Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kerja sampai Mati

27 April 2023   10:55 Diperbarui: 27 April 2023   10:56 256 0
Kerja sampai mati    


Musim libur lebaran bisa jadi momen yang paling dinanti bukan hanya bagi umat islam, tapi juga bagi segenap warga yang ikut mendapat libur lebaran.

momen lebaran ini sejatinya mengingatkan kita tentang pentingnya sebuah jeda dalam kehidupan, menepi sejenak dari hiruk pikuk kota, beban tugas dan pekerjaan yang menumpuk selama ini. Jeda lebaran ini seolah memberi kita ruang untuk refresh nurani, mengingatkan kita tentang tujuan hidup, bahwa kehidupan tak hanya tentang pekerjaan, tentang bisnis atau pencapaian, tapi sebagai mahluk sosial kita punya hak untuk berbahagia. ada lingkungan keluarga, sahabat dan tentu saja cinta. sesuatu yang acap kali kita lupa.

Kita terbang sejenak ke negeri matahari terbit, negara Jepang yang selama ini dikenal sebagai kiblat teknologi dan pusat budaya kerja yang jadi banyak rujukan banyak perusahaan besar, salah satu slogannya kurang lebih "tercapainya target adalah pintu masuk untuk target selanjutnya".

Dalam jagat media sosial beberapa waktu terakhir ramai diberitakan impact negatif dibalik kegigihan orang jepang dalam bekerja. Tersebar foto banyak warga Jepang yang nampak kelelahan, jarang sekali terlihat senyuman di wajah, hingga tak nampak lagi interaksi antar mereka, yang ada dalam hidup adalah kompetisi, target dan beban berat pekerjaan. Ujungnya banyak warga Jepang yang lupa membina relasi, menjalin hubungan hingga ada yang menghindari pernikahan. Tak ayal, situasi itu membuat Jepang jadi salah satu negara yang mengalami defisit pertumbuhan penduduk, jumlah warga negara Jepang tiap tahun semakin menyusut, karena banyak yang memilih hidup sendiri hingga akhir hayat, seolah hidup hanya untuk bekerja, ya, bekerja sampai mati.

Kembali ke tanah air, dalam dunia bisnis dan karir akhir-akhir ini tren tentang bekerja sampai mati juga boleh jadi telah menular walau jumlahnya tak siginifikan seperti di Jepang, akhir bulan seperti sebuah momok bagi para eksekutif hingga karyawan, karena capaian mereka diukur pada target, mengejar point yang telah ditetapkan, target yang di cetak oleh segenap direksi untuk memenuhi ekspektasi para investor. Dunia seolah kembali dikuasai segelintir pihak, mencetak manusia menjadi robot demi sebuah kata, pertumbuhan!

Rheinald khasali dalam buku strawberry generation menulis sebuah kutipan yang menarik,  jika seorang pimpinan mengedepankan perasaan, maka yang kasian perusahaannya, sebaliknya, jika pimpinan mengedepankan logika, maka yang kasihan adalah segenap karyawannya.

Maka, langkah yang baik adalah menyeimbangkan antara perasaan dan logika, seorang pimpinan tidak bisa kemaruk membuat target diluar batas demi pertumbuhan yang membuat karyawannya menjadi robot, atau sebaliknya mengedepankan perasaan yang membuat karyawannya menjadi manja dan kehilangan daya resiliensi.

Beban kerja yang berat dan target acap kali membuat karyawan dalam tekanan, dan tekanan kerap kali jadi muasal sebuah kesalahan. Jika pimpinan hanya berorientasi pada target, maka setengah kehidupannya telah hilang, lupa pula tujuan hidup hingga tak hapal lagi cara untuk bahagia.

Banyak para pekerja hingga kehilangan nalar bahkan etika demi memenuhi target perusahaan, lupa cara membina hubungan baik dengan partner yang selama ikut membesarkan perusahaannya, tanpa disadari karyawan malang itu telah menghamba pada target semu perusahaannya.

Seorang CEO perusahaan IT ternama asal India, Narayana Murthy pernah memberi pesan mendalam, beliau berujar:

"cintailah pekerjaanmu, tapi jangan pernah jatuh cinta pada perusahaanmu, karena kamu tidak tahu kapan perusahaanmu berhenti mencintaimu."

Jika kita menghamba pada perusahaan, jadi eksekutif dan produktif dan acap kali memenuhi target, seiring waktu akan tiba masa dimana produktifitas kita menurun dimakan usia, pada saat itu ada ribuan orang yang siap menggantikan kita, dan boleh jadi semua pencapaian kita dimasa lalu tak lagi berbekas. Maka, cintailah pekerjaanmu, itu yang akan menjadikan kita tetap bahagia dan produktif tak lekang oleh usia.

Pesan diatas boleh jadi memberi kita sebuah wejangan, jika melakukan pekerjaan dengan cinta, maka kita akan tetap bahagia. Sebaliknya, sebesar apapun penghasilan kita, jika tak ada gairah dan cinta didalamnya, malah tekanan dan beban yang ada, maka tinggalkanlah jika kita tak mau menjadi robot yang menghamba pada target.

Jangan pernah lupa, harus ada suka cita, passion dan cinta dalam menjalani profesi kita, apapun itu. Menjadi ekspert/ahli dalam satu bidang profesi boleh jadi jaminan akan karir, orang-orang yang ketakutan kehilangan pekerjaan dan tetap rela diperbudak target boleh jadi karena tak memiliki keahlian khusus.

Boleh jadi kita merasa lelah, lalu kalah dalam kompetisi kehidupan, tapi seorang juara tak pernah menyerah.

Sebuah pesan sufisme Syeikh Ibn Athailah boleh jadi tempat untuk kita merebahkan lelah saat merasa buntu dan kerap kali kalah dalam kehidupan.

"Istirahatkan dirimu/pikiranmu dari kesibukan mengatur dirimu, karena apa-apa yang telah diatur/dijamin oleh selain kamu(yaitu Allah), tidak perlu engkau ikut sibuk memikirkannya".

Libur lebaran ini boleh jadi momen yang tepat untuk kita ambil jeda dalam hidup. Menemui sanak saudara, bertemu teman dan membina relasi dengan orang-orang lama.

Take a while, ambilah jeda itu, lalu mulailah bahagia kembali.


Hidup bukan hanya tentang pekerjaan dan target, gagal mencapai target perusahaan tak membuat kita masuk penjara apalagi masuk neraka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun