gitar. Baginya, gitar alat musik yang simpel, praktis, dan representatif. Ia baru mendapatkan gitar pertamanya saat naik kelas empat. Sebuah gitar akustik diberikan Mama sebagai hadiah karena mendapat ranking pertama.

Merasa terobsesi dengan gitar, ia berlatih siang dan malam. Dari buku dan majalah musik yang dipelajari, kemampuan dan permainan gitarnya semakin bertambah dan terasah meski belajar otodidak. Mama yang menaruh perhatian padanya, menyuruhnya kursus. Pada awalnya ia suka tapi karena terlalu teoritis dan cenderung bertele-tele, kursus itu akhirnya distop setelah berjalan setahun lamanya.

.......

Meski tidak bekerja kantoran, Mama terkadang lebih banyak tidak berada di rumah. Ia cukup sibuk dengan berbagai macam urusannya seperti arisan, acara di kantor Papa, senam, dll. Saat si anak kelas enam, kesibukan Mama semakin lama sepertinya semakin banyak. Membuatnya kian sering keluar rumah dan meninggalkan si anak sendiri.

Saat si anak beranjak SMP, terjadi perubahan besar dalam keluarganya. Papa dipindahtugaskan oleh kantor keluar kota. Sebagai batu loncatan karirnya, Papa beralasan hal itu dilakukan semata demi kebaikan bersama. Selain itu, jarak tempuh kantor baru yang hanya sekitar tujuh jam perjalanan mobil, memungkinkan Papa bisa pulang setiap akhir pekan.  

Mama tidak keberatan dengan hal itu. Lagipula, anak lelaki semata wayang mereka sekarang sudah beranjak remaja. Jadi tidak perlu khawatir lagi. Meski begitu, si anak sendiri tidak pernah diajak bicara langsung oleh orangtuanya tentang rencana Papa itu. Ia sendiri baru tahu hal itu menjelang Papa pergi.

Kepergian dinas Papa itu, tak mengapa bagi si anak. Toh Papa memang sudah sibuk selama ini. Menurutnya, ada atau tidak ada Papa, tidak akan terlalu berpengaruh dan mengubah keadaan. Karena memang Papa tidak terlalu dekat secara personal dengannya dari awal. Akan tetapi, ia menaruh hormat setingginya pada sang ayah sebagai pemimpin rumah tangga dan pencari nafkah bagi keluarganya.

......

Bermain musik sebaga hobi, telah membawa dirinya masuk ke lingkungan anak band. Di dalamnya, ia bertemu dan bergaul dengan banyak orang baik yang sebaya maupun lebih tua umurnya. Mimpinya untuk bergabung dalam sebuah band dan membawakan lagu-lagu dari band rock terkenal, terkabul sudah. Di pertengahan kelas 8, ia bersama teman-temannya dari sekolah yang sama membentuk sebuah band.

Di band baru yang beranggotakan empat orang itu, ia mengisi posisi sebagai pemain gitar. Dengan menyewa studio secara patungan, mereka mulai berlatih secara rutin minimal seminggu sekali. Jika ada pentas seni atau kompetisi, intensitas latihan akan diperbanyak.

Selain sibuk ngeband, ia kerap nongkrong dulu sehabis bubar sekolah ketimbang langsung pulang ke rumah. Sejak bergaul dalam lingkungan perokok, tanpa terasa dirinya mulai terbawa arus. Sulit baginya untuk menghindar dari kebiasaan merokok. Meski awalnya ia enggan, lama kelamaan ia sudah tak segan lagi.

Kebiasaan ngeband, nongkrong, dan ngerokok mulai memengaruhi dirinya. Perhatiannya pada akademik dan semangat belajarnya tampak menurun. Kebiasaan belajar di malam hari yang dulu biasa ia lakukan, kini mulai ditinggalkan. Selain bermain game konsol sambil mendengar musik, malam-malamnya lebih banyak diisi dengan melatih permainan gitarnya. Semua itu seperti membuatnya lupa akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pelajar yang semestinya.  

......

Berseragam putih biru, keempat orang pelajar itu kompak dan lantang mengawali penampilan mereka dengan bersama-sama melantunkan lirik sebuah lagu tanpa musik.

Shot through the heart
And you're to blame
Darlin' you give love a bad name

Begitu lirik pembuka selesai, suara hentakan drum langsung menggebrak masuk diikuti melodi gitar diiringi raungan distorsi gitar rhythm dan petikan bass. Semua berpadu menjadi satu menghasilkan sebuah aransemen musik dengan nuansa rock yang kental. Para personel tampak berusaha tampil semaksimal mungkin meski merasa sedikit grogi di penampilan pertama itu.

