Saya mencoba menganalisis dalam sistem pasar hari ini,modal cenderung terakumulasi pada segelintir elit, di Indonesia sendiri lebih dikenal sebagai "9 naga" sementara masyarakat miskin semakin terpinggirkan. Proyek PIK 2, yang dikelola oleh Agung Sedayu Group, mencerminkan konsentrasi modal yang besar dalam pembangunan infrastruktur mewah. Menurut manajemen PIK 2, proyek ini mencakup revitalisasi hutan mangrove seluas 1.800 hektare dengan investasi murni dari pihak swasta tanpa menggunakan dana APBN .
Namun, kritik muncul dari berbagai kalangan. Supardiono seorang pengamat sosial, dalam wawancaranya bersama Mitrasuara menyatakan bahwa proyek ini berpotensi menciptakan ketimpangan sosial yang tajam antara masyarakat kaya dan miskin di sekitar kawasan tersebut. Ia mengingatkan bahwa ketimpangan ini akan memicu konflik sosial, terutama jika pemerintah hanya berfokus pada nilai investasi tanpa mempertimbangkan dampak bagi masyarakat sekitar.
Dalam analisis saya,proyek seperti PIK 2 dapat dilihat sebagai bentuk ekspansi modal yang mengorbankan kepentingan Masyarakat lokal, diantaranya adalah nelayan, buruh angkut, pedagang ikan, dan petani, kehilangan mata pencaharian mereka akibat alih fungsi lahan dan perubahan ekosistem. Hal ini sejalan dengan konsep alienasi, di mana para pekerja terpisah dari alat produksi dan hasil kerjanya, sehingga kehilangan makna dan kontrol atas kehidupannya.