Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Pedang yang Hilang

24 Desember 2015   05:35 Diperbarui: 24 Desember 2015   08:16 195 0
Jika kita melihat apa yang terjadi sekarang ini, terutama dalam hubungannya dengan kehidupan Gereja, kita akan sepakat jika saat ini Gereja sedang mengalami krisis yang begitu dalam dan mengerikan. Mungkin krisis ini adalah yang terberat sepanjang sejarah Gereja....

Ada ancaman serangan jihadis Islam radikal yang terobsesi oleh ambisi masa lalu ingin menghancurkan Gereja secara fisik, ada tekanan-tekanan politis dari pemerintahan-pemerintahan sipil sekuler di berbagai belahan dunia yang terus menekan dan meminggirkan kehidupan Gereja, bahkan ada pertentangan di antara para uskup dan kardinal dalam tubuh Gereja sendiri yang sangat membingungkan umat.

Singkatnya, Gereja kita sedang mendapatkan serangan mematikan dari berbagai arah, baik dari luar Gereja maupun dari dalam tubuh Gereja sendiri. Ini serangan total yang membutuhkan respon total agar Gereja dapat terus mempertahankan eksistensinya sampai akhir jaman.

Apa yang terjadi saat ini mengingatkan kita pada penglihatan yang dialami Paus Leo XIII pada tahun 1884 dimana Gereja terlihat mengalami kehancuran hebat akibat serangan iblis. Dalam penglihatan tersebut iblis diberi waktu 100 tahun untuk menghancurkan Gereja. Ini sama seperti saat Tuhan memberi kesempatan pada iblis untuk mencobai Ayub.

Memang 100 tahun telah lewat, dan serangan terbaik iblis pada Gereja pasti telah dilancarkan. Tampaknya tidak terjadi apa-apa pada Gereja dalam kurun waktu itu. Iblis pastinya gagal menghancurkan Gereja....

Benar begitu?

Salah.

Iblis sesungguhnya berhasil melancarkan serangan mematikan. Ibarat racun yang membunuh secara perlahan-lahan, akibatnya yang fatal baru muncul sekian lama setelah racun itu dimakan. Apa yang terjadi saat ini tidak lain adalah konsekuensi mematikan dari apa yang telah dilakukan iblis pada Gereja dalam kurun waktu 100 tahun setelah penglihatan Paus Leo XIII.

Pada video ini saya tidak akan membahas lebih jauh serangan iblis tersebut, mungkin lain kali. Sebaliknya saya ingin membahas apa yang dapat kita lakukan sebagai umat Tuhan untuk mempertahankan eksistensi Gereja dari segala serangan musuh-musuhnya sampai dengan kedatangan Kristus Tuhan kita.

"Orang Katolik dilahirkan untuk bertempur", demikian pernah dikatakan oleh Paus Leo XIII. Ini tepat sekali.....

Sama seperti Tuhan kita yang tidak datang untuk membawa damai, melainkan pedang. Demikian juga kita sebagai pengikut-pengikut-Nya dipanggil untuk bertempur.

Di atas kayu salib Tuhan Yesus telah menetapkan kita sebagai anak-anak Maria Bunda-Nya, maka kita sebagai keturunan Maria memang telah ditetapkan untuk bertempur melawan keturunan iblis sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa di Taman Eden.

Ketika itu Tuhan mengatakan kepada iblis, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya..” (Kej.3:15)

Jadi apa yang dikatakan oleh Paus Leo XIII sungguh benar, kita sebagai orang Katolik memang dilahirkan untuk bertempur melawan keturunan iblis.

Jika kita harus bertempur, tentu kita membutuhkan senjata. Lalu apa senjata kita untuk melawan musuh-musuh Kristus?

Jawabannya ada di dalam Injil....

Pada malam setelah Perjamuan Terakhir, Tuhan kita sudah tahu bahwa musuh-musuh-Nya dengan bantuan pengkhianatan Yudas akan menangkap-Nya pada malam itu.

Maka Tuhan kita memerintahkan murid-murid yang lain untuk bersiap menghadapi serangan musuh. Kepada Tuhan, murid-murid-Nya menyerahkan dua pedang "Tuhan, ini dua pedang", dan Tuhan mengatakan 'Sudah cukup...' (Luk. 22:37)

Tuhan kita mengatakan dua pedang sudah cukup bagi murid-murid-Nya untuk menghadapi sepasukan pengawal imam-imam Yahudi yang dilengkapi berbagai senjata.

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa dua pedang yang dikatakan Tuhan cukup untuk mempertahankan diri dari serangan musuh-musuh Tuhan memiliki makna simbolik, sama seperti saat Tuhan mengatakan "Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang..." padahal kita tahu Tuhan Yesus tidak pernah membawa-bawa pedang. Tentu pedang disini bermakna simbolik.

Dua pedang...mengapa bukan satu saja...atau malahan tiga biar lebih kuat...? Tentu ada maknanya juga....

Dua pedang yang dimaksud Tuhan kita adalah sepasang senjata yang dibutuhkan Gereja untuk mempertahankan eksistensinya dari serangan musuh-musuh Tuhan di sepanjang sejarah. Pedang seperti apa yang dimaksud?

Musuh-musuh Gereja tidak hanya bersifat fisik, tapi terutama bersifat rohani, yaitu kekuatan roh-roh kegelapan yang ingin menguasai dunia sejak semula. Maka dua pedang yang dibutuhkan Gereja tentu juga bukan berupa senjata fisik.

Dua pedang ini adalah dua senjata rohani yang masing-masing dimiliki oleh dua tradisi Gereja Katolik, yaitu Gereja Timur dan Gereja Barat.

Pada tradisi Gereja Barat, pedang ini bernama Doa Rosario yang sudah terbukti keampuhannya dalam berbagai kesempatan saat melawan musuh-musuh Gereja seperti ketika St. Dominikus menggunakannya untuk melawan bidaah albigensian. Atau yang paling fenomenal saat digunakan dalam perang laut Lepanto melawan armada jihadis kekalifahan Islam.

Lalu dimanakah pedang lainnya, yaitu pedang yang dimiliki tradisi Gereja Timur? Pedang yang dimiliki tradisi Gereja Timur tidak lain dan tidak bukan adalah Doa Yesus yang sudah mengakar dalam sejarah Gereja Timur sejak jaman bapa-bapa pertapa padang gurun.

Doa Yesus ini sesungguhnya adalah sebuah pedang rohani yang sangat luar biasa, sama seperti Doa Rosario yang dimiliki Gereja Barat. Namun sayang sekali pedang ini selama berabad abad tidak terasah dengan baik sehingga belum berfungsi menjadi senjata untuk bertempur melawan musuh-musuh Gereja. Bandingkan ini dengan Doa Rosario yang dalam beberapa kesempatan sudah difungsikan sebagai senjata rohani dalam melawan musuh-musuh Gereja.

Doa Yesus praktis tidak mengalami perkembangan yang berarti sejak jaman bapa-bapa padang gurun hingga sekarang. Sementara itu Doa Rosario terus berkembang sejak St. Dominikus menerimanya dari Bunda Maria hingga saat ini. Pedang rohani ini memang perlu diasah dan dikembangkan supaya menjadi senjata yang dapat diandalkan dalam mempertahankan eksistensi Gereja.

Satu hal lagi yang membedakan dua pedang ini, yaitu peran Bunda Maria di dalam doa tersebut. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, yang telah ditetapkan Tuhan untuk bertempur melawan keturunan iblis adalah keturunan Maria, bukan yang lain. Maka Doa Rosario menjadi senjata yang luar biasa karena peran Bunda Maria dalam Doa Rosario begitu signifikan. Sementara itu di dalam Doa Yesus kita tidak melihat peran Bunda Maria di dalamnya. Setidaknya, sejauh yang saya ketahui....

Tapi tampaknya Tuhan tidak menghendaki pedang yang dimiliki Gereja Timur ini menjadi sia-sia dan terabaikan. Sebagaimana yang tersirat dalam kisah Injil, Gereja membutuhkan dua pedang untuk bahu-membahu mempertahankan eksistensi Gereja dari serangan musuh-musuhnya.

Beruntung, melalui buku yang berjudul: "Doa Tak Kunjung Putus - Kisah Seorang Peziarah" atau "The Way of A Pilgrim" yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa, Doa Yesus yang sebelumnya hanya dikenal di Gereja Timur, pada abad 20 mulai dikenal juga oleh umat Gereja Barat.

Dan melalui perjumpaan dengan Gereja Barat, Doa Yesus ini mengalami perubahan kecil dengan ditambahkannya rumusan doa lain. Meskipun hanya penambahan sebuah doa sederhana, ternyata perubahan yang ditimbulkannya memberikan dampak yang sangat signifikan dalam spiritualitasnya.

Doa Yesus yang asli adalah sebuah doa singkat, "Tuhan Yesus Kristus Putra Allah, kasihanilah aku orang berdosa" yang diucapkan berulang-ulang dalam hati.

Lalu doa yang ditambahkan adalah, "Tuhan Yesus Kristus, aku mengasihi Engkau" yang diucapkan satu kali setiap 10 doa pertama. Dengan penambahan kecil ini Doa Yesus yang sederhana kini bermetamorfosis menjadi sebuah pedang rohani yang dahsyat, yang bersama-sama dengan Doa Rosario akan menjadi dua pedang rohani andalan Gereja dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Ini dimungkinkan karena melalui penambahan doa tersebut kini peran Bunda Maria dalam Doa Yesus menjadi sangat sentral.

Mungkin ada yang bertanya, kita tidak melihat nama Bunda Maria disebut dalam doa tambahan itu, bagaimana bisa dikatakan peran Bunda Maria menjadi sangat sentral?

Jawabannya sederhana...

Doa tambahan tersebut tidak lain adalah ungkapan hati Bunda Maria yang diucapkannya sejak Yesus lahir dari rahimnya, dan setiap hari terus diucapkannya sepanjang hidup Yesus. Tentu bukan dengan kata-kata seperti dalam rumusan doa tambahan itu. Mungkin kata-katanya, "Oh Yesus anakku, betapa aku mengasihi-Mu..."

Jadi dengan kita mengucapkan doa tersebut, kita benar-benar menjadi keturunan Bunda Maria yang sepenuhnya meneladani semangatnya dalam mengasihi Kristus Tuhan kita. Atau dengan kata lain, melalui doa tersebut Bunda Maria telah ikut hadir di dalam doa kita.

Dengan demikian penambahan doa tersebut telah memberikan perubahan yang sangat signifikan dengan masuknya peran Bunda Maria di dalamnya. Maka, untuk membedakannya dengan Doa Yesus yang asli, bentuk doa ini kemudian diberi nama berbeda, yaitu Meditasi Yesus.

Dengan hadirnya Meditasi Yesus yang berakar pada tradisi Gereja Timur, pedang yang hilang itu telah kembali. Gereja kini kembali memiliki dua pedang rohani yang dahsyat:

Yang pertama, Doa Rosario yang berasal dari tradisi Gereja Barat dan yang kedua, Meditasi Yesus yang tidak lain merupakan perkembangan dari Doa Yesus yang berasal dari tradisi Gereja Timur. Inilah senjata rohani kita untuk menghadapi musuh-musuh Gereja.

Kini adalah saat yang tepat bagi kita sebagai keturunan Maria, untuk memenuhi nubuat Tuhan dalam Kitab Kejadian, YAITU dengan bangkit dan berperang bagi Kristus melawan iblis dan seluruh pengikutnya.

Pada malam setelah perjamuan terakhir saat Tuhan kita memerintahkan para murid untuk menyiapkan pedang menghadapi musuh-musuh-Nya, Tuhan berkata: "..siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya untuk membeli pedang"(Lukas 22:36).

Demikian juga kita semua sebagai pengikut Kristus harus menyiapkan diri dengan pedang rohani untuk menghadapi peperangan rohani demi kemuliaan Tuhan. Bagi kita sekarang tersedia dua pedang rohani yang dapat kita pilih salah satu, atau kita gunakan kedua-duanya.

Dengan kedua pedang ini kita akan menggemakan seruan perang kita:

"Christus Vincit - Christus Regnat - Christus Imperat...."

"Kristus menang - Kristus berkuasa - Kristus meraja..."

Inilah kesempatan terbesar bagi kita untuk membuktikan diri kita masing-masing, bahwa kita memang layak disebut sebagai pengikut Kristus....

Semoga Tuhan menolong kita...

http://meditasiyesus.org

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun