Mohon tunggu...
KOMENTAR
Roman Pilihan

Bayang-Bayang Penyesalan

13 Juni 2024   10:51 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:45 171 3
Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Hujan deras mengguyur kota sejak pagi. Di balik jendela apartemen kecilnya, Maya memandangi tetesan air yang berlomba-lomba turun. Hari itu terasa lebih suram dari biasanya, seolah langit pun ikut merasakan kesedihan yang menggulung dalam dadanya.

Maya baru saja menyelesaikan kuliahnya dan bekerja sebagai editor lepas. Dia menghabiskan hari-harinya dengan tenggelam dalam kata-kata, berusaha melupakan kekosongan yang terus menghantuinya. Kekosongan yang mulai muncul sejak perpisahannya dengan Arga, cinta pertamanya.

Arga, lelaki dengan mata cokelat yang selalu memancarkan kehangatan, telah pergi meninggalkan Maya tanpa penjelasan. Mereka berpisah bukan karena kehilangan cinta, tetapi karena kesalahpahaman yang tak terelakkan. Hingga saat ini, Maya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Suara ketukan di pintu mengalihkan perhatian Maya dari lamunannya. Dengan enggan, dia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di depan pintu berdiri seorang pria yang basah kuyup, dengan mata yang tampak tidak asing baginya. Arga.

"Maya, maafkan aku," suara Arga terdengar serak, seperti seseorang yang telah lama menahan perasaan yang membebani.

Maya terdiam, hatinya campur aduk antara marah, rindu, dan bingung. "Kenapa kamu di sini, Arga? Apa yang kamu mau?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Aku butuh bicara denganmu, Maya. Aku butuh kamu mendengar penjelasanku," Arga berkata sambil menatap dalam-dalam mata Maya, mencari secercah harapan bahwa dia akan didengar.

Maya ragu-ragu sejenak, lalu mempersilakan Arga masuk. Hatinya berdebar kencang, campuran antara kebahagiaan dan rasa sakit. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan lelaki yang pernah mengisi seluruh hidupnya itu.

Mereka duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan, suasana hening dan tegang. Hanya suara derasnya hujan di luar yang menemani mereka.

"Kenapa kamu pergi begitu saja, Arga?" tanya Maya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. "Kenapa kamu tidak pernah menjelaskan apa yang terjadi?"

Arga menundukkan kepalanya, menahan air mata yang hampir tumpah. "Aku tidak pernah bermaksud meninggalkanmu tanpa penjelasan, Maya. Saat itu, aku terjebak dalam situasi yang sangat rumit. Ayahku sakit keras, dan aku harus segera kembali ke kampung untuk merawatnya. Tapi di saat yang sama, aku kehilangan ponselku, dan semua kontak kita terputus."

Maya terkejut mendengar penjelasan Arga. Dia merasa bersalah karena telah berpikir buruk tentang lelaki yang dicintainya. "Kenapa kamu tidak pernah mencoba menghubungiku setelah itu?" Maya berusaha menahan isak tangisnya.

"Aku mencoba, Maya. Aku menulis surat, mengirim email, bahkan mencari kamu di media sosial, tapi semuanya tampak sia-sia. Seperti kamu menghilang dari kehidupanku," jawab Arga dengan suara berat.

Maya merasa hatinya hancur. Dia ingat saat-saat dia memutuskan untuk menghapus semua jejak Arga dari hidupnya karena terlalu sakit menanggung perpisahan itu. Kini, dia menyesali keputusannya.

Hujan terus mengguyur, seolah menggambarkan air mata yang tak bisa mereka tumpahkan. Dalam keheningan itu, mereka berdua tenggelam dalam penyesalan dan keputusasaan, menyadari bahwa cinta mereka masih ada, tetapi jalan yang harus mereka tempuh untuk menyembuhkan luka lama mungkin sudah terlambat untuk ditempuh.

Dan di malam yang kelam itu, Maya dan Arga menyadari bahwa cinta sejati tidak selalu berakhir bahagia, dan kadang penyesalan adalah bayang-bayang yang harus mereka hadapi selamanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun