Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Apa Ada Angin di Jakarta

15 Juli 2014   19:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:16 346 0
Melihat orang hilir-mudik di gedung-gedung menjulang Jakarta; menguping percakapan-percakapannya; pertama yang terlintas di benak saya adalah Puisi Umbu Landu Paranggi: 'Apa Ada Angin di Jakarta.' Semua berjalan bergegas; riuh-rendah dalam deal-deal bisnis; persaingan dengan segala cara; menyusun segala taktik dan siasat.
Kira-kira apa yang mendasari mereka untuk berinteraksi di tengah kota yang hiruk-pikuk ini? Kenangan masa kecil? Kisah indah mengenai kampung halaman? Atau sekedar kepentingan kapital? Kebutuhan bisnis? Atau hanya tentang bagaimana menghimpun modal, dan menghasilkan laba yang sebesar-besarnya?
"Kenanglah jua yang celaka"
"Orang usiran kota raya"
Umbu menendang dengan telak, miris, dan ironis. Dari sekian juta penduduk Jakarta, hanya berapa persen yang "mbadok" menikmati gegap-gempita pembangunannya? Cuma segelintir orang kaya yang menikmati hasil perputaran modal-modal besar. Dan sebagian besar sisanya menjadi orang usiran sebagai korban dari kerakusan. Hidup di pinggiran tanpa kemampuan ekonomi; gamang budaya; pudar kepekaan sosial luntur dalam kerasnya hidup sehari-hari. Hancur segala-galanya: lahir dan bathin.
Maka: "Kembalilah ke huma berhati," ajak Umbu. Pulanglah ke dalam bathinmu. Di situlah kampung halaman sejatimu; di sanalah kehangatan bersumber; kenangan masa kecilmu; kisah indah tentang desamu. Dari situlah ketulusan interaksi manusia berasal. Tanpa kepentingan; tanpa kerakusan; tanpa prasangka dan kebencian. Hanya kesedian untuk saling memberi; bahagia karena kebersamaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun