[caption id="attachment_134535" align="aligncenter" width="576" caption="Love Garuda"][/caption]
Kalah atau Menang Petasan Itu Tetap Ada
Pada menit ke-75 wasit Min-Hu Lee asal Korea Selatan menghentikan pertandingan, pengawas pertandingan meminta para pemain Bahrain menuju ruang ganti, beberapa pemain dan official Bahrain berlari sambil merunduk dan menutup bagian kepalanya ketika berlari menuju ruang ganti. Presidenpun meninggalkan lapangan, sebagian penonton juga demikian. Beberapa menit kemudian pertandingan ternyata bisa dilanjutkan kembali dalam suasana yang tertib.
Penyebab dihentikannya pertandingan adalah petasan, kembang api dan lemparan botol ke arah lapangan. Sebenarnya petasan dan kembang api dimasukkan ke stadion bukan dimaksudkan untuk mengacaukan pertandingan, di banyak pertandingan di Indonesia petasan dan kembang api dinyalakan biasanya saat ada momen menggembirakan seperti sehabis merayakan gol dan setelah pertandingan dimenangkan tuan rumah. Hanya saja, sayang sekali di malam ketika banyak penonton, kemungkinan besar ABG, yang sudah membawa susah payah petasan dan kembang api, tak punya momen untuk meledakkannya, daripada dibawa pulang dan batal diledakkan, maka untuk membuat suasana riuh petasan tersebut dipantik. Saya tak terlalu yakin bahwa para penonton itu tahu kalau kembang api dan petasan dilarang di pertandingan bola, karena hampir setiap pertandingan bola di malam hari di Liga Indonesia diwarnai petasan dan kembang api. Tapi Setelah ini akan banyak orang yang sadar bahwa bawa petasan dan kembang api ke stadion itu tak boleh, bukan karena dilarang Polisi tapi karena bikin malu bangsa dan negara.
Soal pelemparan botol, tindakan ini memang tak bisa ditolerir. Pelemparan botol ke arah pemain atau official adalah wujud penonton bola yang sakit jiwa. Beberapa kali saya menonton bola, bahkan botol berisi air seni meluncur dari atas dan dilemparkan ke arah lapangan dan penonton di tribun bawah. Penonton semacam ini sebenarnya tak pantas menonton di stadion, lebih baik tinggal menonton di rumah, dan jikapun harus melempar botol, lemparlah televisi yang ada dirumah, itupun kalau tak keburu kena semprot dari istri atau emaknya.
Penampilan Timnas Memang Payah
Diluar kehebohan penghentian pertandingan, permainan Timnas memang kurang menggigit dan tak meyakinkan. Dari gennya, fisik memang sudah berbeda, maka pemain kepayahan dalam berebut bola dengan lawan, benturan hampir selalu dimenangkan oleh Bahrain. Pola serangan dengan mengandalkan umpan lambungpun tidak bisa efektif karena pemain Bahrain menjulang dan pasti kepalanya lebih dulu kena bola dibanding pemain kita. Nah meski demikian, yang paling dipermasalahkan adalah pemain tak sanggup bermain 90 menit, mereka kepayahan dan kelelahan ditanah dan dibawah cuaca dan suhu yang sama dengan yang mereka tinggali bertahun-tahun.
Wim Vs Riedl, PSSI Vs Pemain
Sebagaimana dikutip Goal.com, setelah kalah Wim Risjbergen berkomentar “Tim ini sudah ada sebelum saya ditunjuk sebagai pelatih. Saya tidak pernah dilibatkan dalam pembentukan tim ini. Ini bukan tim saya,”
Pernyataan Wim cukup menggelikan karena, justru dia megeluhkan sesuatu yang menjadi wewenangnya, memilih pemain adalah domainnya. Kalaupun harus mengeluh, keluhkan saja sesuatu yang berada di luar kendalinya, seperti wasit, rumput, stadion, cuaca, laser, petasan, kembang api, lemparan botol dan masih banyak lagi.
Riedl bisa jadi contoh yang lebih kreatif. Setelah kalah 0 – 3 dari Malaysia pada final pertama Piala AFF Riedl mengeluhkan sorotan media yang berlebihan saat Timnas berlatih
"Ya media terlalu banyak minta wawancara tim. Belakangan ini aktivitas dari federasi juga agak mengganggu kami. Kegiatan-kegiatanyang berlebihan dan tidak perlu".