Fenomena politik identitas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kontestasi politik di Indonesia, terutama selama pemilu. Faktor-faktor seperti agama, etnisitas, dan kekerabatan sering dimanfaatkan para calon untuk meraih dukungan, terutama di masyarakat yang sangat beragam. Isu primordialisme dan agama sering diangkat dalam kampanye untuk menarik pemilih berdasarkan keterikatan emosional yang dianggap lebih penting daripada kualitas dan kapabilitas calon. Hal ini diperparah oleh kecenderungan masyarakat yang rentan terhadap sentimen primordial dan keberhasilan politisi dalam memainkan emosi pemilih melalui narasi berbasis identitas. Akibatnya, demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan besar, karena fokus pemilih dialihkan dari penilaian kualitas, integritas, dan visi calon, menjadi ikatan emosional yang sempit, yang berpotensi memecah belah masyarakat dan menghambat proses demokrasi yang sehat.
KEMBALI KE ARTIKEL