Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Mari Mengenal WACINWA (Wayang Kulit Cina Jawa)

14 November 2023   17:09 Diperbarui: 16 November 2023   08:54 599 20

   Indonesia kita tercinta sungguh kaya akan seni budaya. Salah satunya wayang, yang telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, pada tanggal 7 November 2003. Yang selanjutnya pada tanggal 4 November 2008, resmi dimasukkan ke dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO kategori Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul The Wayang Puppet Theater.

Tanggal pengakuan dari UNESCO, yaitu 7 November, beberapa tahun kemudian ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional. Penetapannya melalui Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018. Alhasil, sejak saat itulah tanggal 7 November diperingati sebagai Hari Wayang Nasional sekaligus Hari Wayang Dunia.

Sampai di sini, Anda tentu setuju kalau saya katakan bahwa wayang sangat keren. Merupakan salah satu Indonesian Heritage yang diakui dunia. Oleh karena itu, sebagai pemilik sah seni budaya wayang, kita mestinya tak asing dengan wayang.

Jika kenyataannya saat ini kita belum mengenal wayang, mari pelan-pelan mengenalinya. Dengan demikian, minimal kita tak bakalan bengong-bengong amat manakala ditanya tentang wayang. 'Kan malu sekali kalau yang bertanya orang asing.

Perlu diketahui bahwa wayang itu bermacam-macam. Beraneka ragam jumlah dan jenisnya. Salah satunya Wacinwa (Wayang Kulit Cina Jawa).

Nah. Apakah Anda pernah mendengar tentang Wacinwa? Jika belum, berarti beruntung sekali karena menemukan tulisan ini. Jika sudah, Anda pun tetap beruntung karena bisa makin mengenalnya.

Wacinwa dan Gan Thwan Sing

Sesuai dengan namanya, Wacinwa merupakan produk dari persilangan budaya Cina dan Jawa. Merupakan perpaduan antara Wayang Kulit Jawa dan Wayang Kulit Cina. Jadi, Wacinwa adalah sebentuk akulturasi.

Sebagian orang salah sangka. Menyangka bahwa Wacinwa sama dengan Wayang Potehi, padahal keduanya sangat berbeda. Wacinwa berbentuk wayang kulit. Sementara Wayang Potehi mirip dengan Wayang Golek.

Wacinwa bukan pula perpaduan antara Wayang Kulit Jawa dan Wayang Potehi. Sebagaimana yang saya sampaikan pada dua paragraf sebelum ini, Wacinwa merupakan perpaduan antara Wayang Kulit Jawa dan Wayang Kulit Cina. Wayang yang sama-sama dibuat dari kulit.

Dwi Woro Retno Mastuti, dalam laporan penelitiannya yang berjudul "Wayang Kulit Cina Jawa Koleksi Walter Angst", menyatakan bahwa di Cina pun ada pertunjukan wayang. Sebutannya dalam bahasa Cina adalah Piyingxi.

Pi berarti kulit hewan. Ying berarti bayangan. Xi berarti teater. Jadi, Piyingxi adalah bayangan dari benda yang dibuat dari kulit. Sebuah teater yang menggunakan bayangan lentera, yang dalam bahasa Cina disebut Yingxi atau Dengyingxi.

Piyingxi amat populer, bahkan sempat mencapai masa keemasannya. Namun, sejak Cina menjadi Republik pada tahun 1911, Piyingxi  diabaikan oleh pemerintah. Otomatis eksistensinya surut.

Piyingxi  itulah yang di kemudian hari menjadi cikal bakal lahirnya Wacinwa di Yogyakarta, pada tahun 1925. Adapun kreator Wacinwa diketahui bernama Gan Thwan Sing, yang masa hidupnya antara tahun 1885-1967.

Informasi tentang tahun lahir dan kreator Wacinwa itu valid. Tercantum di wayang gunungannya, yang kini tersimpan di Art Galery Yale University, Amerika Serikat. Di gunungan tersebut tertulis "Dibuat oleh Gan Thwan Sing, 1925, Yogyakarta".

Siapakah Gan Thwan Sing? Dia adalah seorang Cina Peranakan yang jenius dalam bidang Seni Pedalangan Gaya Yogyakarta. Dia pun menguasai bahasa dan aksara Jawa. Berbekal ilmu yang mumpuni itu, dia kemudian memiliki gagasan untuk memadukan Wayang Kulit Cina dan Wayang Kulit Jawa. Menciptakan Wacinwa!

Gan Thwan Sing mengonsep gagasannya tentang Wacinwa secara utuh. Dimulai dari menulis beberapa buku lakon untuk Wacinwa. Adapun cara penulisannya mengikuti pola buku lakon Wayang Kulit Gaya Mataraman (Yogyakarta). Ditulisnya dalam bahasa dan aksara Jawa.

Dia kemudian membuat desain tokoh-tokoh dari tiap lakon. Yang nantinya akan dibuat wayang dua dimensi. Akan tetapi, Gan Thwan Sing tak bisa segera membuat wayang-wayang Wacinwa karena tak punya dana yang cukup.

Masalah tersebut teratasi ketika dia mendapatkan sponsor dari Oey See Toan, yaitu seorang saudagar kaya yang menggemari kesenian. Tak tanggung-tanggung, Oey See Toan bersedia membiayai segala sesuatunya hingga pertunjukan perdana Wacinwa terlaksana.

Atas dukungan dana tersebut, Gan Thwan Sing dapat menyiapkan dua ratusan tokoh Wacinwa. Sebagian besar dibuat dari kulit kerbau. Sebagian kecil dari kertas. Dibuat pula aneka perlengkapan lain yang menyerupai perlengkapan untuk Wayang Kulit Jawa. Di antaranya kotak, cempala, kepyak, kelir, dan blencong.

Pertunjukan perdana Wacinwa digelar setelah beberapa kali Gan Thwan Sing (sebagai dalang) melakukan latihan bersama niyaga dan pesinden. Pertunjukan perdana tersebut ditonton oleh masyarakat Cina dan Jawa, serta tokoh-tokoh pedalangan dan karawitan dari kalangan kraton.

Hasil tak mengkhianati proses. Persiapan serius dan matang yang dilakukan Gan Thwan Sing berbuah manis. Masyarakat Cina dan Jawa menyambut meriah. Para tokoh pedalangan dan karawitan menanggapi positif. Tidak ada yang menghujat. Bermula dari sinilah pertunjukan Wacinwa beranjak populer. Makin sering diminta tampil di mana-mana oleh berbagai kalangan.

Sebagai produk akulturasi, Wacinwa melibatkan dua aspek, yaitu alam pakeliran Jawa dan alam legenda Cina.

Wacinwa memainkan lakon Sie Jin Kwi Tjeng Tang dan lakon Sie Jin Kwi Tjeng See. Keduanya diangkat dari cerita-cerita kuno (foklore) Cina yang populer di masyarakat Cina perantauan. Inti ceritanya tentang perjuangan hidup seorang rakyat jelata hingga menjadi Senopati Perang. Bahkan, sampai diberi gelar Raja Muda. Yang mana semua itu dapat diraih karena sifat jujur, setia, dan taat mengabdi kepada negerinya.

Adapun lakon Sie Jin Kwi Tjeng Tang dan lakon Sie Jin Kwi Tjeng See tersebut ditampilkan dengan tata cara pertunjukan Wayang Kulit Jawa. Terkhusus mengikuti Seni Pedalangan Gaya Mataraman.

Sama halnya dengan Wayang Kulit Jawa, Wacinwa menggunakan gedebog pisang, kelir, kotak, cempala, kepyak, dan blencong dalam pementasannya. Gamelan pengiring pertunjukan Wacinwa pun gamelan Slendro dan Pelog. Suluk untuk memulai tanda pagelaran seperti dalam pertunjukan Wayang Purwa Jawa juga ada.

Perlu diketahui, ukuran Wacinwa lebih kecil daripada Wayang Kulit Jawa pada umumnya. Cuma sebesar Wayang Kidangkencanan, yaitu wayang untuk dimainkan anak-anak.

Walaupun berukuran lebih kecil, corak busana Wacinwa tak kalah indah dari jenis wayang kulit lainnya. Antara lain keindahannya bisa kita cermati pada ragam hias, lipatan busana, dan pemilihan warna yang serasi. Ragam hiasnya berupa ragam hias Cina klasik. Namun, tersempil pula pengaruh ragam hias Jawa. Misalnya kepala liong yang berbentuk mirip kala.

Sayang sekali sejak meninggalnya Gan Thwan Sing, Wacinwa tak pernah dipentaskan lagi. Apa boleh buat? Sejak saat itu Wacinwa pun tinggal kenangan karena tak ada lagi dalang yang bisa mementaskannya.

Sebenarnya Gan Thwan Sing telah mempersiapkan kader-kader pengganti. Dia sudah mewariskan keahliannya sebagai dalang Wacinwa. Alhasil tercatat nama-nama Kho Tian Sing, R. M. Pardon, Megarsewu, dan Pawiro Buang sebagai para dalang Wacinwa selain Gan Thwan Sing.

Akan tetapi, takdir berkehendak lain. Justru para dalang pewarislah yang dipanggil-Nya terlebih dulu. Tinggallah Gan Thwan Sing seorang diri dalam kerentaannya. Hingga pada usia 81 tahun, dia menyusul ke hadirat-Nya. Tanpa sempat lagi mewariskan keahliannya mendalang Wacinwa.

Sebuah akhir cerita yang menyedihkan. Wacinwa ternyata harus terhenti pementasannya, seiring dengan berhentinya denyut nadi Gan Thwan Sing sang kreatornya. Seakan-akan membentuk rumusan, "Wacinwa itu ya Gan Thwan Sing. Gan Thwan Sing itu ya Wacinwa."

Dua Set Wacinwa yang Terpisah Jauh

Sepertinya apa pun tentang Wacinwa ditakdirkan sebagai limited edition. Masa eksistensinya sebentar. Kurang lebih selama 42 tahun saja. Terhitung sejak dirintis oleh Gan Thwan Sing pada tahun 1925, hingga tahun 1967 saat Gan Thwan Sing meninggal dunia.

Jumlahnya pun terbatas sekali. Hanya ada dua set Wacinwa di dunia. Satu set disimpan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Indonesia (dengan lakon Sie Jin Kwi Tjeng Tang). Satu set lainnya disimpan di Art Galery Yale University, Amerika Serikat (dengan lakon Sie Jin Kwi Tjeng See).

Bagaimana kronologinya sehingga dua set Wacinwa, yang masing-masing lakon sesungguhnya saling melengkapi, sampai terpisah jauh sekali? Begini. Semua bermula dari Oey See Toan, sang penyandang dana terwujudnya gagasan Wacinwa.

Sosok penting (selain Gan Thwan Sing) atas kelahiran Wacinwa itu menyerahkan dua set Wacinwa ke Chineesch Instituut Yogyakarta. Mungkin pertimbangannya, tatkala itu Wacinwa tidak lagi pernah dipentaskan sebab tak ada dalangnya. Daripada malah rusak atau tercecer ke mana-mana, lebih baik diserahkan kepada pihak yang tepat.

Dari Chineesch Instituut Yogyakarta itulah dua set Wacinwa menemukan takdir masing-masing. Yang satu set dibeli Java Instituut, yang di kemudian hari menjadi Museum Sonobudoyo. Jadi sampai sekarang, satu set Wacinwa yang ini tak pernah berganti pemilik lagi.

Sementara satu set lainnya pada awal tahun 1960-an dibeli oleh Dr. F. Seltmann. Dia adalah seorang ahli tentang Indonesia dari Universitas Tubingen, yang tatkala itu sedang berkunjung ke Yogyakarta.

Pada tahun 1995 ketika Dr. F. Seltmann telah meninggal dunia, set Wacinwa miliknya dibeli oleh Dr. Walter Angst. Sejak saat itu set Wacinwa tersebut disimpan di Uberlingen  (Bodensee, Jerman).

Selanjutnya setelah Dr. Walter Angst juga meninggal dunia, set Wacinwa miliknya disimpan di Art Galery Yale University, Amerika Serikat. Sampai sekarang.

Set Wacinwa yang berada di Museum Sonobudoyo berlakon Sie Jin Kwi Tjeng Tang. Terdiri atas 283 wayang dan 139 kepala wayang. Set Wacinwa yang berada di Art Galery Yale University berlakon Sie Jin Kwi Ceng See. Terdiri atas 345 wayang.

Perlu diketahui, ada keunikan pada Wacinwa koleksi Museum Sonobudoyo. Kepala tokoh wayangnya bisa diganti-ganti, baik diganti dengan kepala tokoh lainnya (asalkan ukuran sesuai) maupun diganti dengan kepala tokoh yang sama namun karakter/warna yang berbeda. Tentu keunikan itu dibuat bukan tanpa sebab dan tujuan. Adapun tujuannya menghasilkan efek,  yang dalam pertunjukan Wayang Jawa dikenal dengan wanda.

FOTO

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun