Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Cinta Bukan Pilihan (Part 7)

8 Januari 2020   19:12 Diperbarui: 8 Januari 2020   19:25 48 0
Malam ini jadwalnya pentas seni. Masing-masing kelas harus menyertakan wakilnya. Tema pertunjukannya bebas. Anak kelas 1.4 sedang ramai berdiskusi, saat Hani masuk sambil membawa ember berisi nasi bungkus jatah makan siang mereka.

"Nih maem kalian. Yuk disambi maem bareng aja biar lebih asyik."

"Eh, kalian mbahas apa sih? Jadi bikin pertunjukan tentang parodi cerita putri-putri disney?" Hani menyambung kalimat sambil menyuapkan nasi ke mulut.

"Ya jadi, dong. Nih dah mau bagi-bagi peran. Eh, Han, kamu sama Julia diskusi sana! Cepat putuskan siapa jadi ibu tiri siapa nenek sihir. Kalian berdua paling cocok deh", Sari berkata asal-asalan.

"Eh kurang ajar kamu, Sari. Muka cantik gini kok suruh jadi bengis. Susah lah yaw", entah dari mana Julia mendadak muncul dan mulai mendamprat Sari.

Sari hanya tergelak melihat muka jutek Julia. Mereka melanjutkan diskusi untuk parodi yang mau ditampilkan nanti malam.

"Eh iya, tapi yang mau jaga tenda siapa ya? Harus ada satu orang yang ditinggal. Apa aku aja kali ya", Sari sebagai ketua mengambil tanggung jawab yang tidak menyenangkan itu.

"Eh jangan kamu, Sar. Masak iya ketuanya malah nggak ada pas pentas. Udah aku aja lah. Lagian enak juga bobok di tenda daripada nonton pentas sampai malam, besok ngantuk aku", Hani mengajukan diri.

"Halah, tidur aja pikiranmu. Atau kamu mau kencan malam lagi sama mas Arif", Sari langsung menutup mulutnya menyadari kelepasan bicara.

Semua penghuni tenda menatap antusias ke arahnya. Hani salah tingkah. Mau menyangkal pun tidak mungkin. Kejadian di pos 5 semalam saat dia datang berdua dengan Arif tentu saja disaksikan banyak pasang mata. Dan gosip seperti itu cepat menyebar. Sementara memarahi Sari juga bukan pilihan bijak, gosip sudah telanjur menyebar dan malah jadi kehilangan sahabat nanti. Lagipula Sari memang benar-benar kelepasan tadi.

Ana, salah seorang teman mereka memecah kesunyian. "Woow beneran Hani jadian sama mas Arif? Beruntung kamu Hani, mas Arif itu banyak jadi idola junior nya di Paski lho. Manis, baik, alim pula. Wah paket lengkap, deh."

Hani sudah buka mulut mau menimpali, tapi Sari lebih dulu menyahut, "Nggak lah, An. Lha mas Arif alim gitu ya nggak mungkin mau pacaran. Lagian cowok galak, dingin gitu bukan tipe nya Hani blas. Aku juga tadi cuma mau godain Hani. Eh, nggak kusangka ternyata malah kalian ngira beneran. Cewek-cewek emang doyan gosip."

Hani baru saja bernafas lega sampai dilihatnya tatapan Sari ke arahnya yang tersenyum penuh arti. Hani jadi salah tingkah sendiri. Jangan-jangan Sari bisa menebak isi hatinya. Tidak dapat dipungkiri memang dirinya selalu merasa nyaman jika berdekatan dengan Arif. Dan rasa nyaman itu selalu ingin dirasainya terus menerus.


Malam pun tiba. Teman-temannya mulai mempersiapkan diri untuk menuju lapangan tempat pentas seni dihelat. Hani masih malas-malasan tidur di tenda. Dia hanya menonton saja kehebohan teman-temannya.

"Yakin, kamu nggak ikut, Han? Serem lho di sini. Tuh atas bukit sana ada kuburan cina. Mas Gusta kemarin cerita pas jerit malam", Sari angkat bicara sambil membenahi atribut yang dipakainya.

Hani menahan tawa. Pintar bener mas Gusta menebar cerita bohong ke juniornya. Hani jelas tahu persis, tidak ada kuburan atau hal seram lain di atas bukit sana. Bahkan panoramanya molek sekali. Bukankah semalam dirinya menikmati malam yang syahdu di tempat itu. Tidak, dia tidak berusaha meralat ucapan Sari. Lebih tepatnya belum ikhlas membagi momen bahagianya semalam dengan siapapun.

"Hoi, ngelamun. Ntar kesambet lho. Beneran ini tak tinggal ya. Kalau mendadak takut, nyusul ke lapangan juga nggak apa-apa."

"Halah santai aja, Sar. Lagian di tenda sebelah juga ada Anis kan. Sudah ya mbak ketua. Cepet berangkat sana. Anggota sudah menunggu", Hani setengah bercanda mengusir Sari.

"Oh, ok. I will leave you. Take care Honey", Sari melangkah keluar. Di ujung tenda dia menoleh lagi. Setengah berbisik tapi masih dapat didengar jelas oleh telinga Hani.

"Lagian aku juga nggak perlu khawatir. Toh nanti mas Arif bakal ke sini juga kalau tahu yang jaga tenda kamu, Han."

Hani terkesiap. Sari agaknya paham isi hatinya tanpa harus dia utarakan. Tapi baik juga dia, mengucapkan kalimat itu setelah memastikan hanya mereka berdua yang mendengar. Mungkin memang takdir membawa mereka jadi sahabat baik.

Sari berasal dari kota yang sama dengan Hani. Sebelumnya mereka selalu bersaing. Bisa dibilang kalau ada lomba terkait akademik, Sari dan Hani selalu bergantian yang jadi juara. Tapi persaingan hanya ada dalam kompetisi. Hubungan pribadi mereka tetaplah baik. Bahkan orang tua mereka pun bersahabat.

Arif memandang lembar presensi itu. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar. Bahagia rasanya jika malam ini dia bisa mengulangi momen indah seperti kemarin. Segera diucapkannya kalimatnya.

"Eh, aku yang jadi satpam di tenda aja ya. Terserah sama siapa deh."

Aan yang duduk di belakangnya segera menyambung, "Iya, biar Arif sama aku, Fajar, dan Cahyo aja. Kalian seneng-seneng aja nonton pensi nya."

"Lumayan bisa bikin api unggun dan bakar-bakar ala barneque lah. Langit malam ini sia-sia kalau ga dinikmati", Aan memelankan suaranya. Kalimat itu tertuju pada Fajar yang berada tak jauh darinya. Fajar pun mafhum, sahabatnya satu ini memang pecinta astronomi.

"Ok, kalau gitu dah deal ya. Arif, Aan, Fajar, Cahyo mending kalian pergi sekarang. Adik-adik dah pada kumpul di lapangan tuh. Takut kalau ada apa-apa. Kan satu tenda cuma dijaga seorang", Hafidz sebagai ketua memberi arahan.

"Ok, Bos! Yuk kita pergi!" Arif menyaambar topinya dan segera berjalan cepat ke arah tenda. Tiga temannya yang lain menyusul di belakangnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun