Organisasi advokat Indonesia antara lain: PERADIN, PERADI dan KAI bahkan mungkin seluruh Advokat Indonesia hari ini sedang harap-harap cemas menunggu Pengucapan Putusan Perkara No. 66,71, dan 79/PUU-VIII/2010, yang direncakan akan dibacakan pada hari Senin, 27 Juni 2011 mendatang oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi di Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat.
Tiga permohonan Pengujian UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-undang Dasar Negara Repulik Indonesia tahun 1945 (Pasal 28 ayat (1), pasal 30 ayat (2), dan pasal 32 ayat (4)), (pasal 28 ayat (1), dan pasal 32 ayat (3) dan ayat (4)), serta (pasal 28 ayat (1)) antara lain dimohonkan oleh para pemohon: Frans Hendra Winarta dkk (Peradin), Abraham Amos dkk (Forkom KAAI), dan Husen Pelu dkk (Calon Advokat KAI).
Sebelumnya, UU No.18 tahun 2003 ini juga telah di Judisial Review beberapa kali di Mahkamah Konstitusi, bahkan pada suatu kesempatan Akil Mukhtar (salah satu Hakim Mahkamah Konstitusi) pernah mangatakan bahwa UU inilah yang paling sering dan ramai di Judisial Review. Dimana yang terakhir telah diputus pada 2009 yang lalu oleh Mahkamah Konstitusi dibawah kepemimpinan Prof. Mahfud M.D. Putusan No 101/PUU-VII/2009 tersebut, dimohonkan oleh Abraham Amos, S.H dkk. Yang pada intinya, dalam putusan tersebut salah satunya memberikan waktu dua tahun kepada Organisasi Advokat untuk membentuk wadah tunggal sebagaimana amanat UU No.18/2003 Pasal 28 ayat (1).
Disinilah (Baca: Mahkamah Konstitusi), sejarah itu akan terulang dan nasib organisasi advokat untuk kesekian kalinya akan diukir dan ditentukan. Sebagaimana mafhum. sejarah perjalanan dan dinamika dunia advokat Indonesia terutama isu Organisasi Advokat memang tidak pernah sepi dari konflik dan benturan kepentingan, cukup ramai dan dinamis. Bahkan sejak Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat ini disahkan, bukanya dinamika –untuk tidak mengatakan perseteruan- itu selesai, tapi justru memanas dan kian hari kian tidak jelas.
Wadah Tunggal, idealita yang dipaksakan, MK dinantikan.
Di aras dunia advokat Indonesia Isu wadah tunggal, sebenarnya merupakan wacana basi dan klasik. Setidaknya, hal ini pernah terjadi saat pembentukan Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) pada tahun 1963. Kemudian atas campur tangan pemerintah untuk wadah tunggal, lahirlah Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) pada tahun 1985. menyusul terpecahnya IKADIN padat tahun 90-an makin menjamurlah Organisasi-organisasi Advokat di Indonesia hingga kini.
Keinginan untuk menyatukan organisasi advokat sebagai idealiatas dan cita-cita mulia disatu sisi dan adanya realitas tidak mungkin disatukanya organisasi advokat disisi lain merupakan dua hal yang saling bertentangan satu sama lain. Sehingga diperlukan kearifan para elit dan senior advokat untuk bersikap.
Lahirnya Undang-undang Advokat No. 18/2003 salah satu motivasinya mungkin untuk mengakomodir dua variabel masalah diatas. Namun pada kenyataanya tidak ada gading yang tak retak. Demikian juga UU 18/2003, tapi sangat naif jika menyalahkan undang-undang yang lahir pada zaman reformasi tersebut. Karena pada kenyataanya sumber masalahnya bukan semata-mata pada Undang-undangnya, tapi lebih pada mentalitas person advokat itu sendiri. Sehingga hingga kini masalah Organisasi Advokat berputar-putar, tidak ada kejelasan mesti berakhir dimana.
Wadah tunggal, sekali lagi memang sebuah idealitas yang diharapkan. Tapi tidak untuk organisasi advokat. hal itu rasanya tidak mungkin karena sangat bertentangan dengan fitrah kebebasan, independensi dan keadilan. Jangan menyamakan profesi advokat dengan organisasi profesi lain seperti Kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.
Pemaksaan kemanunggalan organisasi advokat, menyebabkan beberapa pihak terkena dampaknya. Setidaknya hal itulah yang dialami oleh para calon advokat. Para pencari keadilan secara tidak langsung juga mengalami hal yang sama.
Langkah hukum di Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh beberapa advokat sebagaimana penulis singgung diawal tulisan ini adalah tepat. Meskipun jika ini gagal masih banyak cara sebagai ikhtiar yang masih bisa untuk dilakukan. Namun saat ini yang sangat diharapkan, khususnya saya pribadi adalah putusan yang adil dan solutif dari Mahkamah Konstitusi. Semoga!!!