Tepuk tangan meriah dan sorak-sorai ramai terdengar dari para penonton yang semuanya pelajar SMP itu. Mereka tampak antusias menyaksikan band yang sedang beraksi di atas panggung. Sang vokalis beberapa kali terlihat mengacungkan salam tiga jari ke arah audien selama lagu dimainkan. Semua larut dalam kegembiraan dan menikmati pertunjukkan hingga lagu berakhir.

Meski hanya satu lagu, para personel merasa cukup puas dengan penampilan perdana di pensi itu. Setelah penampilan itu, mereka kepengin tampil lagi. Bak candu, keinginan manggung membuat mereka ketagihan. Dari panggung ke panggung mereka lakoni demi pengalaman dan kematangan dalam bermusik.

Semua itu berlangsung langgeng hingga mereka lulus SMP. Namun semua berubah ketika mereka melanjutkan SMA di sekolah yang berbeda-beda. Setelah terpisah-pisah, agak sulit bagi mereka untuk bertemu dan ngumpul bareng seperti dulu lagi. Akibatnya nasib band mereka jadi tidak jelas kelanjutannya.

......

Mama seperti tak sabar menanti ucapan dari wanita yang duduk didepannya. Wanita itu tampak serius memperhatikan deretan angka yang ada di hadapannya sambil sesekali membolak-balik lembaran di buku itu. Ia lalu memperlihatkan lembaran itu ke Mama seraya berkata dengan prihatin.

"Ini hasil belajar anak Ibu semester ini. Dibanding semester pertama, hampir semua nilainya turun. Sangat disayangkan sekali. Sebenarnya ada apa dengan anak Ibu?"

Mama benar-benar tidak menyangka akan hal tersebut. Kondisinya kontras sekali dengan setahun lalu. Saat itu ia menerima rapor anaknya dengan suka ria karena si anak mendapat peringkat kedua. Sesuai janjinnya, ia kemudian menghadiahkan sebuah gitar listrik sesuai permintaan anaknya.

Mama sendiri tidak menyangka nilai anaknya bisa sejeblok itu. Sambil menatap tajam ke buku rapor yang disodorkan, Mama menjawab, "Terus terang saya terkejut, Bu. Juga tak habis pikir nilainya bisa sejatuh itu. Selama ini prestasi belajarnya baik-baik saja bahkan selalu ranking lima besar sejak SD. Tapi mungkin dia agak sibuk dengan aktivitas ngebandnya. Itu dugaan sementara saya. Tapi nanti akan saya bicarakan dengan anak saya."

"Saya sangat berharap semuanya bisa baik-baik kembali. Terlebih sekarang anak Ibu sudah naik kelas 9 jadi belajarnya harus lebih rajin lagi. Karena nilai yang diperolehnya nanti akan sangat menentukan untuk bisa masuk SMA negeri," ujar Bu guru.

Saat menyampaikan kabar buruk itu ke si anak, Mama tampak santai saja seolah itu bukan suatu masalah besar. Tak tampak kegusaran pada dirinya. Alih-alih ngomel apalagi ngamuk, ia malah dengan lemah lembut membujuk si anak yang diperlakukan bak seorang bocah untuk memperbaiki nilainya.

Dengan memberikan atau menghadiahkan sesuatu pada si anak, ia merasa bahwa cara yang ditempuh itu sudah tepat. Seiring waktu ia kian pede dengan cara itu karena pada kenyataannya terbukti efektif dalam memotivasi semangat dan prestasi belajar si anak selama ini.

Begitu pula kali ini. Mama kembali mempraktikkan strategi itu. Kini ia mengimingi-imingi anaknya dengan sebuah motor jika mampu masuk SMA negeri favorit. Si anak yang menyambut baik "tantangan' itu, semakin menambah keyakinan Mama jika segala sesuatu bisa diselesaikan dengan materi.

.....

Dengan idealisme baru, band baru itu akhirnya terbentuk. Beranggotakan lima orang, band itu berformasikan vokal, gitar, bass, keyboard, dan drum. Mereka dari tiga SMA yang berbeda dan satu orang mahasiwa. Kehadiran vokalis dengan suara tinggi, memang dicari oleh band. Sang vokalis tidak merasa canggung untuk bergabung dengan band anak SMA meski dia sudah kuliah.

Dengan personel dan formasi yang baru, band bertambah semangat dan antusias. Tidak hanya panggung pensi saja yang mereka jajal tapi juga mulai merambah ke ajang kompetisi. Dengan  kemampuan suara sang vokalis, band tidak ragu untuk membawakan lagu "She's gone" di kompetisi pertama yang mereka ikuti itu. Sebagai salah satu icon rock terkenal dan hit di zamannya, lagu itu memiliki karakter yang sangat kuat terutama pada vokal dan gitar.

Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Perasaan tegang meliputi sang gitaris. Meski sekian pensi dan acara pernah diikuti tapi baginya kompetisi ini benar-benar beda atmosfernya. Walaupun selalu melatih permainan gitarnya, ia tidak pernah berpikir jika melatih diri agar tidak tegang saat kompetisi juga hal penting. Parahnya ketegangan itu semakin menjadi saat band dipanggil naik ke panggung untuk tampil.

Menangkap gelagat sang gitaris, si pemain bass yang kebetulan satu sekolah dengannya berkata, "Santai aja, Bro! Anggap aja kayak latihan biasa."

Ucapan singkat sesaat sebelum on stage itu, sangat membantunya dalam menenangkan diri. Perasaan rileks segera meliputinya. Secara meyakinkan, intro melodi gitar yang mendayu-dayu itu dapat dibawakannya dengan baik seperti yang ia latih selama ini.

Tanpa mengabaikan peran personel yang lain, lagu itu seperti pertaruhan besar bagi vokalis dan gitaris. Setelah diawali intro gitar yang rapi, tatapan tiga orang juri selanjutnya tertuju pada vokalis. Ketiga juri menyimak dengan saksama dan mereka tampak menunggu aksi vokalis selanjutnya terutama di nada tinggi.

Saat sampai di bagian chorus, tepuk tangan riuh dari para penonton bergemuruh. Sang vokalis yang satu-satunya personel berambut gondrong, tanpa kesulitan mampu menjangkau nada tinggi dan mengeksekusinya dengan baik. Power-nya pun tampak tidak kendur selama sekitar enam menit durasi lagu tersebut.

Kegemuruhan penonton kembali terjadi saat gitaris melakukan aksi solo gitar. Berada setelah chorus, melodi solo itu mendapat soroton tajam dari dewan juri. Dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, sekali lagi ia berhasil melakukan tugasnya tanpa kesalahan yang berarti untuk level seorang pemula.

Semua berjalan dengan baik hingga lagu selesai. Diiringi suara tepuk tangan yang membahana ke seluruh ruangan dalam aula gelanggang olahraga tersebut, respon penonton di akhir lagu terlihat sangat positif dan impresif. Meski baru pertama kali tampil di festival band, seluruh personel merasa puas dengan penampilan mereka dan mendapat pengalaman yang sangat berharga dari ajang tersebut.

Meskipun tidak terlalu menargetkan juara, pada faktanya band kemudian dinyatakan keluar sebagai juara ketiga. Para personel menyambut gembira sekaligus tak percaya. Sebuah prestasi yang hebat sekaligus mencengangkan terlebih itu merupakan kompetisi pertama yang diikuti. Namun demikian, mereka bangga dengan kerja keras mereka selama ini ternyata membuahkan hasil yang gemilang.

......

Pasca kemenangan tersebut, band tampak semakin sibuk. Berbagai tawaran bermain datang silih berganti dari berbagai cafe, resto, dan tempat lainnya. Dengan tangan terbuka, mereka menerima dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sebuah kondisi yang sangat lazim terjadi jika seseorang atau sekelompok orang sedang berada di masa popularitas dan ketenaran.

Namun, tanpa disadari kondisi itu justru membawa mereka pada suatu kondisi lain yang tidak lebih mudah dari sebelumnya. Perlahan tapi pasti, masalah kebugaran mulai melanda para personel. Dengan jadwal sekolah yang ada ditambah kesibukan ngeband, membuat fisik dan stamina mereka kewalahan. Tidak hanya itu, perhatian dan konsentrasi mereka pada urusan sekolah juga turut merosot.

Dengan kondisi itu, tampaknya sulit bagi mereka terhindar dari perangkap yang siap menjebak setiap saat. Sudah jadi rahasia umum di kalangan anak band, obat-obatan terlarang kerap dijadikan sebagai pelarian dalam menghadapi masalah yang ada. Dengan dalih sebatas untuk menunjang dan mendukung aktivitas, tidak sedikit yang akhirnya terjerumus ke dalamnya.

Dilema semacam itu kembali menghampiri sang gitaris. Mengingatkannya pada saat awal ia terbawa pergaulan untuk merokok. Kali ini ia dihadapkan pada pilihan berat antara sekolah dan musik. Yang ia inginkan hanyalah aktivitas band-nya terus berjalan seiring dengan rutinitas sekolahnya tanpa nge-drugs.

Namun, tampaknya faktor fisik dan stamina merintangi hal tersebut. Dalam kondisi terjepit seperti itu, godaan untuk terseret ke sisi gelap penyalahgunaan obat-obatan semakin menjadi. Ditambah lagi pengaruh buruk pergaulan, membuat keadaan bertambah rumit. Sulit baginya untuk bertahan dengan kekuatan yang ada di kala dunia di sekelilingnya tidak berpihak padanya.


(BERSAMBUNG

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun