Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Menjadi Sarjana Dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristotle

30 Januari 2025   10:40 Diperbarui: 30 Januari 2025   10:40 45 0
Mejadi Sarjana Dan Menciptakan Etika Kebahagian Aristotle

Pendidikan tinggi adalah fase penting dalam hidup seseorang. Menjadi seorang sarjana bukan hanya menyelesaikan pendidikan formal; menjadi seorang sarjana juga memikul tanggung jawab besar untuk membangun moralitas, kemampuan intelektual, dan karakter. Selama proses ini, filsafat klasik seperti yang diajarkan oleh Aristotle masih dapat membantu seseorang dalam perjalanannya. Kebahagiaan, atau "hidup yang baik", atau eudaimonia, adalah salah satu konsep utama yang dia tawarkan.


Menurut Aristotle, hanya dengan menjalani kehidupan yang bermakna dan berlandaskan kebajikan yang dapat dicapai kebahagiaan sejati. Hal ini memberikan panduan penting bagi mahasiswa pascasarjana untuk memahami arti kebahagiaan, peran moral, dan cara membangun kebahagiaan dalam kehidupan pribadi dan sosial mereka. Tiga pertanyaan utama akan dibahas dalam artikel ini: Mengapa moral sangat penting untuk menjadi sarjana? Kenapa kebahagiaan dipandang

Untuk alasan apa etika sangat penting untuk menjadi seorang sarjana?

1. Pendidikan adalah proses pembentukan karakter

Aristotle menganggap manusia sebagai makhluk rasional dan sosial. Oleh karena itu, tujuan pendidikan bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan kognitif tetapi juga untuk membentuk karakter moral yang teguh. Dalam situasi ini, gelar sarjana tidak hanya menunjukkan penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga menunjukkan kemampuan seseorang untuk menjadi orang yang bermoral, jujur, dan dapat membantu masyarakat.

Mempertahankan integritas di tengah tekanan akademik dan sosial adalah tantangan utama dalam menjadi sarjana. Misalnya, plagiarisme, menyontek, atau manipulasi data penelitian adalah contoh nyata bagaimana ketidaktaatan moral dapat merusak citra akademik dan moral seseorang. Aristotle menganggap kebajikan sebagai hasil dari kebiasaan baik yang terus-menerus dilatih.

2. Etika dalam Pengambilan Keputusan

Aristotle mengatakan dalam Nicomachean Ethics bahwa kebahagiaan hanya dapat dicapai ketika seseorang melakukan fungsi terbaiknya (ergon) sebagai manusia. Menggunakan akal budi untuk bertindak berdasarkan kebajikan dan membuat pilihan yang baik adalah tugas terbaik manusia. Seorang calon sarjana sering menghadapi banyak pilihan moral dan penting, seperti memilih jalur karier, memilih topik penelitian, atau mengatasi konflik sosial. Kebijaksanaan praktis (phronesis) menjadi kebajikan utama yang harus diasah dalam keadaan seperti ini.

Mahasiswa yang menghadapi tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi mungkin tergoda untuk melakukan kecurangan, sebagai contoh. Ketika phronesis muncul, orang akan menyadari bahwa kejujuran lebih penting daripada hasil instan. Kebijaksanaan praktis memungkinkan seseorang untuk mempertimbangkan akibat dari pilihan mereka dalam jangka panjang, baik bagi mereka sendiri maupun bagi

3. Kredibilitas Akademik Bergantung pada Moral

Reputasi seorang sarjana ditentukan oleh integritasnya, bukan hanya oleh keahliannya. Kredibilitas dalam dunia akademik bergantung pada etika. Seorang mahasiswa yang hanya berfokus pada hasil penelitian tanpa mempertimbangkan nilai moral akan lebih dihormati daripada seorang mahasiswa yang bertindak sesuai dengan etika penelitian, seperti menghormati hak kekayaan intelektual, mengutip sumber yang relevan, dan transparan dalam menyampaikan hasil penelitian mereka.

Untuk alasan apa konsep kebahagiaan Aristotle masih relevan dengan dunia saat ini?

1. Menjadi Kebahagiaan Sepanjang Hidup

Aristotle menganggap kebahagiaan, atau eudaimonion, sebagai tujuan tertinggi manusia. Namun, kebahagiaan ini tidak sama dengan kesenangan sementara atau kepuasan material. Dia percaya bahwa hidup yang bermakna dan penuh kebajikan adalah satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan sejati. Banyak orang cenderung mengejar kebahagiaan melalui hal-hal yang datang dari luar, seperti kekayaan, popularitas, atau status sosial, di dunia modern yang penuh tekanan sosial dan ekonomi. Namun, metode ini sering menyebabkan kekecewaan dan ketidakpastian.

Kandidat sarjana dapat menemukan kebahagiaan sejati dalam proses pembelajaran; mereka dapat menggunakan pendidikan sebagai cara untuk memahami dunia, memperkaya diri sendiri, dan membantu orang lain. Sebagai contoh, mahasiswa yang mengabdikan diri kepada masyarakat akan lebih puas daripada mahasiswa yang tidak.
2. Tantangan untuk Kebahagiaan di Era Teknologi

Di era komputer dan internet, masalah kebahagiaan semakin kompleks. Misalnya, media sosial sering menciptakan ilusi kebahagiaan yang bergantung pada penampilan atau pencapaian yang buruk. Banyak orang, termasuk siswa, takut menampilkan kehidupan mereka yang "sempurna" di platform digital. Teori Aristotle tentang kesederhanaan (temperance) sangat relevan dalam konteks ini.


Kemampuan untuk mengendalikan keinginan yang berlebihan dan menemukan keseimbangan dalam hidup dikenal sebagai kesederhanaan. Ketika siswa memahami konsep ini, mereka akan lebih bijaksana dalam menggunakan teknologi. Misalnya, mereka akan membatasi penggunaan media sosial untuk hal-hal yang produktif dan menghindari persamaan yang tidak sehat.

3. Kebahagiaan Sosial Bersama Melalui Kebajikan

Aristole menekankan bahwa karena manusia adalah makhluk sosial, mereka tidak dapat mencapai kebahagiaan sejati tanpa memperhatikan kebahagiaan orang lain. Konsep ini sekarang berlaku dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Misalnya, siswa yang memiliki hubungan yang baik dengan guru, teman, dan komunitasnya akan lebih bahagia daripada siswa yang hanya berfokus pada diri sendiri.


Kebahagiaan bersama dapat dicapai melalui kebajikan sosial seperti kemurahan hati, keadilan, dan empati. Dalam praktiknya, kebajikan sosial ini dapat diwujudkan melalui partisipasi dalam kegiatan sosial, mendukung teman yang sedang menghadapi kesulitan, atau memperjuangkan keadilan dalam sistem pendidikan.

Bagaimana Kandidat Sarjana Dapat Mengambil Moral Aristotle?

1. Membangun Kebajikan Melalui Praktik

Aristotle berpendapat bahwa kebiasaan yang terus-menerus adalah sumber kebajikan. Seseorang harus melatih kebajikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi orang yang berintegritas. Beberapa tindakan praktis yang dapat diambil oleh siswa adalah:

Pendidikan: Beri prioritas pada tugas akademik dan ikuti jadwal belajar yang konsisten.
Bertindak jujur: Menjunjung tinggi integritas akademik dan menghindari plagiarisme.
Bersikap rendah hati: Bersedia menerima kritik dan terus belajar dari kesalahan.

2. Menemukan The Middle Way (Golden Mean)
Konsep jalan tengah, atau golden mean, adalah dasar etika Aristotle. Ia memberi tahu kita bahwa kebajikan terletak di antara dua sisi: kekurangan dan kelebihan. Sebagai ilustrasi:

Kesederhanaan membedakan hidup dari kemalasan. Keberanian membedakan kemalasan dari pengecut.

3. Praktek Kebijaksanaan (Phronesis)

Phronesis adalah kebijaksanaan praktis yang memungkinkan seseorang membuat pilihan moral berdasarkan nilai-nilai moral. Mahasiswa dapat menggunakan phronesis dalam berbagai situasi, seperti:

Memilih topik penelitian yang relevan bagi masyarakat dan menarik secara pribadi.
Mengatasi masalah dengan teman atau guru dengan bijaksana dan adil.
membuat prioritas antara kehidupan pribadi, organisasi, dan akademik.

4. Memprioritaskan Kebahagiaan Semua Orang

Prinsip etika Aristotle adalah kebahagiaan kolektif. Calon sarjana dapat bersenang-senang dengan:

Mengambil bagian dalam aktivitas sosial yang menguntungkan, seperti lokakarya literasi, seminar pendidikan, atau proyek lingkungan.
Melibatkan diri dalam aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti mengajar di daerah terpencil atau membantu orang-orang yang kurang beruntung.
mempromosikan prinsip kampus seperti toleransi, inklusi, dan solidaritas.

 5. Perencanaan Refleksi Diri

Langkah penting dalam pengembangan diri adalah refleksi. Mahasiswa dapat mempertimbangkan tindakan mereka setiap hari untuk menilai apakah mereka sudah menjalani hidup yang sesuai.


Kesimpulan

Menjadi sarjana adalah lebih dari sekadar mendapatkan gelar akademik. Ini adalah proses transformasi untuk mencapai keseimbangan intelektualitas, moralitas, dan karakter. Dalam perjalanan ini, etika kebahagiaan Aristotle memberikan pedoman yang relevan untuk zaman sekarang dan zaman sebelumnya. Kandidat sarjana tidak hanya dapat mencapai kebahagiaan pribadi (eudaimonia) tetapi juga menciptakan kebahagiaan kolektif dalam masyarakat dengan menjalankan kebajikan melalui kebiasaan, menemukan jalan tengah, dan menerapkan kebijaksanaan praktis (phronesis).


Menurut pemikiran Aristotle, kebahagiaan sejati berasal dari kehidupan yang bermakna dan penuh kebajikan, bukan dari hal-hal seperti kekayaan atau status sosial. Dalam situasi seperti ini, siswa yang memprioritaskan kesuksesan akademik, keseimbangan emosional, dan kontribusi sosial akan menjadi orang yang sukses secara pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

Aristotle's Nicomachean Ethics (2009). Disalin oleh W.D. Ross. Oxford University Press. Broadie, S. (2001). Etika dengan Aristotle. Oxford: Penerbit Universitas Oxford.

H. J. Curzer (2012). Aristokrasi dan Kebaikan. Oxford: Universitas Oxford Press. Kristjánsson, K. (2014). Virtues and Vices in Positive Psychology: A Philosophical Critique, Cambridge: Cambridge University Press, 2007, oleh MacIntyre.
Setelah Kebaikan: Studi Moral Teori. Notre Dame: Penerbit Universitas Notre Dame. Pakaluk, M. (2005). Nicomachean Ethics of Aristotle: An Introduction, Cambridge: Cambridge University Press, 1993.
Aristotle's Theory of Virtue: The Fabric of Character. Oxford: Oxford University Press. Taylor, C. C. W. (2006). Aristokrasi tentang Kebaikan. Oxford: Clarendon Press. Upton, J. (2001). "Relevansi Etik Aristokrasi untuk Pendidikan Modern." Journal of Moral Education, 30(2), 125.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun