Disclaimer:
Penggunaan kata ganti orang pertama jamak "kita" dalam artikel ini tentunya merujuk pada diri saya dan para pembaca yang beragama Islam.
Kita paham sekali bahwa Baginda Rasulullah SAW adalah sosok manusia mulia. Kasih sayangnya tercurah berlimpah ruah untuk umatnya. Perhatian beliau SAW kepada para pengikutnya demikian besar, bahkan hingga jelang kepulangan beliau ke pangkuan-Nya.
Siapa berani membantah bahwa Baginda Rasulullah SAW senantiasa memprioritaskan umatnya? Normalnya tentu tidak ada. Jangankan membantah. Sebatas meragukan kenyataan itu pun tak bakalan ada yang berani. Kita masih menginginkan masuk ke surga-Nya 'kan?
Oleh karena itu, kita berlomba-lomba supaya dicintai oleh kekasih Allah tersebut. Bagaimana caranya?
Cara pertama dan paling utama pastilah taat kepada Allah SWT beserta Nabi-Nya SAW. Plus senantiasa berpegang teguh pada Alquran dan hadist. Tanpa seperangkat ketaatan ini, mana bisa kita dikenali sebagai pengikut Rasulullah SAW?
Alhasil, berangkat dari sinilah kita semua kemudian berjuang untuk mampu menegakkan shalat. Ditambah dengan perjuangan untuk memperbanyak amalan saleh dan selalu bersabar dalam menghadapi cobaan-cobaan kehidupan. Singkatnya, kita berusaha keras memantaskan diri supaya kelak mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW.
Cara kedua, senantiasa memperbanyak bacaan shalawat. Kapan saja dam di mana saja. Terutama pada Jumat.
Cara ketiga, senantiasa berbuat baik dan menyebarkan kebaikan kepada sesama.
Cara keempat, selalu menjaga persaudaraan dengan siapa pun dan saling mencintai sesama muslim.
Saya pikir kita semua relatif mudah dalam mengamalkan cara pertama dan kedua. Mengapa? Karena aturannya jelas. Mana yang haq dan mana yang bathil tampak jelas. Insyaallah kita mudah sadar jikalau suatu saat sedang melanggar aturan Tuhan. Atau, sedang kurang volume ibadahnya.
Yang bahaya itu cara ketiga dan keempat. Apa yang kita upayakan dalam cara pertama dan kedua bisa percuma tak berguna gara-gara mengkhianati cara ketiga dan keempat. Pahalanya bisa seketika hangus akibat pengkhianatan tersebut. Pedihnya, semua terjadi tanpa kita sadari.
Kok bisa? Tentu saja sangat bisa. Mari kita teliti. Cara ketiga adalah senantiasa berbuat baik dan menyebarkan kebaikan kepada sesama. Mungkin dalam kehidupan nyata sehari-hari kita sudah konsisten berbuat baik. Akan tetapi, apakah demikian juga dalam interaksi di dunia maya?
Ayo, jujur-jujuran. Berapa banyak dari kita yang penuh sopan santun di dunia nyata, tetapi di dunia maya berubah menjadi tukang ghibah yang provokatif? Alih-alih menyebarkan kebaikan, yang ada malah mengajak orang-orang untuk bersuuzon.
Mari cek ricek diri kita masing-masing. Apakah postingan kita selalu menyebarkan energi positif atau justru selalu mengandung energi negatif? Apakah isi postingan kita menyebarkan kebaikan atau kebencian? Bisa mengajak orang untuk hepi-hepi dan terinspirasi atau malah mengajak untuk marah-marah, menghina, menghujat, menghasut, bersuuzon, dan membagikan hoaks?
Parahnya, kita tak sadar bahwa kita telah melakukan kesalahan. Kita acapkali lupa bahwa dunia maya (internet) juga bagian dari dunia nyata. Kita merasa sendirian buka HP atau laptop. Ghibah sana-sini dengan nyaman. Merasa tak ada yang melihat. Sampai-sampai malaikat di kanan-kiri kita pun terlupakan.
Kita lupa bahwa ghibah di dunia nyata yang menyimak relatif sedikit. Kalaupun kita tebar fitnah, "audiensnya" terbatas. Sementara di dunia maya, satu postingan dapat langsung menyebar ke banyak orang. Terlebih kalau follower kita banyak. Ngeri sekali 'kan? Berapa dosa yang bakalan kita tangguk?
Sedihnya, kadangkala kita kepeleset dalam melangkah. Sudah begini-begitu bersuara keras, merasa bangga sebab telah berani menegakkan kebenaran, tahu-tahu di ujungnya terbukti kalau kita salah informasi. Astaghfirrullah.
Mestinya di dunia nyata dan di dunia maya kita senantiasa menjaga persaudaraan dengan siapa pun. Jangan sampai melukai perasaan orang lain. Bukankah kita wajib saling mencintai sesama muslim? Pun, dengan seluruh umat manusia.
Nah. Sampai di sini, Anda tentu mafhum dengan judul yang saya sematkan pada artikel ini. Mana mungkin kita dirindukan oleh Rasulullah SAW?