Bertemu dengan teman adalah salah satu bentuk rezeki. Terlebih jika itu merupakan teman lama, yang sudah sekian tahun terpisahkan jarak dan waktu. Plus pertemuan yang terjadi betul-betul bikin hepi. Bukan malah menyisakan nyeri di hati.
Jika yang terjadi hal sebaliknya, pertemuan dengan teman lama malah bikin keki (bahkan depresi), itu berarti bukan rezeki melainkan apes. Kalaupun hendak dipaksakan tetap disebut sebagai rezeki, ya namanya rezeki yang berupa penderitaan.
Idealnya perjumpaan dengan teman, terutama teman lama, memang memunculkan rasa bahagia. Namun, apa boleh buat? Kenyataannya tidak selalu begitu 'kan? Tak jarang ada yang patah semangat. Merasa gagal dan merutuki diri sendiri gara-gara merasa kalah keren dari si teman lama, yang baru saja dijumpai. Sementara ketika berangkat, perasaannya cerah ceria dan penuh rindu.
Nah. Kejadian-kejadian tidak mengenakkan seperti itulah yang menyebabkan saya SAY NO untuk bukber sama teman lama. Saya tidak mau gambling. Nanti sudah diluangkan waktu untuk bukber bersamanya di tempat yang jauh dari rumah, eh pulangnya malah bawa hati nyeri. Khawatir betul saya.
Daripada berpotensi menghancurkan ketentraman diri sendiri, lebih baik tidak bukber sama teman lama. Lebih-lebih kalau si teman lama terindikasi hendak flexing prestasi dan kekayaannya. Muehehe ... ini kok malah saya julid dan suuzon, ya? Astaghfirrulah.
Saya pilih yang pasti-pasti sajalah. Pilih bukber dengan orang-orang yang memang dalam keseharian kerap berinteraksi dengan saya, yaitu para tetangga. Meskipun menu makanannya biasa-biasa saja dan minumannya sekadar teh hangat encer, suasananya dijamin nyaman dan tentram. Hehe .... 'Kan bukbernya di musala kampung. Diawali dengan pengajian jelang buka puasa, diakhiri dengan salat Magrib berjamaah. Nikmat mana lagi yang hendak saya dustakan?
Begitulah pilihan saya. Terusterang saja saya paling tidak suka melakukan bukber yang tidak kondusif. Karena menurut saya bukber sama teman lama itu berpotensi tidak kondusif secara batin, saya NO sajalah.
Salam.