Rasulullah Saw bersabda: “Umatku yang paling pengasih adalah Abu Bakar, yang paling keras menegakkan agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang paling tahu halal haram adalah Mu’adz bin Jabal, yang paling baik bacaan Al-Qur’an adalah Ubay, dan yang paling tahu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai orang yang paling amanah, dan umatku yang paling amanah adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.”
Lalu, mengapa Rasulullah Saw sampai marah kepada Mu’adz bin Jabal ra, seorang sahabat yang memiliki kelebihan? Rupanya Rasulullah Saw marah karena ketika suatu saat Mu’adz bin Jabal menjadi imam shalat membaca surat Al-Qur’an terlalu panjang (sementara riwayat menyebutkan di rekaat awal beliau membaca surat Al-Baqarah dan di rekaat kedua surat An-Nisaa). Seorang makmum memprotes Mu’adz karena shalatnya terlalu lama dan hal tersebut kemudian dilaporkan kepada Rasulullah Saw.
Ketika mendengar hal tersebut, Rasulullah Saw kemudian menegur sahabat Mu’adz. “Hai Mu’adz, janganlah kamu menjadi tukang fitnah, di belakangmu ikut bersembahyang orang yang sudah tua, orang yang lemah, orang yang punya hajat, musafir ……….”
Dalam riwayat lain disebutkan, sahabat Abu Mas’ud al-Anshary ra berkata: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, ‘Saya sungguh kurang semangat berjamaah shalat subuh, sebab si Anu kalau mengimami lama sekali.” Maka, belum pernah aku melihat Rasulullah Saw marah dalam khotbah beliau seperti saat itu. Beliau berkhotbah: ”Wahai manusia, di antara kalian ada orang-orang yang suka membuat orang lari. Maka, barangsiapa mengimami jamaah hendaklah tidak berpanjang-panjang, di belakangnya ada orang tua, ada orang lemah, dan orang yang punya sesuatu hajat.”
Seperti biasa, sikap Rasulullah Saw sendiri adalah selalu konsisten dengan sabda dan anjuran beliau. Rasulullah Saw sampai akhir hayat beliau selalu mengimami, memimpin shalat. Rasulullah Saw absen mengimami shalat hanya pada saat sakit keras menjelang wafat dan digantikan oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddieq ra. Selama itu, Rasulullah Saw menjadi imam, tidak pernah ada seorang pun yang protes atau mengeluhkan shalat beliau, ataukah terlalu lama atau terlalu singkat.
Rasulullah Saw adalah manusia yang sangat mengerti manusia dan beliau sangat memanusiakan manusia. Beliau mengerti bahwa orang-orang yang mengikuti shalat di belakang beliau tidak seperti beliau. Mereka yang mengikuti beliau terdiri dari berbagai macam manusia, dan beliau pun memanusiakan mereka semua.
Tidak berlebihan bila banyak yang menganggap bahwa imam dalam shalat merupakan simbol bahkan filosofi kepemimpinan umat. Kita tahu bahwa Rasulullah Saw, sebagaimana saat memimpin shalat mengayomi jamaah, beliau juga mengayomi umat dan karenanya beliau sangat dicintai saat memimpin umat. Sebagai manusia yang mengerti manusia dan memanusiakan manusia, Rasulullah Saw tidak hanya menentramkan dan disukai jamaah saat memimpin shalat, namun beliau juga menentramkan dan dicintai umat saat memimpin mereka. Rasulullah Saw adalah seorang imam dan sekaligus pemimpin yang sejati.* (Ahmad Jauhari)