Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Belajar Ikhlas dan Meletakkan Cinta Secara Benar dari Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s.

29 Juni 2023   00:53 Diperbarui: 29 Juni 2023   07:50 314 16
Selepas Asar saya keluar untuk membeli kudapan buat berbuka. Wow! Tak seperti biasa, jalanan kampung yang saya lalui terasa lebih ramai. Sehari-hari 'kan biasa lengang. Sebagai dampaknya, saya bolak-balik ber-say hello karena berpapasan dengan beberapa tetangga.

Biasanya yang suka nongkrong di jalanan cuma anak-anak. Itu pun tak banyak. Jadi, tumben kalau ada bapak-bapak dan remaja-remaja juga.

Sementara di musala khusus perempuan yang dekat rumah, tampak sekelompok ibu melakukan persiapan untuk buka puasa bersama. Aktivitas ini membuat musala yang biasa tertutup rapat selepas dipakai Asaran, menjadi semarak. Nuansanya seperti sore hari Ramadan.

Selain berpapasan dengan manusia, saya berpapasan pula dengan kambing-kambing gemoy yang sedang dituntun menuju pelataran Masjid Gedhe Kraton. Yang esok hari bakalan disembelih sebagai hewan Qurban.

Sesungguhnya kehadiran kambing-kambing itulah yang menyemarakkan suasana. Yang menyebabkan orang-orang, terutama anak-anak, tumben-tumbenan bersukaria berkumpul di luar rumah.

Di sepanjang perjalanan menuju toko kue dan kembali pulang, atmosfer Idul Adha memang terasa nyata. Terutama ketika saya melintasi area pelataran Kagungan Dalem Masjid Gedhe Kraton Yogyakarta (Masjid Gedhe Kauman).

Di sekitar masjid heritage itu, tepatnya di sisi utaranya, orang-orang berkerumun untuk melihat sapi dan kambing. Mulai dari lansia hingga balita. Adapun yang terbanyak dari kalangan anak-anak.

Bagi warga tengah kota seperti kami, kehadiran hewan ternak di tengah kampung adalah sesuatu yang langka. Jangankan sapi dan kambing. Ayam hidup saja tak lazim berkeliaran di kampung kami. Adanya malah lapak ayam goreng krispi milik tetangga.

Alhasil, momentum serupa itu sungguh langka. Menjadi semacam euforia tahunan. Kapan lagi coba, bisa bercengkrama dengan kambing dan sapi di dekat rumah?

Saya kira melalui perayaan Idul Adha, anak-anak di kampung kami tak hanya belajar tentang hal-hal ukhrawi. Mereka juga belajar hal-hal duniawi. Terkhusus yang berkaitan dengan hewan ternak dan jenis makanannya.

Senang rasanya melihat keceriaan anak-anak itu. Mereka antusias ikut memberi makan kambing dan sapi didampingi ayah masing-masing.

Hmm. Melihat para ayah mendampingi putra-putri mereka itu, ingatan saya melayang jauh ke masa silam. Masa tatkala Nabi Ibrahim a.s. diuji oleh-Nya dengan perintah untuk menyembelih sang putra kesayangan, Ismail a.s. Sementara sang putra kesayangan itu hadir setelah penantian teramat panjang.

Sebuah tanya melintas di benak saya, "Akankah mereka sanggup meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim a.s.? Jika sang buah hati diminta kembali oleh-Nya, sanggupkah mereka tetap meletakkan Cinta di atas cinta?"

Cinta (C besar) memang harus didahulukan daripada cinta (c kecil). Teorinya begitu. Namun, mempraktikkannya tidaklah semudah mengucapkan dan memahaminya. Butuh keimanan kuat disertai upaya serius untuk bisa melakukanmya.

Kita mesti lebih gigih berusaha agar senantiasa bisa ikhlas. Pun, mesti menghilangkan kemelekatan dengan apa-apa yang kita miliki. Sebab sejatinya, semua cuma titipan dari-Nya SWT.

Memang tidak mudah, tetapi atas izin-Nya SWT pasti bisa. Tinggal sejauh apa kita mau berusaha lepas dari kemelekatan tersebut.

Kiranya inilah yang bisa saya petik sebagai #HikmahIdulAdha tahun 2023 M/1444 H, yang saya tuliskan untuk #Motivasiana Kompasiana. Bagaimana dengan Anda?

Salam.

#Motivasiana #HikmahIdulAdha

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun