Kira-kira apa yang mendasari mereka untuk berinteraksi di tengah kota yang hiruk-pikuk ini? Kenangan masa kecil? Kisah indah mengenai kampung halaman? Atau sekedar kepentingan kapital? Kebutuhan bisnis? Atau hanya tentang bagaimana menghimpun modal, dan menghasilkan laba yang sebesar-besarnya?
"Kenanglah jua yang celaka"
"Orang usiran kota raya"
Umbu menendang dengan telak, miris, dan ironis. Dari sekian juta penduduk Jakarta, hanya berapa persen yang "mbadok" menikmati gegap-gempita pembangunannya? Cuma segelintir orang kaya yang menikmati hasil perputaran modal-modal besar. Dan sebagian besar sisanya menjadi orang usiran sebagai korban dari kerakusan. Hidup di pinggiran tanpa kemampuan ekonomi; gamang budaya; pudar kepekaan sosial luntur dalam kerasnya hidup sehari-hari. Hancur segala-galanya: lahir dan bathin.
Maka: "Kembalilah ke huma berhati," ajak Umbu. Pulanglah ke dalam bathinmu. Di situlah kampung halaman sejatimu; di sanalah kehangatan bersumber; kenangan masa kecilmu; kisah indah tentang desamu. Dari situlah ketulusan interaksi manusia berasal. Tanpa kepentingan; tanpa kerakusan; tanpa prasangka dan kebencian. Hanya kesedian untuk saling memberi; bahagia karena kebersamaan.