Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Restu dari Rumah Artesis

23 April 2012   17:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:14 103 1

mohon pamit, mak, sebab aku akan tertimba jauh ke muka tanah, dengan bekalmu tiga keping zarah ini kuhujam butirku demi para khalifah berakalbudi itu, agar memercik aku ke setiap jurang dan bukit langsat mereka, menghidupi setiap rongga dalam tubuh mereka, meski tak pelak terbuanglah aku kembali pada padat juga sejuknya semesta.

belum, mak, jalanku masih panjang memberikan kongsi-kongsi baru pada setiap pelukan di tualang ini, entah kecutnya alkali pun entah kesapnya basa kehidupan kali ini, hingga dapatlah aku menjadi racun pun penyembuhnya sekaligus, berharga di hadirat orang-orang, disawang khidmat bagaimanapun pakaian yang lekat di tubuhku, hingga teruapkan aku oleh sengat matari, langlang sinawang macam kapas angkasa, lalu andai curah kembalilah aku ke liuk-liuk mengular, langgeng mengejar kalemnya arus pengetahuan di dunia entah.

maka menuju sandyakala, menguap putramu dengan angin, pulanglah aku kembali ke puncak-puncak tinggi, terhujankan di tempat di mana gapura-gapuramu siap menyambut, menyesapku untuk kembali ke naungmu dalam pilu, maka dengarkan salam sungkemku padamu: aku pulang, mak, satu denganmu yang sabar merindu.

  tirtoseto, 03082010 *)waktu hujan sore-sore
SELAMAT HARI BUMI, KEMARIN, SEKARANG, SAMPAI BUMI PENSIUN~
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun