Selama dua dekade terakhir, saya sebagai pengajar di perguruan tinggi menyaksikan penurunan signifikan dalam kemampuan bernalar mahasiswa. Jika dibandingkan dengan mahasiswa dulu, yang mampu mengkritisi teori, mengembangkan argumen kuat, dan berpikir analitis, kini lebih mengandalkan hafalan tanpa mendalami konsep, menerima informasi tanpa pertanyaan, serta kesulitan menyusun argumen atau memecahkan masalah kompleks. Kemampuan bernalar, yang seharusnya menjadi inti pendidikan tinggi, sangat penting untuk membekali generasi dengan keterampilan berpikir kritis dan mandiri, yang dibutuhkan di dunia kerja dan masyarakat. Penurunan ini memunculkan pertanyaan: mengapa hal ini terjadi dan apa dampaknya pada kualitas pembelajaran? Tulisan ini berusaha mengidentifikasi akar permasalahan tersebut dan menawarkan solusi untuk meningkatkan kembali kemampuan bernalar mahasiswa, dengan harapan bisa mendorong refleksi kritis bagi pengajar, institusi, dan mahasiswa.
KEMBALI KE ARTIKEL