Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Tedhak Loji ke Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta

24 September 2024   15:52 Diperbarui: 24 September 2024   15:52 176 16


Sebetulnya baru sekitar pukul setengah sembilan pagi. Namun, sinar matahari yang menemani langkah saya sudah terasa garang. Jika bukan digerakkan oleh semangat untuk taat komitmen, tentu saya tidak bakalan beredar di luar rumah.

Komitmen apakah itu? Tak lain dan tak bukan, komitmen menjadi peserta Tur Edisi Spesial JWT bertema Tedhak Loji, yang diselenggarakan oleh Jogja Walking Tour (JWT) by Komunitas Malamuseum.

Labelnya saja Edisi Spesial. Demikian pula temanya yang tak kalah spesial. Jadi sayang sekali, kalau kesempatan emas terangkut jadi peserta tur spesial tersebut disia-siakan. Beberapa peserta yang pekerja kantoran saja sampai ambil cuti untuk bisa mengikutinya. Maklumlah ya, tur dilaksanakan pada hari kerja.

Perlu diketahui, Thedak Loji merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang arti harafiahnya 'menginjakkan kaki di kediaman residen'. Tema Thedak Loji yang dipilih JWT memang merujuk pada aktivitas Sultan Yogyakarta tempo doeloe, yaitu aktivitas berkunjung ke tempat tinggal residen. Adapun rumah residen yang dikunjungi itu disebut Loji Kebon. Yang sekarang dikenal dengan nama Gedung Agung dan menjadi salah satu dari Istana Kepresidenan RI.

Jadi, tur bertema Tedhak Loji ini memang istimewa dan langka. JWT tidak bakalan dapat menyelenggarakannya setiap saat. Untuk masuk ke kawasan Gedung Agung 'kan butuh izin terlebih dulu.

Singkat cerita, saya tiba di titik kumpul (yaitu di depan gerbang Museum Benteng Vredeburg) dengan selamat. Di situ sudah hadir sebagian besar peserta. Yang akhirnya terkumpul komplet tatkala jarum jam menunjuk tepat pukul sembilan.

Jadwal kami masuk Gedung Agung adalah pukul sepuluh. Namun, tur dimulai satu jam sebelumnya. Tujuannya memberikan pembekalan informasi terkait spot tujuan utama. Dengan demikian, kami tidak blank tatkala memasuki Gedung Agung.

Tentu saja pembekalan informasi tidak cuma dilakukan di satu tempat. Dari titik kumpul kami bergerak ke selatan, yaitu ke perempatan Titik Nol. Setelahnya menyeberang ke area bangunan heritage Bank Indonesia dan Kantor Pos Besar. Kemudian menyeberang ke barat, yaitu ke area bangunan heritage BNI '46. Selanjutnya menyeberang lagi ke utara, yaitu di area Gedung Agung.

Ada Apa Saja di Gedung Agung?

Tepat pukul sepuluh kami telah bersiap di ruang registrasi pengunjung Gedung Agung. Sebelumnya saat masuk ruang registrasi, kami harus melewati pintu detektor. Sementara koordinator rombongan mengisi buku tamu, kami memasukkan barang bawaan (termasuk kamera) ke loker-loker yang tersedia.

Pengunjung tidak boleh memotret saat di dalam ruangan. Dokumentasi akan dilakukan oleh tim Gedung Agung. Namun, HP tetap boleh dibawa asalkan tidak dipakai untuk memotret atau membuat video.

Hal pertama yang kami lakukan di Gedung Agung adalah foto bersama. Bukan keinginan kami, melainkan arahan dari tim pemandu Gedung Agung. Setelahnya kami diajak untuk menengok Ruang Garuda, yaitu ruangan yang dipergunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu kenegaraan. Ruang Garuda berada di antara Ruang Sudirman dan Ruang Diponegoro.

Ruang Sudirman yang di sebelah kanannya (yakni di sisi selatan) adalah ruangan untuk presiden. Terdiri atas ruang tamu, ruang kerja, dan ruangan pribadi.

Ruang Diponegoro yang berada di sebelah kiri (yakni di sisi utara) adalah ruangan untuk wakil presiden. Sama halnya dengan Ruang Sudirman, ruang ini terdiri atas ruang tamu, ruang kerja, dan ruangan pribadi.

Ruang Garuda terletak di tengah-tengah gedung utama. Sudah pasti menyimpan banyak catatan historis. Antara lain pernah menjadi saksi dilantiknya Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat dan Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia; pelantikan kabinet ketika pemerintahan RI pindah ke Yogyakarta.

Ada banyak tokoh dari luar negeri yang pernah bertamu di Gedung Agung. Pada era 70-an antara lain Ratu Elizabeth ll dari Inggris, Presiden Macapagal dari Pilipina, dan P. M. Sirimavo dari Srilanka. Lalu, pada era 80-an antara lain Sri Paus Paulus Yohanes ll dari Vatikan serta Pangeran Charles dan Putri Diana dari Inggris.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun