Lalu, kenapa? Alasannya simpel saja, yaitu saya ingin ngabuburit sembari rebahan. Nah. Kalau tidak di rumah, mana mungkin hal itu bisa dilakukan dengan leluasa?
Jam-jam ngabuburit itu 'kan sore. Tepatnya sore yang kemudian beranjak senja, lalu Magrib. Berarti kondisi saya telah melemah. 'Kan sudah seharian, sejak saatnya sahur, saya beraktivitas. Wajarlah kiranya kalau cuma ingin rebahan saat ngabuburit.
Saya bayangkan. Alangkah nyaman ngabuburit dengan cara rebahan di rumah. Sambil mendengarkan ceramah pengajian jelang berbuka, baik lewat radio maupun media online.
Namun, sayang sekali ngabuburit di rumah sembari rebahan tak pernah saya lakukan. Setelah saya ingat-ingat dan cek ricek, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir saya justru selalu ngabuburit di musala.
Penyebabnya sederhana saja, yaitu tempat tinggal saya berdekatan sekali dengan musala yang selama sebulan penuh menyelenggarakan bukber. Mau tak mau, saya 'kan pekewuh kalau nekad ngabuburit dengan rebahan di rumah saja. Jadinya berangkat ke musala, deh. Alhamdulillah. Dalam hal per-ngabuburit-an, rupanya takdir saya semulia itu!
Hidup memang sering begitu, ya? Apa yang kita mau tidak pernah kita temukan. Sebaliknya, yang ingin kita hindari malah ketemunya tiap hari.
Alhamdulillah. Allah SWT sungguh Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Dalam hal ini, Dia SWT paham bahwa saya harus dipaksa buat rajin ke musala, dengan cara memberikan tempat tinggal berdempetan dengan musala. Alhasil, rencana saya rebahan dalam rangka ngabuburit pun masih sekadar wacana. Hingga detik ini. Hehe ...
Inilah cerita tentang lokasi ngabuburit favorit saya. Jangan-jangan sama dengan cerita ngabuburit Anda? Mari bertukar kisah di kolom komentar.
Salam.